06. Alam dan Dia

114 24 45
                                    

"Berteman mungkin lebih indah, daripada mengungkapkan perasaan yang pada akhirnya menjadi asing karena sebuah penolakan."

- Roy Mahaputra

________________

06.30 WIB

"Yang katanya setelah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah, akan mengajak kita keliling desa," gerutu Zalya di pagi itu.

Wiranto nampak tak menghiraukannya, ia malah asik berbincang dengan Roy di teras rumah yang tak lupa di temani secangkir kopi hangat.

Sementara gadis bersurai panjang itu terus mengoceh seorang diri, rasa bosannya mulai bertambah ketika Roy lebih asik berbincang dengan Wiranto ketimbang sahabatnya sendiri. Ia benar-benar ingin menghirup udara segar, mendengar nyanyian burung-burung serta menikmati hembusan angin di bawah rindangnya pepohonan.

"Kalau gak ada yang peduli, aku main ke hutan aja sendirian." Gadis itu segera beranjak dari duduknya, memasukan kamera ke dalam Tote bag-nya, dan tak lupa membawa buku sejarah yang diberikan Wiranto kemarin.

Dengan sangat hati-hati, Zalya mengendap-endap berjalan melalui pintu belakang, yang pada akhirnya ia di kagetkan dengan suara yang menyahutinya dari arah belakang.

"Nakal, ya, hm?"

Zalya menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah si pemilik suara. Ia mendapati Roy dan Wiranto tengah berdiri memperhatikannya. "Mau kemana udah cantik seperti itu?" tanya Wiranto.

"Mau ke hutan!" ucap Zalya singkat yang sedari tadi masih menggerutu sebal.

"Mau ke hutan, atau mau ke diskotik, hm? Masa mau ke hutan pake dress," goda Roy yang kemudian terkekeh kecil. Memang Zalya pagi itu mengenakan dress putih setinggi lutut yang mana niatnya hanya ingin berfoto di hutan yang menjadi tempat favoritnya sedari dulu.

Wiranto membuang nafas gusar, pria paruh baya itu kemudian mengeluarkan dua buah sepeda dari garasi. "Hayu ikut kakek, kita jalan-jalan!" sahut Wiranto dari arah luar, lantas kedua remaja tersebut berlari ke arah si pemilik suara.

"Hari ini kita full kegiatan di luar," ucap Wiranto, sembari membereskan alat pancingnya. "Roy, kamu bawa sepeda yang satunya," lanjutnya.

"A-aku gimana?" tanya Zalya.

"Berdua sama gue!" timpal Roy. Namun gadis itu dengan cepat meraih sepedanya dan duduk di jok depan. "Aku yang goes, kamu duduk di belakang!" tegas Zalya.

"Mana ada cewe ngebonceng cowok!" maki Roy yang kemudian terkekeh geli.

"Kalo gak mau, diem aja di rumah," ucap Zalya yang kini mulai menggoes sepedanya.

"Udah, turuti aja kemauan Elleza, dia emang keras kepala," bisik Wiranto pada Roy.

"Kenapa setiap anak indigo pasti keras kepala," gumamnya. Lelaki itu mengalah dan duduk di belakang Zalya.

Cuaca yang cerah, kicauan burung-burung serta luasnya persawahan yang berjajar di sepanjang kiri kanan jalanan. Sapa ramah mulai terlontar dari warga sekitar, ketika Wiranto dan kedua remaja di belakangnya melewati orang-orang yang tengah bersiap melakukan aktivitasnya di pagi itu.

ELLEZALYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang