Episode 05
Ada beberapa hal di dunia ini yang tidak perlu dicari tahu, ditanyakan, atau bahkan dijelaskan. Kadang, cukup disimpan sebagai rahasia yang tersedia disela-sela kisahnya.
▪️💠▪️
Di hari Rabu pagi yang cerah dan sepi, Hanna duduk di depan tokonya ditemani Jenni. Mereka berdua sedang berbincang hal yang cukup serius.
Jenni sedari tadi merenggut, menatap Hanna dengan nyalang.
"Kenapa bentuk kue-nya harus beruang?" tanya Jenni menunjuk kue yang diberikan Hanna padanya, tepat di atas meja. "Aku suka penyu, Hanna. Gak mau beruang!"
Gadis itu kesal, memajukan bibirnya yang ter-oles lipstik merah terang benderang.
"Gak ada penyu," kata Hanna yang sedari tadi terdiam tenang, tidak terganggu dengan rengekan Jenni yang hampir 30 menit lamanya.
Secangkir kopi mengeram nyaman di tangan Hanna, kopi yang kedua untuk pagi ini. Hal itu tentu saja tidak lepas dari perhatian Jenni yang sudah dari subuh di sana.
"Ck! Nyebelin banget sih, gak bisa apa bikin temen seneng dikit?! Lagian, kamu tuh kopi mulu! Jangan terlalu banyak minum kopi, Hanna!" geram Jenni sambil merebut kopi cappucino dari tangan temannya.
Hanna sedikit tercengang, namun dengan cepat mengontrol raut wajahnya.
Mimik khawatir Jenni sekarang, persis seperti dua hari lalu saat mereka berada di panti jompo.
Suasana canggung antara Hanna yang bertemu dengan kakek tua itu dirasakan Jenni yang berdiri di luar ruangan, nampaknya situasi yang dihadapi oleh kedua orang itu benar-benar tidak baik.
"Kakek, ini benar Kakek, kan?" tanya Hanna dengan suara terbata, tidak peduli dengan penolakan orang tua di depannya.
"Kakek?" lirih Hanna lagi, air mata mulai mengalir membasahi pipinya.
"Aku tidak punya cucu," jawab Kakek tua perlahan berdiri dari duduknya, kursi kayu itu nampak bergoyang hampa di mata Hanna.
Kakek tua itu berbalik.
Detik itu, pundak Hanna luruh. Ada rasa kelegaan, sekaligus energi dahsyat yang menyerang dirinya hingga mati rasa. Lemas tidak terkira.
Sang kakek melihat ke arah mata Hanna yang sudah sembab. Beberapa saat kakek itu terdiam dengan wajah datar tanpa ekspresi apapun. Sama halnya dengan Hanna yang merasa mulutnya kelu tak bisa berkata-kata, dadanya sesak, tapi di sisi lain ada rasa ketenangan.
Tak lama-lama berdiam diri, kakek tua itu lantas meraih tongkatnya yang bertengger di pinggir meja lampu, mengangkatnya dengan tenaga yang dia punya.
"Pergi!" ujar sang Kakek sambil mengancam Hanna dengan benda itu.
"Kakek?!" teriak Jenni dari luar, khawatir melihat sahabatnya akan dipukul dengan tongkat.
"Kakek ...," lirih Hanna lagi, kini dia dengan jelas melihat raut wajah kakek tua. Raut wajah yang amat sangat mirip dengan sosok yang ada di masa lalu Hanna.
"Pergi atau aku pukul kalian?!" ancam kakek tua lagi, dia maju satu langkah untuk mendekat.
"Jangan Kakek, iya, kami pergi. Tolong jangan pukul kami," bujuk Jenni membungkukkan badannya, mulai menyeret Hanna keluar ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER For 'EVER'
ChickLit💠💠💠 (Sensor: 17+, untuk muda-mudi. Bukan balita!) Bagaimana rasanya dicintai dengan cara ugal-ugalan? Ini cerita tentang seorang wanita bernama Hanna Sanjaya yang dicintai oleh cogil kuliahan---Zein Aksama Putra dengan cara luar biasa. Kamu akan...