39 - Ignatius dan Sidang Dewa-Dewi

92 14 0
                                    

Dari awal dunia ini memiliki batas yang ditetapkan dewa-dewi.

Selama itu tak melanggar aturan surga, semua makhluk memiliki kesempatan untuk berevolusi atau bahkan mengubah nasib.

Pada dasarnya kehidupan yang di dunia ini adalah sebuah penebusan dosa untukku. Sebab di kehidupanku yang dulu, aku telah merenggut banyak nyawa.

Aku yang dulu itu ... bagaimana ya? Sudah kehilangan hati sebagai manusia. Penghuni dunia yang kutahu, adalah orang-orang picik dan egois.

Hanya untuk merasa puas, aku dipukuli oleh kedua orangtua manusiaku sejak kecil.

Hanya untuk merasa berkuasa, seorang pembully mengurungku di toilet. Mencegahku untuk mengikuti tes penerimaan kuliah jurusan tata boga.

Lalu hanya untuk merasa menang setelah tahu aku didiskualifikasi, aku mulai mengambil pisau dapur. Satu-satunya kesempatanku lepas dari orangtua sialan itu adalah kuliah.

Dan aku gagal. Aku sudah berjuang menahan diri begitu lama dan membaca banyak buku sampai kertasnya ternodai darah mimisan. Aku rela diteriaki bos karena tidak becus bekerja. Aku masih tahan saat ayah bajingan itu memukul wajahku hingga rahangku bengkak esok hari. Lalu aku gagal untuk berjuang sebagai manusia.

Jadi aku membunuh mereka. Ayahku yang brengsek. Ibuku yang lemah dan tak bisa memperjuangkanku.

Satu persatu pelaku bully yang membuat darahku mendidih.

Lalu entah mengapa aku justru mulai membunuh teman-teman sekelas yang mengabaikanku?

Aku bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi padaku? Semua berita menyebutku orang gila si pembunuh berantai.

Kemudian kala suara sirine polisi menggema, aku memilih melompat ke tengah jalan. Sebuah truk pun melaju kencang dan melempar tubuhku sampai beberapa meter jauhnya.

Persetan jika neraka adalah tujuan terakhirku.

Sayangnya aku tidak pernah melihat neraka. Dan dilahirkan sebagai vampir di dunia yang membenci bangsa kami.

***

Istri Geraldine meninggal usai melahirkanku.

Bagi bangsa vampir, kehilangan belahan jiwa adalah siksaan penuh derita. Kata Geraldine rasanya seperti sebagian tubuhmu mati.

Aku tidak memiliki perasaan sebagai anak yang berbakti pada Geraldine. Jadi aku mengatakannya sebagai bercanda, bahwa istrinya mati karena menyelamatkan sosok yang bahkan bukan anaknya sendiri.

Pertama kalinya Geraldine menamparku. Tatapan matanya penuh takut dan murka. Dan kurasa sejak itu, jika kami hanya berdua orang itu memanggilku makhluk dunia lain.

Kurasa hidupku ini juga merupakan penebusan setelah merenggut nyawa istri Geraldine dan jiwa Ignatius yang asli.

Di dunia ini setidaknya keinginanku tidak lah muluk-muluk. Aku hanya perlu mengikuti arus. Memberikan tempat bernaung bagi vampir yang ditindas. Menjadi "pemimpin" yang mereka inginkan. Lalu hidup seperti itu sampai ratusan tahun kemudian kecuali jika aku bosan.

Hingga aku bertemu Verona dan aku mulai lebih egois.

Mungkin karena caranya memandangku tanpa gentar. Atau bagaimana dia merona saat ku menyentuhnya. Atau saat dia tertawa walau aku tidak berusaha membuat lelucon.

Aku menemukan rumah yang kuinginkan ketika bersamanya.

Maka dari itu, aku rela mematahkan setiap tulang dan membuang darah yang kumiliki untuk sepasang sayap dan menemui dirinya yang kesepian.

Scarlette Lips (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang