03. Hukuman

167 38 34
                                    

SMA Pesona Karya.

"Untung gerbangnya masih dibuka,"
monolog Roy seraya membuang nafas lega.

Segera ia memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus mobil di sekolah tersebut.
Keduanya lantas keluar dari mobil dan berjalan dengan melirik kanan kiri, berharap tidak ada guru BK ataupun kepala sekolah yang melihatnya.

"Awas aja kalo sampe gue dihukum, semuanya gara-gara lo!" bisik Roy sembari berjalan mengendap-endap.

"Ya, bukan lo doang kali, gue juga pasti dihukum!" timpal Zalya dengan wajah datarnya— tanpa khawatir sedikit pun.

"Heh ... kalian!"
panggil seseorang dari belakang dengan suara melengking. Bahkan suaranya terdengar sangat menyeramkan dibanding suara-suara hantu yang sering Zalya dengar.

"Mati kita," gumam Roy, yang bahkan tidak berani untuk melirikkan badannya ke arah sumber suara.

Suara langkah sepatu mulai terdengar jelas mendekat ke arah dua orang remaja tersebut. Mereka nampak pasrah bilamana hukuman akan segera menimpa mereka.

"Ikut saya!" seru Bu Mila—guru BK, si bibir tebal merah merona.

Seperti yang sudah mereka duga sebelumnya, mereka berakhir dijemur di tengah lapangan dengan cuacanya yang amat terik dengan menghadap ke arah bendera.

"Bu! Jangan dijemur kayak gini dong, Bu, gak ada yang lebih ringan gitu hukumannya," ucap Roy dengan lemas.

"Suruh siapa telat, ha? Kalian telat selama 15 menit, lho, ini masih protes!" tegas Bu Mila.

"Bu, saya belum sarapan, saya takut pingsan, Bu!" rengek si lelaki berwajah tirus.

"Ibu gak mau denger alasan apa pun." Final Bu Mila dan kemudian melenggang pergi meninggalkan dua remaja di tengah lapangan.

"Laki banyak protes, banyak bacot!" cibir Zalya dengan wajah remeh.

"Lagian semuanya juga salah lo! Jadi cewek rese, lemot, aneh lagi," timpal Roy.

"Ya terus kenapa lo jemput gue? Kalo gue niat berangkat sekolah, berarti gue udah siap dari pagi ... lo si, ngotot nungguin gue, udah gitu so perhatian lagi!"

"Gue laper lagi ...." Roy merintih seraya memegang perutnya yang mulai perih disertai suara keroncongan cacing berdemo.

"Gue gak salah, ya! Gue udah nawarin lo sarapan tadi ... eh ternyata gak doyan!"

"Gue manusia waras, Lya! Gue gak mungkin makan daging ayam mentah!" bentak Roy.

"Terus? Gue manusia gila gitu, hanya karena gue doyan daging mentah?"

Suasana semakin memanas, ditambah dengan panasnya terik matahari. Roy hanya mampu mengacak-acak rambutnya kesal.

"Bentar lagi gue pingsan, nih," oceh lelaki yang nampak menahan rasa laparnya ditambah panasnya cuaca di pagi itu.

"Apa yang akan mereka katakan, ketika melihat ketua OSIS yang super duper tampan dan bijaksana ini kesiangan karena cewek nolep dan berakhir dijemur di tengah lapangan!"

"Mau ditaro di mana wajah gue yang tampan nan rupawan ini, Lya,"

"Abis ini ...  gue pasti kenyang makian penghuni SMA ini." Final Roy setelah mengoceh terlalu lama tanpa ada sedikit pun tanggapan dari gadis di sebelahnya.

Roy melirik ke sebelah Zalya, Gadis tersebut terdiam menunduk dengan mata yang terpejam. Bibirnya kembali memucat dengan pipi yang memerah karena terbakar panasnya terik matahari.

"Lo gak papa, kan, Lya?" tanya Roy dengan rasa khawatirnya.

Ia perlahan mengangkat dagu Zalya yang semula menunduk. Tiba-tiba saja tubuh Zalya terjatuh lemas dan beruntungnya Roy segera menahannya.

ELLEZALYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang