Episode 24
Percayalah, setelah pernah terluka ... sangat sulit untuk memberi percaya.
Benar kata orang, aku tidak bisa menebus sepersekian puluh tahun usiamu sebelum bersamaku, begitu pun kamu pada masa laluku.
▪️💠▪️
Hanna menyelipkan rambutnya di telinga, memasang earphone yang mendendangkan lagu 3D milik seniman musik dari Korea Selatan yang sedang terkenal dan booming. Sebuah lagu cinta yang menggambarkan perasaan menggebu-gebu ingin bertemu dengan kekasihnya.
Mendengarkan setiap lirik yang mengalun di handphone-nya, Hanna merasa cukup tenang. Dengan bantuan musik, dia bisa mengalihkan beban pikirannya walau sejenak. Sekalipun dia hanya sekedar penikmat saja, bukan orang yang fanatik terhadap sesuatu hal.
Suara bising di sekitar Hanna tidak terdengar, riuh bisik di dalam angkot seperti angin lalu yang tidak Hanna pedulikan sama sekali. Bahkan dia tidak tahu kalau ada laki-laki abstrak mengikutinya sedari tadi, tersenyum-senyum sendiri seperti orang yang habis memenangkan lotre milyaran rupiah.
"Bang, kiri!" ujar Hanna sambil merogoh sakunya, mengambil uang yang sudah dia siapkan untuk menaiki angkot.
"Makasih," sambung Hanna saat dia menginjakkan kaki ke jalanan. Namun, baru saja berbalik badan dia terkejut bukan main saat bocah nakal yang selalu mengganggunya muncul begitu saja.
"Astaga, Zein! Sejak kapan kamu di sini?" tanya Hanna sambil melepas earphone-nya.
Zein tersenyum senang melihat reaksi Hanna dan berkata, "Sejak tadi aku mengikuti kamu, Nona. Tapi, kamu sibuk sendiri."
"Ya ampun, Zein. Buat apa kamu ngikutin aku ke tempat kerja?" cecar Hanna yang sekarang berada di restoran, hari ini dia kembali bekerja seperti biasa setelah sekian lama meliburkan diri.
"Aku mengantarmu, Nona. Supaya aman dan nyaman sampai tujuan," jawab Zein menjelaskan dengan nada lucu.
"Terus?"
"Terus aku sekarang mau balik lagi, mau kuliah. Semangat ya kerjanya, Nona."
"Hah ... kamu gila, Zein."
"Nona?"
"Apa?"
"Gak mau nyemangatin aku, gitu?"
"Eh? Kenapa saya haru semangatin kamu?" tanya Hanna menantang.
"Iya, semangatin aku supaya gak loyo pas matkul."
"Semangat," kata Hanna singkat, padat dan jelas karena tidak mau berlama-lama.
"Nona, yang benar saja!" protes Zein tidak terima kalau Hanna menyemangatinya sesingkat itu.
"Apa?"
Zein menghela napas panjang sebelum berujar, "Nona sangat cantik," puji Zein yang langsung mengubah air muka Hanna.
Tidak, kali ini bukan marah, bukan kesal, tapi sedikit tersentuh?
"Pergi Zein, saya sudah kesiangan," kata Hanna seraya pergi.
Aku mencintaimu, Nona. Aku benar-benar mencintaimu.
▪️💠▪️
Hanna melepas tasnya hendak menyimpan barang itu di loker pekerja. Namun, atensinya melihat sebuah benda yang terselip di antara tali tasnya.
Sebatang lili putih yang nampak sangat cantik, di daunnya terikat sebuah benang yang tersambung pada secarik kertas.
"Kata ibunya Lukman, lili putih itu menggambarkan cinta yang tulus, Nona. Jadi, kapan mau bertemu dengan ibunya Lukman?" tutur Hanna membaca tulisan di secarik kertas berwarna merah muda pada tangkai lili.
"Zein?" lirih Hanna tidak habis pikir, kenapa laki-laki itu melakukan segala cara untuk mendekatinya? Kenapa dia begitu pantang menyerah? Dan kenapa Hanna tidak bisa mengerti dengan semua ini?
Entah harus seperti apa aku bersikap padamu, Zein. Aku bingung ... aku, aku tidak tahu harus berbuat apa. Mata Hanna berkaca-kaca, menemukan dirinya yang hancur lebur kini gamang tidak terarah. Semuanya menjadi ambigu dalam waktu yang sesingkat ini.
▪️💠▪️
Zein sedang menyanggah dagunya sendiri sambil tersenyum-senyum di dalam kelas, sementara di depannya beberapa rekan sejawat tengah mempresentasikan materi sang dosen killer di kampus mereka.
Cuplikan-cuplikan di monitor besar tidak membuat Zein terpengaruh, dia sibuk melamun sambil sesekali terkekeh sendirian. Kelakuan laki-laki itu membuat Juni yang berada di sebelahnya nampak mengernyitkan dahi, merasa aneh melihat temannya seperti orang salah makan.
"Zein?" tanya Juni sambil menepuk pundak temannya.
Zein tidak menyahuti, dia masih ternggelem di dunia fantasi. Berselimutkan bayangan Hanna yang selalu berterbangan di kepalanya.
"Zein, woi!" ujar Juni lagi menaikkan intonasi bicaranya tapi masih tidak ada balasan.
"Zein?!" seru Lukman langsung membuat Zein terkejut dan hampir jatuh terjungkal dari kursi saking kerasnya.
"Hah? Apa?" kaget Zein sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Lu dipanggil dosen, Zein! Budek lo?" geram Lukman sambil menggeplak Zein dengan buku.
"Loh?" tanya Zein lagi sambil melihat ke depan, sang dosen sudah bersedekap tangan di depan dada, melihat Zein dengan tatapan intimidasi yang kuat. "Iya, Pak?"
"Kamu sedang apa? Melamun di kelas saya?!" Suara bariton itu seketika membuat kelas terdiam, penuh dengan aura dingin yang mencekam.
"Eh? Tidak, Pak."
"Jujur!"
Zein melirik ke kanan dan ke kiri, melihat Juni dan Lukman untuk meminta pertolongan, tapi kedua temannya hanya bisa menyeringai kecil.
"Zein, namamu Zein bukan? Anak pertukaran jurusan Manajemen Bisnis?"
"I-iya, Pak," kikuk Zein sambil mengerjap-ngerjapkan matanya yang bulat.
"Apa yang kamu lamunkan sedari tadi?"
"A-anu, Pak ... saya bingung sama materinya," kilah Zein langsung membuat sang dosen mengangguk dan membetulkan posisi kacamatanya.
"Kamu bingung di bagian yang mana?"
"Di--"
"Permisi Pak, saya mencari mahasiswa bernama Zein, siswa pertukaran dari Jakarta. Ada yang mau bertemu dengan dia," ujar humas kampus langsung memotong perkataan Zein.
Zein yang merasa dipanggil pun seperti mendapatkan hidayah, dia langsung saja berdiri tegak dan mengacungkan tangannya. "Saya, Pak?"
"Ya sudah kamu boleh pergi."
"Baik, Pak. Terima kasih."
Zein segera beranjak dan keluar kelas, dia menghela napas lega kala tidak lagi terlibat dalam amukan pak dosen.
"Pak, siapa yang mau bertemu dengan saya?" tanya Zein berjalan mengikuti humas kampus. Seorang pria paruh baya yang tinggi tegap seperti tentara.
"Saya tidak tahu, coba kamu lihat dulu. Silahkan," kata Humas lalu membuka pintu kaca ruangan pimpinan.
Zein tanpa ragu masuk ke sana dengan senyum yang mengembang, tapi baru saja satu langkah dia memasuki ruangan itu, senyumnya luncur seketika.
"Ayah?"
▪️💠▪️
-V_Jey
Bandung, 21 Mei 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER For 'EVER'
ChickLit💠💠💠 (Sensor: 17+, untuk muda-mudi. Bukan balita!) Bagaimana rasanya dicintai dengan cara ugal-ugalan? Ini cerita tentang seorang wanita bernama Hanna Sanjaya yang dicintai oleh cogil kuliahan---Zein Aksama Putra dengan cara luar biasa. Kamu akan...