XII + So Far!

39 16 0
                                    

Episode 12

Bahkan, hanya cinta yang bisa mengubah kegilaan jadi hal yang paling membahagiakan.

▪️💠▪️

Zein rela mengeluarkan uang senilai Rp. 200.000.00 untuk mengganti tiket kereta orang lain yang dia ambil, ya, Zein memutuskan ikut dengan Hanna saat gadis itu dengan keras melarangnya.

Keras kepala, Zein lebih batu untuk diberi tahu.

"Kamu gak boleh ikut, Bocah! Aku tidak membeli tiket untukmu, kamu mau naik pake apa?! KTP?! Gih, pulang, fokus kuliah! Jangan ganggu urusan orang dewasa!" ujar Jenni merasa gemas sendiri.

Namun yang dimarahi tidak menggubris sedikitpun.

"Tunggu! Jangan dulu pergi!" cegah Zein sambil beranjak mencari tiket.

Karena Jenni hanya membeli tiket online 2 saja, alhasil Zein harus mencari orang yang mau membatalkan keberangkatannya dan diganti uang yang berlipat dari harga tiket normal.

Tidak ada loket untuk membeli tiket, hingga Zein lagi kebingungan. Bagaimana caranya membeli online?

"Sudahlah, ayo, Hanna. Kita pergi sekarang."

Selagi Zein berseliweran membujuk beberapa orang yang bersedia menyerahkan tiketnya, Jenni menarik Hanna masuk ke Waiting area dan mengakses tiket mereka. Kemudian masuk ke gerbong kereta yang sudah bertengger cantik, memilih gerbong yang paling dekat dari mereka berdiri setelah penyerahan tiket.

Hanna dan Jenni sudah duduk nyaman di dalam kereta, menunggu pemberangkatan yang kurang lebih beberapa menit lagi.

Orang-orang di sekitar mereka nampak sibuk, mencari duduk. Ada yang tergesa mendahulukan anak mereka, pun barang bawaan yang tidak sedikit. Ada juga yang sibuk makan sambil mencari tempat, menjalani hidup dengan santai tanpa memperdulikan orang lain. Ada pula spesies yang rajin, membawa buku kemana-mana sambil cekikikan sendiri, biasanya mereka akan memilih tempat duduk paling pojok, dekat jendela, paling belakang.

Langkah mereka saling bergantian, menimbulkan bunyi-bunyian yang berbagai rupa, sebagaimana mestinya bunyi berat badan mereka yang berbeda-beda atau cara jalan mereka yang tak sama.

"Tadi pagi, bukannya kamu habis dari sana, kan, Hanna?" tanya Jenni membuat Hanna tersentak dari lamunannya, berhenti memperhatikan setiap orang yang berlalu sambil berlari di balik kaca jendela agak besar di depannya. "Tidak terjadi hal aneh, kan?"

"Iya ... tidak ada yang mencurigakan, Jenni." Hanna menjawab sambil melihat keluar jendela kereta, memperhatikan orang yang terburu-buru memasuki gerbong.

"Musibah, tidak ada yang akan tahu. Heum ...."

"Kamu dapat berita itu darimana?" tanya Hanna kembali melihat Jenni dengan seksama, tangannya menggenggam erat tangan wanita itu.

"Eum, anu. Sebenarnya aku mengirim orang untuk  mengawasi panti jompo itu, rencananya, sampai di kakek tua itu bisa menerimamu. Aku heran, kenapa dia bersikeras tidak punya cucu!"

Lenggang.

Perkataan Jenni membuat Hanna terdiam, memikirkan jawaban atas pertanyaanJenni barusan. Sejujurnya, selain pertanyaan itu, Hanna memiliki beribu pertanyaan tersendiri. Seperti, kenapa kakek Sanjaya mengirim dia ke panti asuhan?

Hanna menghembuskan napas pelan. "Ya sudah, kalau begitu ...."

Raut wajah Hanna memang datar, namun dimatanya jelas menandakan kekhawatiran. Gerak bibirnya tak gentar, namun suaranya terdengar berat menyimpan kesedihan.

NEVER For 'EVER'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang