XXXIII - So it's Not easy

24 6 2
                                    

Episode 33

Pilihanku, hanya kamu.

️▪️💠▪️

"JADI, KAMU DATANG KE BANDUNG CUMAN BUAT MAIN-MAIN?! GAK KULIAH?! ASTAGA ZEIN, AYAH UDAH BERHARAP BANYAK SAMA KAMU! AYAH GAK SETUJU KAMU SAMA HANNA, DIA PELAYAN DI RESTORAN AYAH, ZEIN! KAMU TAHU ITU, KAMU LIAT SENDIRI DIA WAKTU KITA MAKAN DI SANA!"

Pak Prama mengepalkan tangannya kuat, berkali-kali memukul meja di depannya karena emosi. Anak semata wayangnya tidak bisa diandalkan dan dipercaya, ditambah lagi dengan hubungannya yang tidak pak Prama ketahui.

"Sudah, Prama ... anakmu baru saja mendingan, jangan terlalu keras," ujar nenek Marina sambil mengusap rambut cucunya yang sedari tadi duduk di sofa dengan kepala yang menunduk dalam.

"Kenapa ibu belain dia, sih? Dia salah, dia harus dididik dengan benar!" tangkas pak Prama.

"Aku mencintai Hanna, Ayah."

"BAGUS! MENJAWAB PULA! CINTA APA SIH MAKSUD KAMU, ZEIN? BARU HAMPIR DUA BULAN KAMU DI SINI SUDAH MEMBAHAS CINTA-CINTAAN, KAMU MASIH KULIAH!"

"Cinta gak memandang apapun, Yah."

"TAPI AYAH BERHARAP BANYAK SAMA KAMU! KAMU ITU ANAK AYAH SATU-SATUNYA!"

"Kalau begitu, cukup. Jangan berharap kepada Zein, Yah. Ayah tahu sendiri, kita itu beda pemikiran! Dari dulu Zein nurutin apa kata Ayah, sekarang Zein mau minta ini dari Ayah."

"Kamu keras kepala!"

"Zein minta, biarin Zein mencintai Hanna, tolong Ayah," pinta Zein dengan mata me-merah.

"Ada apa dengan gadis pelayan itu?"

"Dia cantik, baik, Ayah sudah liat dia kan?"

"Gak cukup itu, Zein! Cinta kamu hanya perasaan manipulatif aja, cinta monyet!"

"Zein gak peduli mau ini cinta monyet, babi, gajah atau apapun itu. Zein tetep mau di sini sampai pertukaran mahasiswa selesai, Zein akan tetap mencintai Hanna!"

Zein bersikeras dengan tentang keinginannya, menentang sang ayah yang memang menyuruhnya untuk pulang ke Jakarta.

Sedangkan pak Prama hanya mendengus kesal, melihat anaknya yang sudah mulai melawan.

"Oke! Sampai pertukaran mahasiswa selesai, setelah itu kembali ke Jakarta dan jangan berharap kamu bisa membawa Hanna!"

"Kalau begitu, Zein akan tetap di sini! Gak akan ke Jakarta lagi!"

"Ayah akan bilang pada ibumu, kalau anaknya susah diatur! Bagaimana?!"

"Ayah!"

"Ayolah, Zein. Ayah pusing sama kamu, Ayah cuman mau kamu fokus kuliah dulu! Soal Hanna bisa kita bahas nanti!"

"Sudah ... kalian ini harus ngomong baik-baik, dalam obrolan yang dingin. Bukan seperti ini, teriak-teriak bikin nenek pusing!"

"Astaga, Ibu masih bela dia?!"

"Sudah, Prama! Mulai berani kamu membentak aku? Ck! Anak menyebalkan."

"Ha?"

"Iya, Nek. Ayah memang menyebalkan!"

"Heh! Anak nakal!"

Zein melengos pergi meninggalkan ayahnya yang sedang menggerutu tidak jelas, dia masuk ke kamarnya yang ada di rumah sang nenek, mengunci diri di sana.

Pak Prama duduk di sofa, dia sedang berusaha menenangkan dirinya sambil memijat pelipis. "Anak itu makin sini makin susah diatur."

"Dia sudah besar dan itu resiko dari apa yang kamu lakukan, Prama. Kamu menyekolahkan dia hingga bisa membedakan yang mana baik dan buruk, kamu mendidik dia hingga tahu bagaimana cara berpendapat dan menentang. Orang tualah yang mendukung semua itu, Pram. Dan sekarang ketika sudah dewasa, dia tidak bisa lagi dikekang, dia sudah pintar dan pandai dalam segala hal." Nenek Marina ikut duduk di samping putranya, bertutur dengan lembut sambil menyeduhkan teh yang sudah tersedia di atas meja.

NEVER For 'EVER'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang