Epilog

2.2K 77 1
                                    

===

Wanita itu meluruskan tungkainya, kemudian menatap ke langit-langit café yang didominasi oleh warna keemasan yang memberikan kesan mewah. Matanya yang cokelat gelap mengerjap, lantas dia menarik napas dalam, memiringkan kepalanya dan membiarkan alunan melodi musik jazz membuai dirinya, memenuhi gendang telinganya. Siapapun yang melihat wanita itu pasti akan sependapat bila wanita tersebut merupakan wanita yang cantik. Busana yang dia kenakan tampak pantas namun tidak kehilangan sentuhan estetika menurut kacamata fashion. Rambutnya yang cokelat gelap terurai, mengikal di punggungnya. Dan dia sendirian, duduk di atas kursi bar sambil meluruskan kedua kakinya yang jenjang.

"Menikmati alunan musiknya, sayang?" Suara seorang pria mendadak membuyarkan perhatian wanita itu, membuatnya meluruskan kepala kemudian membuka kedua matanya yang terpejam.

"Well, lumayan." Spring menarik napas, memandang lurus dan jatuh ke dalam pesona sepasang lensa mata cokelat madu milik lelaki yang berada di hadapannya. "Aku sulit percaya bahwa satu dekade yang lalu kita berada disini. Kau dan aku. Menyanyikan lagu itu. Kau tentu masih ingat tentang lagu itu." bisik wanita itu lagi.

Justin menarik sebuah senyuman. "Endless Love. Beauty and the Beast. Aku selalu ingat segala hal tentangmu, Spring. Dan itulah sebabnya aku membawamu kesini. Ini adalah tahun kesepuluh sejak—erm, sejak pertemuan tidak sengaja kita di tempat yang sama sekali tidak elit itu. Dan ini juga adalah tahun kesepuluh sejak aku menyaksikanmu bernyanyi bersama Citrus di gedung pertunjukan. Tahun kesepuluh sejak kita bertemu di subway. Tahun kesepuluh sejak aku melukai lenganmu. Tahun kesepuluh sejak aku menamparmu dengan keras dan membawamu ke apartemenku. Tahun kesepuluh sejak aku menceritakan mengenai kisah Beauty dan Beast di mobilku, dan tahun kesepuluh sejak aku menyatakan bahwa aku mencintaimu."

Kening Spring berkerut. "Soal cerita Beauty and The Beast itu, sejujurnya kau belum meneruskan cerita itu, Justin. Kau belum memberitahuku tentang ending dari cerita itu. Bukankah kau berjanji untuk memberitahukan mengenai endingnya suatu hari nanti?"

Justin terkekeh. "Kau masih seperti dulu. Perempuan yang tidak sabaran." Justin berbisik, lantas melempar pandangan ke arah stage yang kosong karena penyanyi jazz yang semula bernyanyi telah turun dari panggung. "Bagaimana jika kita kembali mengulang masa lalu di panggung itu?"

Bibir Spring berkerut dan bola matanya memutar sebelum akhirnya kembali terfokus pada Justin. "Bukan masalah." jawab perempuan pada akhirnya sambil menyambut uluran tangan Justin. Justin mengangkat sebelah alis, menarik sebuah senyuman tipis dan melangkah bersama perempuan di sampingnya menuju stage.

Pemain band café Burgundy ini agaknya telah mengetahui mengenai rencana Justin untuk naik ke atas stage karena mereka langsung menyediakan dua kursi bar tinggi dan juga mic untuk Spring dan Justin. Spring menarik napas, mengedarkan pandang ke sekeliling ruangan dan menyadari bahwa tata ruang café mewah ini masih seperti dulu, meskipun interior dan design kursinya sudah berubah mengikuti perkembangan jaman. Gadis itu masih sibuk mengarahkan matanya meneliti ruangan yang tidak dipenuhi orang ketika mendadak kepalanya tertoleh dan tertuju pada Justin yang telah membaca sebuah lembaran di tangannya. Spring mengerutkan kening lagi, memandang Justin dan menyadari bahwa dia telah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya sepuluh tahun lalu...

"Tidak kusangka kau masih punya masalah tentang bagaimana caranya menghafalkan lagu Endless Love." Spring berucap dengan nada geli, yang membuat Justin mengangkat wajah dan memandang sosok perempuan yang duduk di hadapannya.

"Well? Oh sorry, baby. Bagaimanapun, seorang mantan bad boy yang juga seorang CEO dari Bieber Groups tidak akan sempat menghafalkan lirik lagu semacam ini. Aku kelewat memusatkan perhatianku pada bisnis, Chase dan Annabel... dan tentu saja isteriku yang cantik, jadi aku sama sekali tidak punya waktu hanya untuk sekedar menghafalkan lirik lagu."

Stardust (Sequel of The Dust) by Renita NozariaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang