---
"Spring?" Spring bisa mendengar Justin bicara di belakangnya. Gadis itu mendekap ponselnya, berusaha menegaskan pada dirinya sendiri agar bersikap seolah dia sedang baik-baik saja. Meskipun kenyataannya dia tidak sedang baik-baik saja. Darimana orang itu mengetahui keberadaannya dan kenyataan bahwa dia telah bertemu lagi dengan Justin? Spring menggigit bibir. Sadarlah, Spring. Dia bukan lagi berandalan jalanan yang berbakat memeras toko-toko kecil. Sekarang dia memiliki akses, memiliki kemudahan untuk mendapatkan apa saja yang dia mau, termasuk informasi tentang dirimu. Membayangkan hal itu sama sekali tidak membantu, karena justru membuat perut Spring serasa ditikam perasaan nyeri dan mual.
"Siapa itu? Siapa yang baru saja mengirimkan pesan teks padamu?"
Bukan siapa-siapa. Spring menjawab dalam hati. Ya, sama sekali bukan siapa-siapa. Tapi dia adalah tipikal orang yang seharusnya kau hindari.
"Spring, kau bisa jawab aku sekarang?" Nada suara Justin yang awalnya hati-hati perlahan mulai berganti menjadi pertanyaan penuh ketegasan. Spring menghela napas panjang, membalikkan badannya dan dalam sedetik dia sudah berhadapan dengan sepasang mata cokelat madu yang menatapnya dengan intens, tanpa berkedip. Ada rasa penasaran disana. "Siapa pengirim pesan teks itu?"
"Bukan siapa-siapa." Spring berusaha memaksakan sebuah senyum ketika ponselnya mengirimkan sinyal pesan teks yang sama. Siapa yang mengirimkannya? Spring menelan ludah. Dia takut untuk membuka pesan teks baru ini. Dia takut pengirimnya adalah orang yang sama yang mengirimkan pesan singkat sebelumnya padanya. Tapi dia harus membukanya. Jadi Spring berusaha keras menekan segala rasa takutnya dan mengetuk pelan layar ponselnya. Sebuah jendela dengan teks tertampil begitu dia selesai mengetuk layar ponselnya.
From : Julia Collins
Aa, I bet my message was surprised you. Dengar, Spring Rutherford—atau aku harus memanggilmu Waverly Brown? Aku ingin bertemu denganmu. Reuni singkat setelah empat tahun yang panjang. Tentunya kau akan bersedia karena—well, aku memegang ponsel sepupumu. Kau tahu artinya apa?
ps : jangan beritahu Bieber atau aku akan dengan mudah melakukan... sesuatu yang buruk. Kau percaya pada apa yang mungkin kulakukan kan?
Lagi dan lagi. Untuk yang kedua kalinya jantung Spring serasa pindah ke tenggorokan, membuatnya merasa ingin tersedak dan akan muntah. Laki-laki ini—dia pikir laki-laki ini akan berubah setelah empat tahun yang terasa sangat panjang, namun ternyata tidak. Sikap laki-laki ini seolah makin menjadi dan bagaimana mungkin—bagaimana mungkin mereka memberinya kepercayaan sedemikian besar.
"Kalau pengirimnya bukan siapa-siapa, mengapa wajahmu mendadak pucat begitu? Biarkan aku melihatnya." Justin berucap. Perlahan namun tegas. Spring memejamkan matanya selama sejenak sementara jemarinya bergerak di atas layar ponselnya. Dia harus menghapus pesan teks ini. Segera. Namun sebelumnya, gadis itu telah mengamankan nomor ponsel tersebut. Menyimpannya dalam daftar kontak ponselnya.
Delete, Spring berbisik dalam hati. Deleted. Gadis itu menghembuskan napas lega begitu menyadari usahanya berhasil, kemudian dia mengulurkan tangannya pada Justin, memberikan ponselnya. Justin mengangkat alis selama sejenak padanya.
"Jangan bilang kau sudah menghapusnya."
"Maaf, apa ya? Kau terlalu berpikir kelewat jauh." Spring memutar bola matanya, berusaha kelihatan jengkel meskipun dia merasa tegang setengah mati. Julia. Laki-laki itu memegang ponsel Julia. Apakah itu artinya Julia ada bersamanya? Spring mendesah dengan suara nyaris tidak terdengar begitu dia memikirkan kemungkinan tersebut. Julia, ada bersama pria itu. Sepupunya yang feminine. Sepupunya yang cerewet. Sepupunya yang selalu pergi dan pulang kantor tepat waktu. Sepupunya tersayang. Sepupunya yang mungkin sedang bersama dengan pria yang menghancurkan hidupnya empat tahun lampau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stardust (Sequel of The Dust) by Renita Nozaria
Fanfictionthis story is NOT mine