Episode 25
Takdirlah yang membawa kita pada garis yang sama, entah untuk saling menyapa saja atau memang saling bersandar pada luka.
▪️💠▪️
Zein menatap laki-laki paruh baya di depannya dengan malas, hari ini dia mendapatkan kejutan yang sebenarnya tidak pernah ingin dia dapatkan.
"Mau apa ayah ke sini?" tanya Zein mulai menegakkan badan atletisnya yang berbalut kaos oblong berlengan pendek warna putih.
"Mau melihat study anak ayah, sudah hampir dua bulan kamu di sini, Nak. Bagaimana kuliahmu, lancar?"
Dengan kedatangan ayahnya yang secara tiba-tiba tentu membuat Zein tidak senang, bukan Zein tidak menyayangi ayahnya, hanya saja dia datang ke Bandung dan menerima study banding justru untuk menghindari kekangan sang ayah beberapa waktu. Namun, kalau ayahnya datang ke sini, bukannya semua yang dilakukan Zein adalah percuma?
"Lancar Ayah, semuanya baik."
"Sudah bertemu dengan nenekmu, Zein? Nenekmu mengeluh terus ingin bertemu beberapa waktu lalu, apa kamu sudah menemuinya? Kenapa juga kamu tidak tinggal dengan nenekmu saja, sih?" tanya Prama tanpa jeda.
Zein menghela napas sebelum akhirnya mengangguk-angguk kecil. "Aku sudah bertemu dengan nenek, kok. Sudah beberapa kali juga ke sana."
"Ya sudah, bagus kalau begitu. Ayah juga mau melihat restoran cabang di Bandung, sekalian ngajak kamu makan siang bersama, mau kan?" tanya Prama lagi.
"Iya, Ayah." Zein menggerakkan tangannya untuk melihat handphone yang bergetar.
"Oke, kalau gitu kita ketemu satu jam lagi. Ayah menunggu di restoran," kata Prama sambil beranjak pergi, meninggalkan Zein di ruang tamu kampusnya.
"Iya."
Zein melihat ayahnya pergi dari ruangan, kemudian beralih menatap handphone-nya lagi dan memencet tombol hijau.
"Halo, Nek?" tanya Zein pada orang di seberang.
"Sudah bertemu dengan ayahmu, Nak?"
"Sudah, Nek."
"Ingat, Zein. Jangan bahas apapun selain study-mu, dia akan marah kalau tahu."
"Tahu?"
"Kamu pikir, Nenekmu ini tidak tahu apa-apa?! Sudahlah, mending kamu ke sini sama dia atau kalau tidak nenek yang akan menyusul kalian."
Zein mengerutkan keningnya saat mendengar perkataan sang nenek di saluran telpon, mengira-ngira maksud dari semua pernyataan tersebut.
"Heh, anak nakal! Jangan bengong!"
"Oh, iya Nek, iya. Nanti Zein ke sana," ujar Zein setelah menimang apa yang harus dikatakan.
"Ya sudah, jangan lupa makan siang."
"Iya, Nek. Nenek juga."
Kenapa pula nenek satu ini tahu kalau aku sedang mendekati perempuan? Astaga, nenek.
▪️💠▪️
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER For 'EVER'
ChickLit💠💠💠 (Sensor: 17+, untuk muda-mudi. Bukan balita!) Bagaimana rasanya dicintai dengan cara ugal-ugalan? Ini cerita tentang seorang wanita bernama Hanna Sanjaya yang dicintai oleh cogil kuliahan---Zein Aksama Putra dengan cara luar biasa. Kamu akan...