Chapter 34

1.4K 58 0
                                    

New York, Seminggu Kemudian

Spring Rutherford Point of View

"Rileks, Spring. Tenanglah. Kau hanya akan melewati altar, bukannya menghadapi serigala buas mematikan." Caitlin berbicara sambil berdiri di belakang kursi tempatku duduk dalam balutan gaun pengantin super berat ini. Gila. Apa katanya tadi? Dia menyuruhku untuk tenang? Ya ampun, bagaimana bisa aku tenang jika di luar sana sederetan undangan telah hadir, dan aku akan menjadi pusat perhatian mereka dalam beberapa menit lagi? Ini gila. Benar-benar gila. Maksudku, bagaimana jika terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan? Bagaimana jika hak sepatuku patah dan aku terjatuh? Bagaimana jika... urgh sialan. Mengapa aku jadi segugup ini?

"Aku hanya, urgh bagaimana jika nanti aku terjatuh tiba-tiba? Atau aku kelihatan buruk? Atau para undangan akan menertawakanku yang tampak konyol dengan semua make up di wajahku ini? Hah? Bagaimana bila itu terjadi?"

"Hal itu tidak akan terjadi, Spring sayang." Citrus berbisik sambil menyentuh sebelah bahuku yang lainnya dan dia tersenyum pada pantulan wajahku di cermin yang berada tepat di hadapanku. "Kau tampak cantik."

Oh sial, dia benar. Tapi tentu saja aku tidak akan secantik orang-orang yang berada di luar sana. Aku tidak akan semempesona Cashmere Dupont, Julia Collins, Taylor, atau Amanda Louvre, mantan kekasih Justin lainnya selain Casey. Aku hanya akan tetap jadi Spring Rutherford—atau Waverly Brown—karena teknisnya seorang bernama Spring Rutherford telah tewas empat tahun lalu dan itu sangat tidak mungkin bagi Justin menikahi seorang gadis yang dalam pencatatan kewarganegaraannya telah meninggal dan seharusnya berada di pemakaman.

Aku menatap pantulan wajahku di cermin, mendapati sebuah bayangan asing dengan bulu mata tebal dan garis bibir yang penuh balik menatapku. Bayangan itu tidak kelihatan seperti aku. Benar-benar bukan seperti aku, namun ketika aku bergerak, bayangan itu ikut bergerak dan aku tahu bahwa bayangan itu adalah bayanganku meskipun sangat sulit dipercaya. Aku menarik napas. Sialan, aku jadi merasa semakin gugup sekarang. Aku ingin menggigiti kuku jariku, seperti yang biasa kulakukan ketika aku gugup, namun tatapan mengancam dari Lime Kensbrook, kakak Citrus telah membuatku menahan keinginan itu. Sapuan kuteks dan nail art yang berada di kesepuluh kuku jemariku adalah hasil karya Lime. Lagipula menggigiti kuku sama sekali tidak mungkin karena bagian ujung jari hingga pergelangan tanganku terbalut sarung tangan tipis berenda yang selalu dipakai oleh setiap pengantin wanita. Oh sial. Mengapa sekarang lututku yang berubah gemetar?

Tubuhku mengejang begitu aku mendengar permainan piano mulai membahana, terdengar seperti lagu kematian yang membuat bulu kudukku seketika. Oh dear, ini saatnya dan aku benar-benar tidak siap. Aku diam dengan kaku, masih terduduk diatas kursi menghadapi meja rias ketika pintu ruangan terkuak, dan Mr. Swift muncul di baliknya. Oh sialan, sialan, sialan. Aku memaki berkali-kali dalam hati ketika Caitlin dan Citrus juga Lime tersenyum padaku dan menyuruhku menyambut uluran tangan Mr. Swift yang entah bagaimana telah berada di sampingku. Oh sialan-sialan-sialan. Waktunya sudah tiba.

***

Author Point of View

Ini terlalu cepat. Pernikahan ini memang berlangsung terlalu cepat. Seharusnya masih banyak waktu yang diperlukan sebelum Justin berdiri di altar, menunggu kekasih hatinya melangkah melewati bentangan karpet merah gereja bersama Mr. Swift untuk kemudian berdiri di sampingnya, mengucap janji sehidup semati di hadapan Tuhan. Menjadikan gadis bermata cokelat gelap itu sebagai isterinya, sebagai pengobat bagi seluruh sakitnya, kawan dalam senang dan sehatnya, serta gadis yang dapat menjadi pelipur laranya. Tapi Justin tidak pernah menyesali ini. Sama sekali tidak pernah. Kini dia berdiri di atas altar, dengan sekuntum mawar putih tersemat di saku jasnya, senyumnya tidak pernah pudar. Semua orang yang berada di ruangan ini tentulah dapat merasakan betapa berbahagianya ia dan seluruh keluarga besarnya.

Stardust (Sequel of The Dust) by Renita NozariaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang