Hari itu adalah momen-momen menjelang hari jadi Nocturna yang pertama.
Saat itu aku baru saja selesai memberikan sentuhan terakhir pada lukisan terbaruku.
"Lucy apa kau merindukan Ibunda?" Aku menoleh pada putriku yang tersenyum riang di dalam keranjang. Sambil memainkan kuas kecil digenggaman tangannya.
Kami berada di ruangan khusus yang sengaja didedikasikan untuk hobi baruku. Aku masih menyukai memasak, tetapi sejak menikahi Verona, menjabat sebagai Duke Scarlette dan bersedih hari sebab teknologi kamera belum ditemukan, maka aku mulai memaksa diri untuk menggeluti bidang melukis.
Tentunya semua hasil lukisanku, memiliki kesamaan yang sama. Mereka semua adalah lukisan istri dan putriku tersayang.
Mulai dari lukisan Verona saat memakai gaun merah yang kubelikan, dia mirip bagaikan dewi. Atau lukisan Lucienne yang pertama kali bisa berjalan. Atau lukisan Verona dan Lucienne terlelap di bawah pohon.
Lalu lukisan yang sedang kukerjakan adalah Verona yang tidur terlungkup di atas ranjang. Tubuhnya hanya sebagian ditutupi selimut, dan bagian dadanya yang tertindih sungguh menggairahkan.
Aku melukis ini setelah baru saja bercinta dengan Verona pagi ini. Dia adalah sumber inspirasiku yang paling indah.
"Pah ... pah ...." Lucienne menggerakkan tangannya seolah sedang bertepuk.
"Tentu saja Lucienne adalah Putri Ayah yang sama cantiknya dengan Ibunda. Utututu." Kusentuh pucuk hidung Lucienne yang menggemaskan dan anak itu justru tertawa.
Suara tawanya bagaikan musik, hingga aku tak bisa menahan diri dan memberi kecupan di dahi putriku yang paling cantik di dunia. Gadisku terlahir dengan rambut serupa dengan warna bulan. Kedua mata merahnya bagai gemerlap permata rubi yang telah dipoles sedemikian indahnya.
Lalu hal yang paling membuatku bahagia adalah Lucienne mewarisi wajah Veronaku tercinta.
Ah, sungguh. Demi dewa-dewi. Bukankah hidup dikelilingi hal indah adalah suatu dosa?
Aku cukup bangga sebab sudah ahli menangkap aura cantik istri dan putriku meski belum disebut seorang pelukis ahli.
Jika ternyata aku tidak berbakat melukis, aku mungkin akan memotong tangan ini sampai berkali-kali agar mampu melukis seperti yang kuinginkan.
Pokoknya apapun yang terjadi, aku harus bisa melukis istri dan putriku sampai semua orang di dunia tidak akan mampu menandingi keindahan dua wanita yang paling kukasihi.
"Sayang!" Verona memanggil dan membuka pintu.
Wanita itu masih mengenakan kaus dan celana ketat yang biasa dipakainya untuk berlatih menaiki kuda.
Sama sepertiku, sejak menikah dan memiliki anak, Verona juga mengambil hobi baru. Setiap pagi dia akan berkuda dan mengelilingi wilayah Scarlette sembari menyapa para penduduk. Lalu menjelang siang, Verona akan mengambil latihan berpedang.
Aku hanya diizinkan sesekali berlatih bersamanya, sebab Verona akan lebih dulu kesal jika tak bisa menang dariku. Namun, jika aku mengalah, dia justru lebih marah karena seperti aku meremehkannya.
Semakin hari berlalu, aura tuan putrinya kian sirna dan berganti menjadi sosok nyonya besar yang dapat kupercaya.
"Sayang!" Verona membawakanku surat meski wajahnya masih berpeluh.
"Astaga." Aku menggeleng dan mengambil sapu tangan untuk mengelap wajahnya. "Apa yang membuatmu terburu-buru?"
Verona tertawa dan berkata, "Zester mengirim respon Ruthia. Mereka mau mengakui Nocturna sebagai negara dan bahkan bersedia membentuk kerja sama politik!"
![](https://img.wattpad.com/cover/364237339-288-k712034.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlette Lips (TAMAT)
Romance21+ Tuan Ignatius adalah pembunuh yang bertransmigrasi menjadi vampir di negara yang membenci ras vampir. Verona adalah budak bisu yang Ignatius beli saat dia bosan dan lapar. Bukannya merasa kenyang, Verona justru membawa badai kepada bangsa vampir...