6 - Verona dan Putra Ignatius

274 28 4
                                    

Di mana Ignatius? Ignatius di mana? Vampir sialan itu tidak boleh mati!!!

Argh, sialan! Aku belum hapal isi kastil ini. Aku hanya tahu letak kamar Ignatius karena itu yang terakhir kali kulihat.

Apa jangan-jangan Ignatius sudah ada di sana?

Aku harus cepat! Sebelum pembunuh itu menghancurkan masa depan!!!

Aku harus berlari. Aku harus terus berlari sampai menemukan Ignatius!

"BERHENTI!!!" Tangan seseorang menarik lenganku ke belakang.

Aku berharap itu Ignatius.

"Ada apa denganmu?!!" Javier membentak dan melepas tanganku dengan kasar. "Berlari seperti orang gila di kastil Tuan Scarlette itu tidak sopan!!!"

Javier lalu bilang bahwa aku telah mengganggu rapat Ignatius dengan para anggota keluarga Scarlette. Aku tak menyangka akan sampai di depan pintu ruang kerja Ignatius.

Aku dari tadi terlanjur panik sampai tak mengenal kemana kakiku menuju.

Jadi ... detik ini kemungkinan Ignatius masih hidup.

Astaga, demi dewa-dewi.

Mataku panas. Bibirku bergetar. Bayangan masa depan Ignatius yang tewas mengenaskan menusuk seluruh saraf di tubuhku.

"H-hey! Kenapa kau tiba-tiba menangis?!!" Javier masih membentak walau kali ini dia yang panik. "Masa diteriaki sedikit kau langsung menangis??"

Argh, aku ingin sekali bilang: Lalu kau ingin aku bagaimana?!! Jika Ignatius mati, aku juga akan mati!!!

Aku ingin hidup. Aku tidak mau mati!!!

Aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati!

AKU TIDAK MAU MATI JIKA IGNATIUS MATI!!!

"Ada apa ini?" Sekonyong-konyong ada sosok anak laki-laki menegur.

Kedua matanya merah berpendar. Berbanding terbalik dengan warna rambutnya yang merupakan biru langit. Dia vampir dengan wajah termuda yang pernah kutemui. Tinggi tubuhnya mungkin hanya mampu menggapai bawah ketiak Ignatius.

Aku tidak pandai menerka level aura sihir seseorang, tetapi aku tahu kehadiran pemuda ini telah mengubah atmosfer ruangan menjadi penuh ketegangan.

Senyum anak merekah saat menyadari kehadiranku. "Wah siapa ini?" Dia melirik Javier. "Tamu baru kita?"

Javier mendecak. Terpaksa menunduk hormat dan tak lupa meluncurkan mata sinisnya padaku. "Tuan Muda Zester, manusia ini budak baru Tuan Besar."

"Budak?" Anak itu kaget. "Ayahanda membeli budak lagi? Untuk apa dia melakukan hal sia-sia begitu?!!"

Aku ternganga.

Ignatius ... dipanggil Ayahanda?

Aya - han - da?

Ayah?

Father?

Papa?

Daddy?

Ignatius adalah pria yang sudah beristri.

Lalu semua perbuatan zina yang ia lakukan itu apa? Mulai dari caranya menghisap darahku dengan begitu sensual. Atau caranya menjilati tubuhku.

Hah ... demi dewa-dewi.

Rasanya nyawaku berkurang setengah karena diserang oleh fakta sekejam ini.

"Heh, budak hina!" Tuan Muda Zester meninggikan suara. "Apa kau itu penyihir? Atau wanita buangan dari rumah bordil? Bagaimana mungkin Ayahanda mau-maunya membeli budak rendahan seperti ini. Ayahku, Ignatius Scarlette juga punya harga diri!!! Budak kotor sepertimu memberi makan ayahku dengan darah penyakitan. AKU TIDAK TERIMA!!!"

Scarlette Lips (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang