7 - Verona dan "Mungkin Dia Istri" Ignatius

308 29 3
                                    

"Verona," panggilannya membekukan air mata.

Satu tangannya menepuk punggung.
Satu tangan yang lain mengusap kepala.

Pipiku bersandar pada dada yang kokoh dan tak segan menghalangiku dari segala marabahaya dunia luar.

Dia adalah makhluk paling dingin kulitnya, tetapi dia yang menyalakan api unggun di sanubari.

Astaga, kenapa aku selega ini?

Eh, tunggu. Ini salah!!!

Argh, Ignatius bajingan!!! Mana mungkin aku bisa lega setelah tahu kau itu punya seorang putra!!!!

AKU BISA GILA!!!!

"Lepaskan budak itu." Zester masih keras kepala.

Ignatius membalasnya dengan tatapan mata. "Kau mau kupenggal sekarang, nak?"

Zester menunjukku. "Budak itu memiliki bau darah sebusuk 'darah mereka'!!! Mana mungkin ayah tidak merasakannya? Cepat kembalikan budak itu ke tempat ia seharusnya berada!!!"

Tiba-tiba seonggok daging jatuh ke lantai.

Zester bungkam dan nanar melihat ke belakang. Salah satu ekornya telah terpotong.

Kejadiannya begitu cepat sampai aku bahkan tidak tahu apakah Ignatius sempat bergerak satu centi.

"Zester Edolia Scarlette." Ignatius menyatakan. "Sebagai Kepala Keluarga Scarlette, kuberi engkau hukuman selama satu bulan disebabkan oleh sikapnya yang begitu kurang ajar terhadap wanita milikku."

Hah? Si sinting ini tadi dia memanggilku apa?

Kelopak bawah mata Zester berkedut. "Ayah, JANGAN BERCANDA!!!"

"KAU PIKIR 50 TAHUN ITU CUKUP AGAR KAU LANCANG PADAKU?!!! SADAR DIRILAH DI MANA POSISIMU, ZESTER!!!" Suara Ignatius menggelegar sampai kurasa seisi kastil pasti mendengarnya.

Gigi tarik Zester bergemeretak. Ekor-ekornya menguap di udara, bersamaan dengan sinar bulan purnama masuk ke jendela. Untuk sesaat, barangkali karena rembulan yang menghantarkan hawa yang dingin. Aku bisa melihat niat membunuh yang tersirat di wajah Zester.

Wah gila. Apa jangan-jangan orang yang membunuh Ignatius di masa depan adalah anak ini?

"Anda jangan terlalu keras pada Tuan Muda Zester." Kali ini suara seorang wanita yang muncul. "Bagaimana pun anak itu adalah satu-satunya pewaris yang Anda pilih."

Aku melengok ke samping dan sana ada sosok yang memiliki rambut merah berapi-api. Bibirnya tersenyum manis, tetapi tatapannya begitu bengis. Dialah sosok nyata bunga amarilis.

Elegan, jelita, dan segala-galanya yang terindah untuk dunia.

Dia sudah pasti orang yang pantas jika dipanggil sebagai Istri Ignatius.

Sialan, dadaku dicubit hanya karena memikirkan hal konyol begitu.

"Tutup mulutmu, Astoria." Ignatius menyeretku menjauh dari situasi yang kacau.

Aku memandang wanita itu sekali lagi dan terpaksa berpaling saking kesalnya. Apa sesungguhnya arti dari kehadiranku sebagai budak milik Ignatius?

***

Ketika akhirnya aku berada di dalam kamar Ignatius, segala rasa kasihan atau pun sedihku telah sirna.

Ah, tentu aku masih ingat bagaimana Ignatius terbunuh di tempat ini. Aku juga ingat tatapan benci Tuan Muda Zester terhadapku. Atau raut Astoria yang tak bisa kubaca.

Konyol sekali jika aku mulai berpikir, menjadi "makanan" Ignatius tidak akan membawa dampak buruk apapun.

"Verona." Ignatius memecah diam, tangannya sudah maju meraih pundak.

Scarlette Lips (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang