20. Cinta yang Lenyap

74 21 60
                                    

"Keren banget kesayanganku ini, bisa membuat lelaki serakah tadi tunduk!" ucap Aditya memuji gadis yang duduk di sebelahnya.

Zalya tidak meresponnya, ia hanya terdiam sembari memandangi jalanan pedesaan, yang kini tengah mereka lewati dalam perjalanan pulang di malam itu. Ketiga remaja tersebut terpaksa pulang lebih cepat, berhubung besok adalah acara kenaikan kelas di SMA Pesona Karya, juga acara perpisahan kelas 12 yang akan digelar dengan meriah.

"Waktu begitu cepat berlalu, gue baru nyadar, kalau ketua OSIS yang tampan nan rupawan ini bakalan naik ke kelas dua belas besok!" monolog Roy yang mulai memecahkan keheningan di malam yang mencekam dalam jalanan pedesaan.

Roy mempercepat lajunya dalam menyetir mobil. Rasanya ia ingin segera melewati jalanan pedesaan yang terasa tidak ada ujungnya sama sekali. Beruntungnya Zalya tidak membahas apa yang dilihatnya di luaran sana. Karena jika gadis indigo itu menceritakan hal yang dilihatnya, tentu membuat nyali si gagah Roy tiba-tiba menciut.

"Kamu mungkin melupakan ini, padahal peta ini mungkin saja bisa menjadi sangat berguna bagi kamu nanti!" Aditya yang kini mengeluarkan sebuah peta tua yang sempat mereka bahas di ruang bawah tanah tadi sore, dan memberikannya pada Zalya.

Saat Erlan lengah karena berdebat dengan Zalya waktu itu. Aditya memanfaatkan keadaan untuk mengambil peta tua tersebut secara diam-diam, dan menyembunyikannya di dalam saku jaketnya. Zalya hampir saja kehilangan puzzle jawaban, jika Aditya tidak gesit mengambil kembali peta tua yang menggambarkan wilayah kekuasaan Cahya Tunggal yang belum mereka temukan jawabannya.

"Apa tadi kamu melihatnya juga?" tanya Aditya pada Zalya, yang membuat Roy seketika membelalakkan matanya. Benar saja, pasti kedua indigo yang duduk di belakangnya akan membahas apa yang mereka lihat.

"Maksud kamu, sosok Prabusarya yang berdiri di belakang Paman Erlan?" Zalya kembali bertanya pada lelaki yang melontarkan pertanyaan untuknya barusan.

"Iya, itu pertama kalinya aku bertemu seorang Raja pendiri kerajaan Cahya Tunggal secara langsung, kamu tau? Dia juga tersenyum kepadaku dan kemudian menatapku dengan wajah sendu, aku tidak tau apa yang ingin dia katakan!" jelas Aditya.

"Pertanyaan yang selalu berputar di kepalaku adalah, kenapa aku tidak pernah sekali pun bertemu raja-raja yang lainnya setelah Abah Prabusarya, dan kenapa hanya dialah yang selalu menampakkan dirinya di hadapanku?" tanya Zalya pada Aditya.

"Mungkin karena hanya dialah raja yang memiliki kesaktian tinggi dibanding dengan keturunannya yang lain! Buktinya saja, dia mampu menampakkan dirinya setelah ratusan tahun silam meninggal dunia, pertanyaannya, apakah dia benar-benar sudah meninggal?" Bagaimana pertanyaan si genius Aditya dapat membuat Zalya bungkam. Memang masih banyak hal yang belum Zalya ketahui, dan masih banyak pertanyaan yang belum menemukan jawabannya.

"Gak ada topik lain apa! Selain membahas sesuatu yang menurut gue abnormal!" pekik Roy pada kedua sahabat yang duduk di belakangnya.

Mendengar itu, lantas Zalya tertawa jahil. Mengingat Roy yang selalu mengalihkan pembicaraan kala ia membahas apa yang dilihatnya. "Dasar lelaki penakut," batinnya.

"Iya, kita ganti topik ... kalian ingat besok tanggal berapa?" tanya Zalya pada keduanya. Roy terdiam berusaha memikirkan sesuatu, sementara Aditya memancarkan senyuman manis pada gadis yang duduk di sebelahnya.

"Besok tanggal 29 Mei, hari kenaikan kelas di sekolah kita dan juga hari ulang tahunku yang ketujuh belas," jawab Aditya, sontak membuat Zalya membelalakkan matanya, memandangi Aditya.

"Bukankah besok hari ulang tahun lo juga, Lya?" sahut Roy.

"Iya ... yang ketujuh belas juga!" jawab Zalya.

ELLEZALYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang