09. Merenggangnya Persahabatan

109 41 65
                                    

Libur sekolah telah usai. Semester baru pun menanti semua siswa-siswi untuk kembali mempelajari berbagai pelajaran di sekolah. Seorang gadis dengan surai panjang nan hitam itu tengah mengemasi beberapa buku untuk dimasukkan ke dalam tasnya.

Tanpa disengaja, Zalya kembali diingatkan ketika mendapati buku sejarah keraton Marga Cahya yang sempat diletakkannya di atas tumpukan buku pelajaran. Perasaannya kembali dilanda kegalauan, karena selama seminggu terakhir, ia sama sekali tidak dapat menerjemahkan artian dari isi buku misterius tersebut.

"Aku mungkin bisa saja menerjemahkan bahasa Sunda dengan bantuan kamus daerah ... tapi aku tidak bisa mengartikan aksara sundanya menjadi abjad yang aku tau selama ini, kalaupun aku bisa menerjemahkan aksaranya, itu mungkin akan butuh waktu cukup lama melihat betapa tebalnya buku ini," monolog Zalya di pagi itu. Dirinya masih memandangi isi dari buku yang sama sekali tidak ia mengerti.

"Zalya ... temenmu, Roy udah nungguin, tuh di luar!" ucap Fania sembari membuka pintu kamar Zalya. Sontak membuat gadis itu dengan segera memasukkan buku sejarah keraton ke dalam tasnya.

"Iya, Ma," jawabnya yang kemudian beranjak dari duduknya, bersiap untuk berangkat.

"Nah, gitu dong jadi cewek, pas gue udah nyampe di sini, lo juga udah siap, jadi gue gak usah nunggu lama!" ucap Roy.

"Nye-nye-nye," ucapnya sembari memakai helm. "Tumben pake motor!" Lanjutnya.

"Mobil gue dipake Bokap, buruan naik, gak ada sejarahnya ketua OSIS yang tampan ini harus kesiangan yang kesekian kalinya hanya gara-gara satu cewek ribet kayak, lo!" ucap Roy sombong.

"Iyaa, Kakak kelas yang galak," ucap Zalya sembari naik dan duduk di belakang sahabatnya yang bersiap menghidupkan kembali motornya.

Keduanya berangkat ke sekolah, yang mana setiap harinya si lelaki bermata elang itu selalu menjemput Zalya, berangkat bersama sejak SD sampai sekarang-SMA.

Persahabatan mereka terbilang cukup akrab tanpa ada perpecahan di antara keduanya, karena mereka tidak melibatkan sebuah perasaan di dalam pertemanan. Walaupun ada rasa lebih, Roy hanya bisa memendamnya seorang diri, demi menjaga persahabatannya tersebut agar tidak menjadi asing di kemudian hari.

"Katanya kamu mau bantuin aku buat menerjemahkan buku sejarah keraton!" ucap Zalya mengawali pembicaraan di tengah ramainya kendaraan yang berlalu lalang di sekitarnya.

"Nanti sore, deh, kalo gue gak ada jadwal latihan basket," jawab Roy yang sedari tadi fokus melihat ke arah jalan di depannya.

"Basket mah belakangan, utamakan bantu sahabat kamu ini, Roy," ucap Zalya yang sesekali memandangi lelaki di depannya dari kaca spion.

"Iya ... nanti sore kalo gue gak sibuk, ya, soalnya gue juga ada acara sama Clara!"

"Acara apa?" tanya Zalya yang mulai kesal.

"Biasa, ngerjain tugas bareng ... kelas gue lagi dilanda banyak tugas," jawab Roy yang membuat si gadis indigo merasa ada yang tengah disembunyikan Roy darinya.

"Gak papa, kan?" tanya Roy memastikan.

"Iya, gak papa kok, aku bisa menerjemahkannya sendiri!" jawab Zalya yang nampak putus asa.

"Yakin?" tanya Roy sekali lagi.

"Iya, lagian ini semua tentang silsilah leluhurku juga, jadi sudah sepatutnya aku tidak melibatkan orang luar untuk membantuku." Final Zalya.

Nampak di gerbang sekolah, tiga remaja tengah berdiri sembari berbincang-bincang. Clara, Sarah dan Dafa. Nampaknya, mereka tengah menunggu dua sahabatnya yang lain.

"Panjang umur juga, tuh, orang!" ucap Clara sembari menunjuk ke arah Roy yang baru saja tiba di depan mereka.

"Lya ... apa kabar, aku kangen banget sama kamu!" sapa Sarah pada gadis yang tengah turun dari motor yang dikendarai Roy. Lantas gadis dengan hijab syar'i itu segera memeluk Zalya, melepas rindunya.

ELLEZALYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang