Episode 16
Sampai pada titik dimana kamu merasa semua perjalanan kehidupan adalah tentang rasa terpuruk yang kerap kali disembunyikan oleh rasa ingin hidup, yang entah kenapa bisa se-ingin itu.
▪️💠▪️
Seminggu kemudian, tepat satu bulan Zein berada di Bandung. Semua tidak berjalan sesuai rencana, dari mulai bercandaan tentang Hanna hingga langsung bertemu orangnya, kemudian terlibat dengan panti jompo di desa. Sedangkan urusan kuliah Zein? Tentu saja ada beberapa hal yang perlu Zein tanyakan kepada rekan-rekannya, kalau dia tidak mendapatkan nilai bagus pada semester ini, sudah dipastikan semester depan dia akan dirantai agar mengerjakan tugas kuliah dengan ugal-ugalan oleh sang ayahanda.
Zein melirik ke sisi kanan dan kiri, duduk menyilangkan kakinya, pagi-pagi sekali diiringi angin sepoi-sepoi dini hari dia sudah berada di luar apartemennya. Laki-laki itu sedang menikmati susu hangat yang dia bawa dari rumah, dengan sebuah buket bunga mawar berwarna orange yang ada di atas meja.
Zein menghela napas panjang, lagi-lagi pikirannya tersesat pada satu nama. Hanna Sanjaya.
Segala hal tentang Hanna tidak ada dalam rencananya, tapi sekarang justru terbalik, Zein menganggap Hanna adalah tujuannya. Entah, mungkin karena perasaannya yang mulai tumbuh dengan menggebu-gebu. Terlebih lagi Zein sudah mengetahui sedikitnya tentang kehidupan Hanna, masalah keluarganya yang diceritakan Jenni, bagaimana sedihnya Hanna hidup sendiri, dan sampai dititik perjuangan yang sangat keras seperti sekarang. Zein sangat mengagumi Hanna, bangga kepada Hanna yang sangat tegar dan kuat.
Ada pula pemikiran tentang Zein yang ingin sekali mengantikan tanggung jawab Hanna, menjadikan pundaknya untuk gadis itu bersandar, menggunakan tangannya untuk mengusap air mata kesedihan, dan berjalan beriringan untuk kebahagiaan.
Namun semua itu hanya angan, sudah 7 hari ini Zein berkunjung ke toko Hanna. Tempat minimalis yang sangat Zein tunggu gerainya dibuka, tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan dan selama itu pula Zein tidak bertemu dengan Hanna.
Setiap pagi, Zein membawa buket bunga atas saran teman-temannya. Zein mengira kalau Hanna pasti masih merasa sedih atas kejadian terakhir di panti jompo, membuat gadis itu hilang seperti ditelan bumi.
Zein menghela napas berat.
Sudah hampir 3 jam dia duduk di kursi besi itu, susunya sudah tandas tidak lagi tersisa, harapannya pun lagi-lagi sirna. Tidak ada tanda-tanda Hanna akan muncul dan membuka toko kue di hari ke 7 ini, tidak ada mata galak yang senantiasa menatap nyalang padanya.
Zein merindukan Hanna.
Laki-laki itu lantas berdiri, dia menyimpan bunga ke-7 nya di dekat bunga-bunga lain yang berderet di depan pintu masuk toko bagian belakang, dengan tatapan sendu pada pintu kecil berwarna coklat, Zein berlalu dengan langkah gontai.
"Kapan aku bisa bertemu denganmu, Nona? Aku merindukanmu ...."
Semenjak tidak bertemu dengan Hanna, Zein merasa kalau semangatnya pun sirna. Terhempas angin lalu saat menyadari wanita yang dipuja tidak nampak batang hidungnya, ia kehilangan napsu makan dan malas berbicara pada orang lain.
Tanpa Hanna, Zein merasa ada sesuatu yang kurang dalam hatinya. Kemungkinan dia mengidap bucin akut tanpa disadari, kepada wanita dewasa yang tentu saja tidak mudah untuk mendapatkannya.
Zein memakai helm, dia menyalakan motornya dan pergi dari toko Hanna dengan perasaan gundah gulana. Tujuannya kali ini adalah kampus, tempat dimana dia menemukan solusi atas kisah cintanya berkat sang rekan yang budiman, bukan hanya melulu soal ilmu yang harus dia kantongi sebelum pulang ke Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER For 'EVER'
ChickLit💠💠💠 (Sensor: 17+, untuk muda-mudi. Bukan balita!) Bagaimana rasanya dicintai dengan cara ugal-ugalan? Ini cerita tentang seorang wanita bernama Hanna Sanjaya yang dicintai oleh cogil kuliahan---Zein Aksama Putra dengan cara luar biasa. Kamu akan...