Aku bermimpi tentang masa depan yang berbeda dibanding yang biasanya.
Ada satu waktu di mana sosok Ignatius keluar dari kabut putih. Dia tampak berantakkan, babak belur dan terluka di banyak tempat. Namun, aku menghampirinya kemudian memeluknya dengan bahagia dan menangis sesenggukan seakan tak bertemu bertahun-tahun.
Lalu ada satu waktu, di mana aku sendiri di sebuah kamar asing dan aku sendirian. Memegang sebuah pena. Lalu aku mengangkat pena itu tepat ke mata. Napasku memburu. Antara gejolak adrenalin dan takut. Aku sudah siap menghancurkan mata ini. Aku tak peduli lagi dengan dunia.
Lalu ada satu waktu yang lain. Waktu yang aneh sebab sekarang hal itu sudah tak mungkin terjadi. Di malam aku dibeli dari pedagang budak. Pembunuh bayaran menyerang dan Javier terpenggal di depan mata.
Waktu kembali berpantulan dengan acak. Hingga aku berhentu di depan sosok yang memegang bola kaca. Di bawah langit berbintang dan ada suara-suara samar keluar dari bola kaca tersebut.
"Kau masih ingin menentang? Kau tidak sadar berada di posisi apa hah!!! Jika kau masih ingin berguna dan memenuhi kesepakatan kita, SERAHKAN LOKASI TUAN PUTRI ELOISE BERADA!!!"
Dan teriakan marah itu, menyentakku terbangun dari tempat tidur. Napasku putus-putus, jantungku berdegup nyeri.
Ignatius terlelap di sampingku, tetapi aku merasakan derita yang teramat menyiksa sejak melihat mimpi masa depan.
Aku tidak tahu mengapa. Rasanya apapun yang terjadi selanjutnya, aku akan kehilangan Ignatius.
Aku tidak mengerti. Apa yang sebenarnya diinginkan dewa-dewi?
Masa depan macam apa yang bisa kuubah?
Aku turun dari tempat tidur dan mengenakan gaun tidur sebelum memutuskan keluar. Aku berlari tanpa alas kaki. Aku memandang ke luar jendela dan langit berbintang yang kuingat sama persis.
Kalau dari posisinya, mungkin orang yang ingin kutemui ada di luar penginapan.
Aku pun bergegas. Melewati suara dengkuran dan lelap dari para penghuni penginapan yang lain. Peluhku menghangatkan tubuh saat angin malam yang keji menerjang.
Saat aku menuruni tangga dan membuka pintu keluar, akhirnya aku menemukan orang itu. Tepat seperti yang kulihat, berdiri dengan memegang bola kaca sihir.
"Mengapa di saat seperti ini, Anda terbangun, Nona?" Javier memutar tubuhnya menghadapku.
Senyum dinginnya, mengosongkan paru-paruku. "Ah, mungkin karena mata Anda yang bisa melihatnya ya?"
Aku kembali teringat bagaimana di penglihatan yang pertama, Javier sungguh tewas saat pembunuh bayaran menyerang. Aku mengubah nasibnya saat itu.
Aku telah menyelamatkan si pengkhianat.
Namun, di saat yang sama ada banyak pertanyaan yang ingin kuajukan padanya. Jika memang dialah mata-mata Altair yang menjadi parasit di Scarlette, lalu mengapa pembunuh bayaran itu membunuh Javier pula?
Apa jangan-jangan Javier dibuang Putra Mahkota jika Ignatius mati?
Sebenarnya kesepakatan apa yang terjadi antara Javier dan Altair?
"Maafkan saya, Nona. Bahkan jika mata emas sudah memperlihatkannya, Anda sudah terlambat." Javier berjalan maju dan membuang bola kaca sihir ke sembarang arah. "Sebentar lagi, Putra Mahkota akan tiba."
Javier merenggut dan mencekik leherku seketika dengan sikunya. Gerakannya cepat sekali sampai aku tak bisa mengelak. Tubuhku ditahan sekuat tenaga dan Javier memutar agar aku bisa melihat pemandangan pasukan berkuda dari kejauhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlette Lips (TAMAT)
Romance21+ Tuan Ignatius adalah pembunuh yang bertransmigrasi menjadi vampir di negara yang membenci ras vampir. Verona adalah budak bisu yang Ignatius beli saat dia bosan dan lapar. Bukannya merasa kenyang, Verona justru membawa badai kepada bangsa vampir...