Episode 18
Ada aku di sisimu, tapi kamu mendamba rasa 'sendiri' itu.
▪️💠▪️
"Mana kuemu?"
Pertanyaan itu sontak membuat Hanna terkejut, entah angin dari mana yang bisa menjadikan kakeknya jadi seperti ini. Perasaan Hanna dicampur adukkan seperti adonan kue yang di mixer, dicampur dengan bumbu-bumbu rahasia yang entah apa namanya.
Hanna melihat Zein yang juga melihatnya, sama-sama menunjukkan kebingungan.
"Kamu ke sini mau mengirimkan kue untukku kan? Mana kuenya?" tanya si kakek lagi.
Laki-laki tua yang sudah memutih rambutnya itu berkata dengan tegas, tidak melihat sedikitpun ke arah Hanna yang berada di dekatnya. Dia sibuk menatap anak-anak bermain di taman atau mungkin menatap masa lalunya?
"Ah? Ini Kek," ujar Hanna sambil menaruh kantong kuenya di atas kursi taman tepat di sebelah sang kakek. "Gimana kabar Kakek, baik?"
Hanna bertanya dengan ragu-ragu, tidak menyangka akan diberikan tanggapan seperti sekarang. Tangannya bergetar hebat, kakinya seakan ingin meluber jadi tumpukan tanah yang subur.
"Aku baik."
Terharu, Hanna benar-benar ingin menangis sekarang karena perubahan sikap kakeknya. Tapi dia berusaha menahan dan menguatkan diri agar tidak menangis di sini.
"Nona, Kakek tua itu sedang kerasukan makhluk halus?" bisik Zein kepada Hanna yang bersebelahan dengannya. Dia menempelkan tangan dan mendekatkan wajahnya di telinga Hanna--seorang gadis yang harusnya tengah terharu dan senang--seperti mendapatkan bisikan ghoib.
Delikkan kesal dari Hanna langsung tertuju pada Zein di detik berikutnya tidak jadi terharu, membuat sang empu langsung menunjukkan deretan giginya yang rapih dan putih itu.
"Pulanglah, hari ini akan turun hujan," ujar kakek tiba-tiba membuat Hanna terkejut untuk yang kesekian kalinya.
"Kakek ... aku--"
"Pulang, perjalanan ke kota cukup jauh."
Hanna terdiam setelah perkataannya dipotong oleh kakek Sanjaya, dia merasa kalau sang kakek enggan ditanyai atau mengobrol lebih panjang lagi dengan Hanna. Tapi, walaupun demikian Hanna sudah merasa senang karena kakeknya menyambut dengan sedikit ramah dan mengkhawatirkannya.
Hanna melirik Zein sekilas, anak itu hanya tersenyum dan mengangguk kecil. Kemudian Hanna meraup udara sebanyak-banyaknya bersiap untuk berpamitan.
"Terima kasih, Kek. Kakek udah khawatir sama Hanna, terima kasih banyak. Kakek sehat-sehat ya, dimakan kuenya."
"Terima kasih karena sudah mau mencoba menerima Hanna."
Hanna dan Zein pun meninggalkan taman beriringan, membiarkan kakek Sanjaya yang masih termenung menatap anak-anak bermain.
"Zein, menurutmu apa yang terjadi dengan kakek?" tanya Hanna dengan tatapan kosong pada jalanan.
Saat ini gadis itu sedang dilanda kebingungan, tidak mengerti apapun yang sedang terjadi sekarang. Banyak hal yang cukup kontras perubahannya dalam hidup Hanna, antara bisa diterima atau tidak.
Zein tersenyum kecil, untuk pertama kalinya Hanna meminta pendapat Zein. Laki-laki itu bangga pada dirinya sendiri karena merasa dibutuhkan.
"Menurutku beliau sedang di masa mulai sadar, Nona," jawab Zein sekenanya yang membuat Hanna mendelik sebal, menyesal sudah bertanya kepada Zein.
Semilir angin pedesaan yang sejuk walau di tengah hari membuat anak rambut Hanna beterbangan, gadis itu sesekali membenahi posisi surainya yang tentu saja di dalam pengawasan Zein.
Zein tersenyum kecil, rasa bahagia dalam dirinya tumpah ruah pada waktu saat bersama dengan Hanna.
"Nona, segala sesuatu yang terjadi itu gak cuman terjadi. Ada proses dan hasilnya. Kalau Nona merasa ini semua tidak bisa diterima akal sehat, cukup rasakan saja ... Nona berhak bahagia, kalau ada sesuatu jangan selalu disimpan sendirian. Aku sudah bilang berkali-kali, sekarang Nona punya aku."
Langkah mereka berhenti di depan gedung panti jompo yang baru, di antara tanaman bunga yang cantik-cantik dan sedap dipandang mata.
Satu ayunan tangan Zein menggenggam tangan Hanna, menatap dalam netra yang sang empu dengan tatapan lembut.
"Aku ada di sisimu, Nona. Aku akan selalu mendukungmu."
"Kamu masih orang asing untukku, Zein," jawab Hanna dengan mata berkaca-kaca.
Perasaannya kini tidak stabil, selalu diterpa berbagai macam kejadian yang tidak bisa dia kendalikan. Hanna yang dulu selalu memilih tidak perduli dengan apapun, kini jadi selalu mempermasalahkan hal kecil sekalipun.
Hanna menjadi orang yang sangat perasa, penuh dengan emosi yang hilir mudik tidak terkendali. Bahkan, dia sendiri kebingungan untuk mengatasinya.
"Tapi, Nona tidak pernah jadi orang lain untukku, Nona menjadi segalanya untukku. Jangan terlalu keras pada diri sendiri, Nona. Lepaskan beban yang membelenggu itu, tersenyumlah," ujar Zein sambil mengusap kepala Hanna pelan.
Hanna terenyuh kala perkataan-perkataan itu keluar dari mulut Zein, Hanna tersenyum kecil yang bersamaan dengan senyum manis itu, buliran bening di matanya tumpah membentuk jejak di pipi halus milik Hanna.
Zein tertegun, senyum yang dia nantikan terbit tapi bersamaan dengan air mata. Kali ini Zein bingung harus berbuat apa, dia tidak mengerti maksud dari senyuman dan tangis itu.
"Nona?" Zein kemudian membawa Hanna dalam dekapannya, mencoba untuk menenangkan Hanna.
Tangannya bergerak mengusap rambut Hanna dengan haru, sedangkan Hanna mau tidak mau terbenam di dada bidang milik Zein.
"Kau tahu, aku belum bisa menerima semua ini, Zein ...," keluh Hanna dengan suara parau diselang tangisan.
"He'eum, menangislah. Biarkan aku jadi sandaran untukmu menangis, Nona," imbuh Zein sembari mengusap air mata di pipi Hanna sekaligus menyelipkan rambutnya di belakang telinga.
Aku akan mengusap air matamu yang mengalir sekalipun itu selamanya, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar menerima aku dalam hidupmu, Nona.
"Mana bisa aku bersandar pada laki-laki gila sepertimu," lirih Hanna sambil memukul Zein pelan.
Zein terkekeh kecil, dia kemudian mengusap kembali kepala Hanna dengan sayang.
"Setidaknya laki-laki gila ini akan berusaha untuk selalu ada di sisimu, Nona"
"Menyebalkan."
▪️💠▪️
-V_Jey
Bandung, 22 Mei 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER For 'EVER'
ChickLit💠💠💠 (Sensor: 17+, untuk muda-mudi. Bukan balita!) Bagaimana rasanya dicintai dengan cara ugal-ugalan? Ini cerita tentang seorang wanita bernama Hanna Sanjaya yang dicintai oleh cogil kuliahan---Zein Aksama Putra dengan cara luar biasa. Kamu akan...