---
"I'm gonna kill that son of bitch."
---
Suara itu lenyap. Benar-benar lenyap, dan untuk sejenak membuat Justin kehilangan pegangan. Pria itu terdiam sambil meremas roda kemudi dan mendadak dadanya terasa sakit begitu dia teringat akan suara-suara yang baru saja dia dengar. Itu suara tangisan Spring. Itu suara jeritan Spring. Suara jeritan yang memanggil-manggil namanya berulang-ulang. Lalu tubuh Justin terasa dialiri rasa dingin saat dia mengingat suara tamparan disusul makian kasar dari seorang laki-laki. Apakah laki-laki itu menampar pacarnya? Oh shit. Justin mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku jarinya memutih. Siapapun bajingan itu, siapapun dia, jika dia menyakiti Spring sedikit saja, dia akan mati. Dan kematian bakal lama dan menyakitkan di tangan Justin.
Tapi itu semua konyol. Karena Justin tengah berada disini sekarang. Di dalam van yang hangat bersama kawan-kawannya. Dalam rasa aman. Berbanding terbalik dengan Spring yang kini tengah berada entah dimana bersama pria brengsek yang entah tengah melakukan apa pada gadis itu.
"Justin." Katrina menggoyang pundak Justin yang terasa kaku. "Ada apa? Apa yang terjadi?"
"Seseorang menyakitinya." bisik Justin dengan nada beku. "Seseorang menyakitinya."
"Dia berada dimana sekarang?" tanya Katrina lagi, sementara Carl, Jason, dan Will yang awalnya memasang wajah geli kini berubah serius. Tubuh mereka berubah tegak ketika Justin menggeleng terpatah masih dengan raut wajah yang menampakkan ekspresi tegangnya.
"Berikan ponselmu. Aku akan melacak keberadaannya." ujar Katrina yang dijawab oleh Justin dengan mengulurkan ponselnya. Katrina menarikan jemarinya dengan lincah diatas layar sentuh ponsel Justin sebelum akhirnya dia kembali berkonsentrasi pada layar macbook-nya yang masih menyala. Katrina membuka sebuah jendela internet kemudian mengetik dengan kecepatan sepuluh jari tangan lantas memasukkan sederetan angka-angka yang merupakan nomor ponsel Spring. Mereka perlu menunggu selama tiga puluh detik hingga halaman website GPS itu menampilkan posisi dari si pemegang ponsel. Justin meremas tangannya sambil menunggu tiga puluh detik yang terasa sangat panjang berlalu dan berdoa dalam hati semoga gadisnya baik-baik saja. Semoga Spring baik-baik saja.
Akhirnya Katrina bicara, "Lynn Rd. Blok 32E 2nd Street." Justin mengerjap. Dia tahu dimana letak tempat yang baru saja disebutkan oleh Katrina. Sebuah percabangan jalan dari Lynn Rd. yang pernah dilewatinya dan Spring ketika mereka pergi ke supermarket bersama. Astaga. Apa yang dilakukan gadis itu disana? Justin bertanya-tanya sembari menginjak pedal gas sedalam-dalamnya hingga van itu melaju dengan kecepatan yang cukup gila di jalanan raya yang tidak terlalu ramai. Ketika mobil itu melaju dengan kencang melanggar sebuah lampu lalu lintas, Justin akhirnya bisa mengambil kesimpulan sendiri. Spring pasti pergi ke pet shop untuk membeli apapun benda yang bisa berguna untuk kucing—yang baru saja menjadi—peliharaan mereka. Ya ampun. Bukankah Justin sudah mengatakan padanya untuk langsung pulang ke apartemen? Dasar keras kepala.
"Man, kau benar-benar gila." gumam Jason ketika dia melihat ke kaca bagian belakang van. Beberapa mobil membanting setir ke sembarang arah untuk menghindari tabrakan dengan van yang dikemudikan oleh Justin. Beberapa diantaranya saling menabrak satu sama lain dan sebagian kecil lainnya menabrak tiang lampu dengan keras. Terjadi keributan dan insiden saling memaki antar pengendara, namun untunglah tidak ada polisi disana. Ya, tentu saja. Siapa yang berpikir bahwa menjaga perempatan jalanan yang tidak terlalu ramai jauh lebih menyenangkan ketimbang menghabiskan waktu di pos bersama sekotak donat dan secangkir kopi? Well, polisi yang gila dan kelewat berdedikasi mungkin akan lebih memilih menjaga perempatan jalanan, namun tidak dengan polisi kebanyakan.