XV - TERBURUK

25 12 1
                                    

Episode 15

Sadar atau tidak,

Beberapa orang bisa menerima kekuranganmu, tapi yang paling menyedihkan adalah dirimu sendiri yang tidak bisa menerima kekurangan itu.

Ternyata, dituntut sempurna oleh diri sendiri bisa se-menyakitkan itu.

▪️💠▪️

Pembangunan panti jompo baru sudah selesai, di hari Selasa sore para orang tua dipindahkan ke kamar baru mereka.

Hanna, Jenni dan Zein masih setia di desa. Membantu segala hal terkait perpindahan. Hanna menutup tokonya selama 4 hari, dimulai di hari Sabtu saat dia berkunjung sendirian hingga hari ini. Begitupun dengan Zein yang bolos mata kuliah selama 2 hari ini, sekalipun Jenni dan Hanna selalu memaksa laki-laki itu untuk pulang.

"Hah ... akhirnya, beres juga," ujar Jenni yang baru saja mendudukkan bokongnya di kursi taman belakang milik panti jompo baru, menghadap langsung pada panti jompo lama yang sekarang nampak berwarna kelabu.

"Makasih, Jen, udah bantuin dan selalu ada di sini," kata orang di samping Jenni, ikut memandangi panti jompo lama.

"Hei, kita ini teman, ingat?"

"Sejak kapan?"

"Ish! Kamu ini menyebalkan, Hanna. Eh, kapan kita pulang?"

"Sesudah kita istirahat, kita pulang."

"Ah, oke kalo gitu. Bye the way, aku rindu kue buatanmu, bisa gak nanti pas ke kota kamu bikin yang spesial buat aku?"

"Iya."

"Dua, ya?"

"Iya, Jenni."

"Tiga!" ujar Zein yang baru saja datang, dia berjalan semangat sambil membawa botol minum dikedua tangannya.

"Enak aja, maen minta-minta!" sinis Jenni kepada Zein yang baru saja sampai di depan mereka.

Sejak kedatangan Zein dalam hari-hari Hanna, itu sangat berdampak pada Jenni. Hingga akhirnya mau tidak mau, Zein jadi sasaran kekesalan Jenni. Alhasil mereka seperti anjing dan kucing, tidak pernah akur.

"Loh, Mbak Jenni aja minta, tuh! Kenapa aku gak boleh?" jawab Zein sambil menyodorkan botol air minum pada Hanna yang sudah dia buka.

"Dih, biarin. Dia temenku, kamu siapa?" Tanpa aba-aba Jenni menyambar botol minum yang Zein sodorkan kepada Hanna, langsung meminumnya.

"Aku? Pacarnya, kenapa?" tanya Zein sambil mendengus kecil saat botolnya diambil, dia membuka botol yang satunya lagi, kembali menyerahkannya pada Hanna.

"Pede banget kamu!"

"Biarin! Wle!"

"Minum aja," kata Hanna melihat Zein yang tidak membawa air untuk dirinya sendiri.

"Nona baik sekali, tidak seperti Nenek Lampir yang satu itu," ujar Zein sambil tersenyum sumringah. "Tapi, aku belum haus, Nona saja yang minum."

"Oke." Hanna mengambil botol dari tangan Zein, meminumnya dengan perlahan.

Ada beberapa kemungkinan yang mungkin membuat Hanna tidak lagi terlalu keberadaan dengan adanya Zein, pertama karena dia sudah membantu panti sampai selesai, padahal Zein bukanlah siapa-siapa. Kedua, sekalipun Hanna mengusir Zein ribuan kali, anak itu tetap tidak mau pergi.

"Heh! Siapa yang kamu maksud Nenek Lampir?!" protes Jenni tidak terima dirinya disindir. Dia baru saja menandaskan satu botol air mineral di tangannya.

Dua hari ini badannya terasa remuk, ternyata menjadi relawan sangatlah melelahkan. Namun, dibalik semua itu pasti banyak hal yang sangat menyenangkan.

NEVER For 'EVER'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang