Rindunya membuncah saat gigi taring Ignatius menggali ke dalam kulit. Verona mendesah kesakitan dan memeluk kekasihnya sebagai pegangan.
Sementara Ignatius menarik agar tubuh wanita itu merapat padanya. Ignatius menggeram dan menyandarkan punggungnya di kursi saat sensasi darah manis Verona memabukkannya. Sesekali pria vampir itu meremas pinggul Verona agar menari di atas pangkuan.
Dahi Ignatius mengerut saat merasakan percikan sihir asing dari darah Verona. Mungkin ini efek samping yang wanita ini terima setelah Altair berkali-kali memaksanya mengintip masa depan.
Ignatius memejamkan mata dan menahan sakit di dada. Dia alirkan sihir ke tubuh Verona meski itu hanya sedikit. Sayang, sekeliling Istana Palais masih dipasang sihir anti vampir. Ignatius tak bisa sepenuhnya menetralisir sihir asing ini dari Verona.
"Ampuni aku, sayang." Ignatius melirih dan memagut bibir Verona.
Ignatius tahu betul tiga bulan tak berjumpa itu terlalu lama. Kedua matanya panas jika membayangkan siksaan apa yang Verona terima di tempat terkutuk ini.
Namun, rencana ini memerlukan momen dan momen penentu adalah segalanya.
Pesta Debut Musim Semi adalah satu-satunya kesempatan semua bangsawan negara ini berkumpul di satu tempat. Hanya satu momen ini, kami bisa membalikkan keadaan agar semua orang melihat jelas betapa bobroknya Keluarga Kerajaan.
Seandainya musim dingin bisa berlalu cepat, Ignatius ingin segera membawa Verona pulang.
Ignatius hanya ingin dia pulang.
Verona seharusnya berada di tempat di mana dia bisa tertawa bebas.
Ignatius, kau sudah berusaha. Verona menyandarkan dahinya di pundak Ignatius. Aku bahagia sekali, kau sudah berjuang demi diriku.
"Berjuang apanya." Ignatius tersenyum masam dan menyisir rambut Verona yang seharum bunga dengan jemari. "Aku bahkan masih tidak bisa menggunakan sihir seni darah. Aku yang sekarang tidak bisa bertarung jika berada di Istana."
Pedih sekali Ignatius mengakui kelemahannya di depan Verona. Rasanya dia seperti mengingkari janjinya untuk menjadi tempat teraman bagi Verona. Rasanya seolah dirinya seorang munafik yang menaruh harapan berlebihan.
Dan sekalipun demikian, Ignatius tidak akan menyerah dan berhenti sampai akhirnya kita bertemu. Verona tersenyum dan mengecup leher Ignatius gemas.
Ignatius masih cemberut. "Ngomong-ngomong mengapa kau perlu berakting menangis saat Raja jatuh dari panggung? Aku juga dengar kau menangis sesenggukan saat Ratu memilikimu! Apa yang kau pikirkan? Kamu kan tahu hatiku sakit kalau mendengarmu menangis?"
Verona memutar bola mata. Siapa di kerajaan ini yang tidak kasihan jika mendengar seorang wanita bisu menangis? Ayolah aktingku bagus! Lagi pula itu akting yang perlu dilakukan di situasi yang tepat. Aku juga bisa membantu.
Ignatius menggeleng dan menyusuri rambut Verona hingga ke belakang kepala. "Aku tidak perlu air mata jika ingin membebaskanmu dari belenggu istana ini. Saat istana ini runtuh dan Kerajaan Aurum musnah, kita tidak akan terpisah lagi."
Setelah puas bercumbu di kursi, Ignatius mengangkat tubuh Verona dengan mencengkram pahanya agar tetap memeluk pinggang. Bibir mereka tak sedetikpun terlepas bahkan saat Ignatius merebahkan Verona lembut di ranjang.
Ignatius, kau masih ingat janjimu padaku? Verona lebih dulu menghentikan ciuman tersebut dan menarik napas sekuat tenaga tuk memandang sorot mata Ignatius yang bagaikan cermin dunia.
"Janji untuk menikahimu?" Ignatius mulai melorotkan gaun yang dikenakan Verona.
Verona menggeleng cepat dan menulis di dada Ignatius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlette Lips (TAMAT)
Romance21+ Tuan Ignatius adalah pembunuh yang bertransmigrasi menjadi vampir di negara yang membenci ras vampir. Verona adalah budak bisu yang Ignatius beli saat dia bosan dan lapar. Bukannya merasa kenyang, Verona justru membawa badai kepada bangsa vampir...