XXX + Ujian?

33 10 1
                                    

Episode 30

Kamu adalah alasan kenapa dunia begitu berwarna dan penuh dengan makna.

▪️💠▪️

"Nona, jangan dekat-dekat dengan dia," ujar Zein yang sedang duduk di karpet toko Hanna, dia menyandarkan punggung pada lemari es di dalam sana seraya meluruskan kakinya yang terasa lemas.

"Diam Zein, lagi sakit masih aja bahas hal yang gak penting," kata Hanna seraya menyodorkan gelas air dan obat demam untuk diminum Zein.

Zein menerima dengan tangan kanan, dia menegak obat tanpa basa-basi dan protes lagi.

"Aku tidak suka dia mengobrol denganmu," keluh Zein sambil memejamkan matanya.

Hanna tidak berkata apapun, tangannya sibuk membuka bantalan penurun panas dan kemudian menempelkannya pada kening Zein.

"Nona," panggil Zein lagi sambil memegang tangan Hanna yang masih menempelkan benda dingin itu di jidatnya.

"Apa?"

Zein membuka matanya, memandang Hanna dengan tatapan sayu khas orang sakit. Mata Zein agak bengkak dan merah, kemungkinan karena suhu badannya yang naik.

"Boleh aku bicara sesuatu?"

Hanna menghela napas sebelum berkata, "Dari tadi kamu sudah banyak bicara, Zein."

"Aku serius," lirih Zein seakan berniat untuk membicarakan surat wasiat, membuat Hanna menggelengkan kepalanya sendiri.

"Apa?" tanya Hanna mengalah.

"Nona sangat cantik hari ini," kata Zein seraya merogoh barang di saku celananya lalu dia sematkan di rambut Hanna.

Tangan Hanna mengikuti tangan Zein yang sempat terangkat, meraba benda yang Zein pasang di rambutnya. Sebuah jepitan kecil yang entah dia dapat dari mana.

"Ini?"

"Untukmu, Nona. Ah ... rasanya aku ingin tidur, boleh aku tidur?" tanya Zein yang langsung mengambil jaket Hanna yang tersampir di kursi, kemudian dia merebahkan diri dengan berbantalkan jaket itu.

"Pulang, Zein. Istirahat di rumah," ujar Hanna keberatan.

Lantai di dalam tokonya hanya beralaskan karpet tipis, takut-takut kalau Zein tambah sakit dengan tidur di sana. Itulah sebabnya Hanna menyuarakan kekesalannya.

"Aku tidak kuat pulang," jawab Zein pelan seraya mengusap-usap jidatnya sendiri.

"Minta jemput teman-temanmu, Zein, jangan tidur di sini." Hanna kembali berkata sambil berjongkok di dekat Zein.

"Tolong telponkan kalau begitu."

"Astaga, mana sini handphone kamu?" geram Hanna seraya menarik pelan baju Zein.

Zein meraba jaketnya dan mengeluarkan benda pipih di sana, memberikannya kepada Hanna.

"Sandinya apa?" tanya Hanna setelah menyalakan handphone di tangannya.

"Hanna Sanjaya."

"Itu namaku, Zein. Sandi handphone kamu, apa?"

NEVER For 'EVER'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang