13. Bullying

101 33 73
                                    

Berhati-hatilah Puteri Elleza, kebencian dan pengkhianatan ada di sekelilingmu!
bisik seorang laki-laki dengan suara berat. Seketika Zalya menghentikan aktivitasnya dalam mencatat tugas setelah ia mendengar bisikan tersebut— bisikan yang begitu terdengar jelas di indera pendengarannya.

Zalya mengacak-acak rambutnya, menutup telinganya, dan melirik ke kiri dan ke kanan. Namun, tidak ada seorang pun yang berbicara kala itu, di saat otak mengerahkan semua tenaganya dalam mengerjakan tugas Matematika.

Suara laki-laki yang terdengar menggema di telinganya bukanlah halusinasi, setelah ia menyadari, bahwa dirinya memang mempunyai kemampuan melihat atau mendengar sesuatu yang tidak dapat dilihat dan didengar oleh orang biasa. Semua peringatan pasti menyimpan sebuah kejadian, Zalya hanya perlu memahami semua yang telah diperingatkan untuknya. Jika tidak, maka sesuatu yang telah diperingatkan tersebut bakalan benar-benar menimpa dirinya.

Bel istirahat pun berbunyi, menyadarkan lamunan Zalya yang sedari tadi memikirkan bisikan bersuara berat yang menghantui dirinya. Bahkan tugasnya belum terisi semua.

"Baik, anak-anak, sekarang tugasnya dikumpulkan, selesai ataupun tidak, Ibu minta dikumpulkan sekarang!" tegas guru Matematika. Terpaksa Zalya mengumpulkan buku tugasnya, walau masih banyak yang belum sempat diisinya.

"Ke kantin, yuk, sayang!" ajak Aditya pada gadis yang baru saja beranjak dari duduknya. Bagaimana ucapan Aditya barusan dapat membuat kedua pipinya memerah. Padahal sebelumnya, ia sangat benci ketika ada kata-kata manis yang terlontar untuknya.

Lantas si gadis bersurai hitam, mengangguk, mereka berjalan ke arah kantin dengan lengan Aditya yang merangkul pundak Zalya. Layaknya melihat fenomena langka, semua orang yang saat itu berada di koridor sekolah, seketika menepi, memberikan jalan untuk sepasang kekasih yang tengah berjalan di antara mereka. Pandangan mereka menampakan keanehan, benak mereka dipenuhi tanda tanya. Begitu pun dengan Sarah—sahabat dekat Zalya yang masih berdiri mematung, memperhatikan Zalya yang kini dapat ia simpulkan, bahwa itu bukanlah Zalya yang ia kenal.

Kini Zalya berhasil membuat anak-anak kelas dua belas yang mengagumi Aditya merasa iri padanya, yang mana gadis dingin itu, bisa memenangkan hati Aditya yang bagi mereka sulit untuk didapatkan.

"Tunggu!" panggil seseorang dari arah belakang, yang membuat Zalya dan Aditya membalikan badannya ke arah sumber suara.

"Clara," gumam Zalya.

"Gue mau bicara sama lo!" ucap Clara sembari menarik lengan Zalya, membawanya pergi, meninggalkan Aditya yang masih berdiri menyaksikan mereka berdua yang perlahan menjauh dari pandangannya.

Clara menarik lengan Zalya begitu kencang, membawanya masuk ke dalam salah satu toilet yang sudah lama tidak digunakan. "Kita mau ngapain, Ra?" tanya Zalya bingung. Namun, Clara tidak menjawabnya sepatah kata pun.

Di dalam toilet, nampak ada dua orang lainnya, Cherly dan Joe—teman satu kelas Clara. Mereka nampak tersenyum masam, ketika Clara menarik paksa Zalya, sehingga gadis itu hampir saja tersungkur.

"Sakit, Ra!" ucap Zalya.

"Cewek jalang seperti lo, bisa merasakan sakit juga ternyata," maki Clara sembari mendorong bahu Zalya.

"Apa maksud kamu, Ra!" sela Zalya dengan relung yang masih bingung.

"Gue nyesel sahabatan sama orang munafik seperti lo, Lya!" ucapnya sembari menarik kerah seragam Zalya.
"Lo cewek murahan, lo merebut kebahagiaan gue, lo merebut Roy dari gue ... dan karena kehadiran lo, gue selalu tersisihkan ... Roy lebih memprioritaskan  lo daripada ceweknya sendiri ... lo merebut Roy dari gue!" bentak Clara begitu penuh emosional, matanya memerah, dengan lengan yang masih mencengkram erat kerah baju si gadis bersurai hitam.

ELLEZALYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang