==
"You worth it, so I'll fight for you till the very end."
===
Michael Saviano mengerjap karena dikuasai oleh gelombang keterkejutan, kemudian pria paruh baya itu mengarahkan matanya bergantian pada tubuh Katrina yang masih tergeletak di lantai berlapis karpet putih dan pada Christine Denton yang masih berdiri dengan berurai air mata. Pria itu tercekat, menatap ke udara kosong dengan hampa, lalu sepucuk senjata api itu terlepas dari genggaman tangannya dan langsung jatuh menghantam lantai berlapis karpet. Suara yang dihasilkan oleh benturan pistol dengan lantai berlapis karpet itu tidaklah keras, bahkan nyaris tidak terdengar, namun rasanya seperti suara palu godam yang besar menghantam dinding dalam pikiran Saviano. Jemari tangan pria paruh baya itu bergetar dan dengan cepat matanya langsung digenangi oleh air mata.
"Ini. Tidak. Mungkin." Michael berbisik dengan ketidakpercayaannya kemudian dia tercekat. Seolah ada gumpalan pahit di tenggorokannya yang menghambatnya untuk bicara. Christine Denton tersenyum sedih, menahan pahit yang mulai menyebar dalam rongga dadanya yang disesaki oleh kesedihan.
"Ini. Tidak. Mungkin." Michael kembali bicara dengan mata nanar yang terluka memandang pada Christine Denton. "Katakan padaku bahwa Sheenan bukanlah Marcia. Christy... itu... itu sama sekali tidak mungkin." Michael serasa kehilangan tenaganya hingga dia butuh berpegangan erat-erat pada kursi malas besarnya yang berlapis kulit hitam. Christine memejamkan mata, membiarkan serbuan lara menguasai hatinya hingga kedua pipinya dituruni oleh air mata. Sakit menyebar di sanubarinya. Pertama, karena dia tidak yakin kalau puterinya akan selamat. Yang kedua, kata-kata Michael. Suara panggilan itu. Christy.
Christine hampir tidak bisa mengingat kapan terakhir kali Michael memanggilnya dengan suara panggilan seperti itu.
"Katakan padaku bahwa dia bukan Marcia!!" Michael berseru keras dengan nada suara yang mulai dialiri oleh kemarahan. Christine tergugu. Dia memang wanita yang kuat, dia memahami itu. Dia bisa menghadapi kematian suaminya dengan tegar. Kematian Leonard yang tentu saja masih segar dalam ingatannya bahkan bisa dilaluinya dengan kuat. Dengan tegar. Namun mengapa... mengapa peristiwa ini jadi sedemikian menyakitkan baginya... Mengapa seolah-olah ada yang tengah menghancurkan jantungnya dari dalam?
"Dia adalah Marcia, Mike. Dia adalah puterimu. Puteriku. Puteri kita. Dan kau, kau baru saja menembaknya." Christine menunduk, dan air mata jatuh melewati garis tepian rahangnya lantas menetes di atas permukaan karpet putih.
"Tidak. Dia bukan Marcia. Bukan. Bukan dia." Michael menggeleng, membuat Christine mengangkat wajah kemudian tersenyum muram pada pria itu.
"Jika dia bukan anakmu, dia akan segera menembakmu ketika dia punya kesempatan. Dia adalah gadis yang berani, kau tentu tahu itu. Dia bukan gadis jalanan biasa, Mike. Dia adalah Katrina. Katrina Sheenan. Gadis yang kuat. Gadis yang melalui hari-harinya dengan keras. Jika dia harus membunuh seorang mafia sepertimu untuk menyelamatkan temannya, dia pasti akan melakukannya jika dia punya kesempatan. Kau tahu kenapa dia tidak melakukan hal itu?" Christine Denton menyunggingkan sebuah senyuman pahit. "Karena dia sudah tahu kenyataannya. Dia sudah tahu bahwa kau adalah ayahnya. Dia sudah tahu bahwa aku adalah ibunya. Dia sudah tahu semuanya, Mike. Dia sudah tahu."
"A—aku—ini semua tidak mungkin. Aku... ak—aku." Michael mendadak tercekat. "...aku tidak mungkin membunuh puteriku sendiri. Ini semua tidak mungkin."
"Kenyataannya, kau telah melakukannya." Christine memasang raut wajah dengan penuh duka. Michael tepekur kemudian setetes air mata meluncur di pipinya, disaat yang bersamaan pintu depan ruang kerja Michael Saviano terbuka dengan lebar, disusul oleh bel tanda adanya keadaan darurat. Pandangan mata Christine dan Michael langsung tertuju pada ambang pintu dan mereka terperangah seketika begitu melihat sosok laki-laki berambut pirang pasir tengah menatap mereka dengan penuh tanya. Mata laki-laki itu terarah pada sosok Katrina yang terbaring di lantai, lantas sebuah amarah menjangkitinya dengan begitu cepat hingga mata birunya seakan membara. Dia mengarahkan moncong pistolnya pada Michael Saviano yang hanya tersenyum muram.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stardust (Sequel of The Dust) by Renita Nozaria
Fanfictionthis story is NOT mine