21. Mati Rasa

61 14 51
                                    

"Kita selaku keluarga besar SMA Pesona Karya, mengucapkan turut berdukacita atas kepulangan Aditya Cakra Pratama, murid kelas 10 IPA-2!"

Bapak kepala sekolah yang mengumumkan kepulangan Aditya tersebut, berhasil menggemparkan seisi sekolah kala itu. Tepat saat Dafa dan Zalya sampai di lingkungan sekolah. Roy yang mendengar itu lantas bergegas menghampiri Zalya yang tengah turun dari motor Dafa. Disusul kedua sahabatnya yang lain—Sarah dan Clara yang kini sudah kembali bersekolah setelah pulih dari lukanya.

"Ini gak mungkin!" ucap Roy yang mulai mendekat ke arah Zalya dan Dafa.

Zalya hanya bisa terdiam. Kedua matanya nampak bengkak dan memerah, rasanya air mata pun sudah tak bisa mengeluarkan cairan kristal beningnya. Melihat itu, lantas Sarah memeluk Zalya, meredakan kesedihan bagi gadis yang baru saja kehilangan cintanya. Disusul Clara yang kini ikut memeluk Zalya.

"Kamu kuat, Lya, tidak ada sejarahnya perempuan seperti kamu berlarut-larut dalam kesedihan!" ucap Clara menguatkan Zalya.

"A-aku tidak sekuat itu, Ra, aku lemah jika mendapati seseorang yang sangat aku cintai pergi untuk selamanya," ucap Zalya begitu lirih. Rasa sakit yang tengah menimpanya sekarang, adalah rasa sakit yang begitu besar dan mungkin membekas di hidupnya.

"Untuk semua siswa dan siswi, harap segera berkumpul di aula sekolah! Acara akan segera dimulai!"  Suara pengumuman tersebut menyadarkan mereka yang tengah berlarut dalam duka. Kini mereka berjalan menuju aula untuk menyaksikan acara perpisahan kelas 12, sebelum nantinya akan ada acara kenaikan kelas 10 dan 11, juga dengan dibagikannya rapot dan berbagai hadiah dari pencapaian mereka selama ini.

Zalya berjalan paling belakang di antara mereka, melewati beberapa anggota OSIS dan beberapa siswa yang masih berdiri di lorong sekolah. Entah apa yang salah mengenai gadis itu, semua pasang mata langsung tertuju pada Zalya, dilengkapi dengan berbagai lontaran kata-kata menyakitkan yang membuat Zalya sedikit tertekan.

"Kiw ... Cewek! Itu matanya kok bengkak, habis nangis, ya? Jangan nangis dong, nanti cantiknya ilang!" goda salah satu siswa yang masih nongkrong di lorong yang berdekatan dengan aula sekolah.

"Ih, Rafi! Jangan godain Zalya kalau kamu masih pengen hidup!" timpal siswi yang lainnya.

"Maksud?" tanya seorang siswa yang dikenal dengan nama Rafi tersebut.

"Lo mikir gak, sih! Ketika seseorang berhadapan dengan Zalya, pasti esok harinya orang itu bakalan meninggal ... Pertama Cherly yang menyiksanya waktu itu, esok harinya dia meninggal, Kedua Aditya, dia kan pacarnya Zalya, terus tiba-tiba dia meninggal juga ... Ih, serem!" pekik salah satu siswi lainnya.

"Cantik-cantik tapi pembawa petaka!" timpal yang lainnya.

Namun, Zalya nampak tak menghiraukan lontaran buruk mereka. Ia tetap berjalan dengan pandangan yang kosong. Sarah dan Clara yang mendengar itu, lantas segera melirikkan badannya ke arah Zalya, dan menggandengnya untuk berjalan bersama-sama ke arah aula.

"Kalian jangan Deket lagi ya, sama aku ... Atau kalian juga akan menjadi korban bila kalian berada di dekatku!" ucap Zalya pada kedua sahabat yang kini menggandeng tangannya.

"Itu gak bener, Lya, jangan dengerin ucapan buruk mereka!" tukas Sarah.

Hari yang seharusnya dihiasi tawa kebahagiaan, justru adalah hari yang diselimuti tangisan duka bagi Zalya. Luka terbesarnya hadir tepat disaat ia menginjakkan usia 17 tahun hari ini. Semua kesedihan menimpanya menjadi satu pada hari atau minggu yang sama. Bahkan ia sudah mulai putus asa, rasanya tidak ingin lagi untuk bercinta yang kedua kalinya, jika akhirnya hanyalah sebuah perpisahan.

Kini mereka duduk di kursi yang sudah disediakan panitia, menyaksikan berbagai acara yang digelar di sekolah mereka. Sarah dan Roy kembali pada posisinya masing-masing dalam membimbing acara. Sementara Clara dan Dafa, duduk di samping Zalya yang terdiam dengan pandangannya yang kosong.

ELLEZALYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang