Chapter 16

872 58 0
                                    

---

"Avan? Kau baik-baik saja?" Mendadak Annelise bertanya, dan hal itu dengan sukses membuat kepala Avan tersentak. Pria itu menatap lurus gadis berlensa kehijauan yang kini mengerutkan kening padanya, lalu sebentar kemudian pandangannya kembali tertuju pada Spring dan Justin yang masih berada di meja yang berada tidak jauh dari mejanya. Oh tunggu. Hanya ada Justin disana. Kemana gadis itu? Mungkin gadis itu pergi ke toilet, sebuah pemikiran terlintas dalam benak Avan dan membuatnya memutuskan untuk tidak berpikir lebih jauh. Tapi... apakah mereka benar adalah Justin dan Spring? Bukankah seharusnya gadis itu telah tewas empat tahun yang lalu dan bukankah seharusnya juga Justin berada di New York sekarang ini? Apa yang pria itu lakukan dengan meninggalkan kota tempatnya berkuasa dan tinggal di kota ini? Avan berdecak. Dia benar-benar tidak mengerti, tapi ada sebuah gagasan lain yang terlintas dalam pikirannya.

"Ann, kupikir aku akan pergi sebentar. Kau tahu, sepertinya aku butuh toilet." Avan berkata begitu ketika dia membungkuk ke arah Annelise. Gadis itu terdiam sebentar, lantas menjawab kata-kata Avan dengan anggukan dan kembali menekuri ponselnya. Tentu saja Avan tidak sedang membutuhkan toilet. Dia sedang butuh bertemu dengan gadis yang datang bersama Justin Bieber itu. Secepat yang dia bisa, Avan bangkit dari kursi resto dan melangkah menuju toilet. Dia beruntung karena restoran ini memiliki toilet untuk pria dan toilet untuk wanita yang berdekatan. Avan memutuskan menunggu di luar toilet sambil menyandarkan punggungnya di dinding. Apa yang berada dalam dugaannya benar. Tujuh menit kemudian, salah satu pintu kubikel toilet terbuka dan seorang gadis muncul dari sana. Gadis itu melangkah keluar tanpa sedikitpun firasat buruk, namun ekspresi wajahnya langsung memucat begitu dia melihat Avan. Avan mengerutkan kening, lalu tanpa bisa dia tahan kata-kata itu berloncatan keluar dari mulutnya.

"Hai." katanya dengan sebuah senyuman ramah yang hanya pernah dia tunjukkan pada Mandy atau Summer, "Kau mengingatkanku pada seseorang. Apakah kau Spring Rutherford?"

Dan Avan bisa melihat ekspresi wajah gadis itu semakin memucat.

***

Dulu, Spring selalu berpikir bahwa ketika dia mengambil keputusan untuk mengubur nama yang dia sandang sejak lahir, dia tidak akan pernah menemui laki-laki ini lagi. Dia tidak akan pernah lagi menemui Avan Jogia yang telah berhasil membuat hidupnya sedikit berantakan dan membuatnya harus mengambil keputusan untuk melupakan Justin Bieber. Tapi sama seperti dugaannya bahwa dia tidak akan pernah lagi bisa melihat Justin dari dekat, kini dia bertemu kembali dengan laki-laki itu. Avan tengah berdiri di luar toilet, seperti menunggu sesuatu—seperti menunggu dirinya—dan Avan mengenalinya. Namun ada sesuatu yang aneh. Senyuman laki-laki itu. Apakah Avan yang sekarang bukanlah Avan Jogia yang empat tahun lalu mencoba membunuhnya? Mungkin iya. Sama seperti batu karang di tepian sungai, bukankah kekerasan hati manusia juga punya kemungkinan untuk berubah bahkan hilang sama sekali? Tapi rasa takut itu tetap ada, karena satu-satunya hal yang Spring lakukan untuk membalas senyum Avan adalah bersandar dengan wajah memucat di dinding bagian luar kamar mandi.

"Bukan. Namaku bukan Spring Rutherford." jawab Spring sambil berusaha menampilkan ekspresi wajah senormal mungkin. Avan menyipitkan mata kepadanya.

"Ayolah, akui saja. Aku... aku tidak akan berbuat hal yang buruk padamu. Aku serius."

"Aku tidak mempercayaimu." Spring tidak tahu bagaimana dia bisa bicara seperti itu, tapi dia jelas mendengar bahwa nada suaranya kelewat penuh kebencian. Avan mundur satu langkah ke belakang seperti orang yang terkena sengatan listrik, tapi Spring tahu bahwa diam-diam mata gelap laki-laki itu tidak segelap dulu. Dan tatapannya juga tidak setajam dulu. Apakah laki-laki itu telah berubah?

Stardust (Sequel of The Dust) by Renita NozariaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang