Episode 32
Aku ingin, kalau suatu saat kamu mempercayai seseorang lagi, akulah orang yang kamu pilih untuk kepercayaan itu.
️▪️💠▪️
Hanna duduk di depan rumahnya sendirian, menyanggah dagu sambil melirik ke sekelilingnya dengan tatapan sendu.
Teras rumah Hanna dulunya hanya ada satu kursi dan meja, kini sudah memiliki dua kursi dan banyak bunga yang cantik-cantik. Bukan, bukan Hanna yang membeli bunga-bunga itu. Tapi, Zein yang selalu membawa bunga kala berkunjung ke rumahnya tanpa diundang dan diminta.
"Hmmm, gimana keadaan Zein sekarang ya?" Monolog Hanna terus mengingat laki-laki yang beberapa hari ini tidak dia temui.
Di rumah sakit kala itu, Hanna diminta untuk pulang dan jangan ke sana lagi oleh pak Prama, katanya pak Prama dan nenek Marina akan menunggu Zein pulih untuk menjelaskan semuanya.
Awalnya Hanna ingin menolak, tapi apa boleh buat. Dia tidak bisa melakukan apapun, karena memang dia bukanlah siapa-siapa.
Hanna mendesah lagi, mencoba melegakan hatinya yang tidak karuan. Perasaannya tidak tenang dan ingin tahu bagaimana keadaan Zein yang sekarang tengah sakit karenanya juga.
"Apa aku memaksa ke sana saja?" tanya Hanna pada dirinya sendiri.
Hanna pun beranjak dari duduknya, dia menyerah untuk memikirkan Zein. Kini Hanna memiliki tujuan lain selagi tidak bekerja karena sempat lembur selama dua hari berturut-turut, gadis itu masuk ke dalam rumah dan mulai mempersiapkan diri.
Hari ini dia berencana untuk mencari rumah sederhana dan membelinya, setidaknya berisikan dua kamar karena Hanna berencana untuk membawa kakek tinggal bersama.
Uang tabungan Hanna yang dia kumpulkan selama bertahun-tahun pun diarahkan untuk tujuan ini, tinggal bersama keluarga kecilnya dan bahagia.
▪️💠▪️
Hanna berjalan menyusuri kota dari satu tempat ke tempat lain mengunakan angkot, kenyataannya berkeliling mencari rumah tidaklah mudah. Apalagi kriteria yang nyaman dan sesuai dengan budget, di kota sudah serba mahal dalam jual beli apapun, sudah jelas berimbas juga pada harga bangunan dan tanah.
Bangunan di kota kebanyakan bertempat di lahan yang sempit dengan diperbesar ke atas, entah sampai berapa lantai rumah mereka. Sesuai dengan keuangan dan kebutuhan masing-masing.
Ada pula tanah luas dan akses terjangkau, rata-rata itu dari warisan orang tua mereka dahulu. Ya, meskipun ada beberapa yang memang mampu membelinya dengan harga berapapun.
Hanna melipir ke sebuah warung untuk membeli minum guna menghilangkan rasa hausnya, kemudian dia beristirahat di kursi besi pinggir jalan.
"Huh! Cape juga ya, cari rumah di sini," kata Hanna seraya menutup botol yang dia minum.
Dia menyenderkan punggungnya di penyangga kursi, mendongak menatap langit yang terhalang oleh beberapa pohon tinggi yang besar.
"Seharusnya di sekitar sini ada taman film 'kan?" tanya Hanna kembali, dia mulai menegakkan tubuhnya melihat sekitar.
Beberapa detik menghela napas, Hanna pun mulai kembali berjalan. Kali ini berniat untuk melihat taman film yang dirasanya ada di sekitar sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER For 'EVER'
ChickLit💠💠💠 (Sensor: 17+, untuk muda-mudi. Bukan balita!) Bagaimana rasanya dicintai dengan cara ugal-ugalan? Ini cerita tentang seorang wanita bernama Hanna Sanjaya yang dicintai oleh cogil kuliahan---Zein Aksama Putra dengan cara luar biasa. Kamu akan...