24. Pencarian Gadis yang Hilang

80 33 85
                                    

Pagi di hari Minggu, sebuah mobil berwarna hitam terparkir dengan sempurna  di depan rumah mewah. Sepasang suami istri nampak turun dari mobilnya, menuju rumah yang ia rindukan seseorang di dalamnya.

"Kok pintunya dikunci!" ucap Fania setelah mencoba untuk membuka pintu utama.

"Kemana lagi anak itu pergi, untung saja Ayah bawa kunci cadangan." Rudi yang kini mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya, dan membuka pintu dengan kunci kedua yang ia bawa.

Lelah yang tengah mereka rasakan, setelah tiga hari melewati berbagai pekerjaan yang menguras pikiran di perusahaan luar kota. Rumah kini nampak seperti tidak ada yang menghuni, bahkan makanan tiga hari yang lalu masih berada di atas meja makan, tanpa berkurang sedikit pun.

"Apa Zalya tidak makan di rumah, ya?" gumam Fania.

Lima jam telah berlalu. Namun, gadis yang mereka tunggu tidak kunjung pulang. Fania sudah memeriksa seluruh penjuru ruangan di rumahnya. Tetap saja, Zalya tidak ditemukan. Rasa khawatir kerap muncul di benak Fania, lantas ia segera menghubungi Roy. Namun, lelaki itu juga sama halnya yang tidak tahu mengenai keberadaan Zalya. Bahkan Roy tidak bertemu gadis itu selama tiga hari, karena memang tidak ada seorang pun di rumahnya, setelah Roy mencoba untuk mengajak Zalya belajar bersama kemarin lusa.

Mungkin gadis itu pergi keluar bersama Sarah ataupun Clara, Fania yang mencoba berpikir positif. Namun, pikirannya dikalahkan oleh rasa khawatir yang kini kian memuncak, kala hari mulai semakin gelap, sedangkan Zalya tak kunjung pulang.

"Apa Mamah sudah menelpon Zalya, mungkin dia menginap di rumah Sarah?" tanya Rudy.

Fania mengangguk yang kemudian menggeleng samar. Ia sudah mencoba menghubungi semua teman Zalya. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui keberadaan Zalya saat ini. Bahkan handphone Zalya tidak aktif, setelah Fania mencoba beberapa kali menghubunginya.

Mereka mencoba menunggu lagi satu jam. Namun, yang ditunggu tetap saja tidak pulang. Relung Fania begitu kalang kabut. Ia takut terjadi sesuatu pada putri tunggalnya tersebut, yang mana Zalya saat ini tengah terluka dalam pedihnya ditinggal sang cinta pertama. Takutnya Zalya melakukan sesuatu yang melukai dirinya akibat dari rasa sakitnya.

"Tidak mungkin Zalya melukai dirinya karena cinta, setiap kali dia dilanda kesedihan dan kegundahan, hanya satu tempat yang membuatnya selalu merasa sembuh ... Desa Marga Cahya!" ucap Fania.

Kali ini Rudi setuju atas ucapan istrinya. Ia segera menghubungi Erlan. Karena kini hanya Erlan lah yang mendiami rumah mendiang Wiranto. Berharap Zalya ada di rumah tua itu saat ini.

"Iya? Ada apa?"  tanya Erlan di sebrang telepon yang mengawali percakapannya.

"Apakah Zalya ada di sana sekarang?" tanya  Rudi yang kemudian mengencangkan volume suara dari telepon-nya.

"Lho! Bukannya Zalya sudah pulang tiga hari yang lalu?"  Bukannya menjawab, justru Erlan kembali bertanya.

"Kapan Zalya ke desa? Sama siapa dia ke sana?" tanya Fania yang kemudian mengambil alih telepon dari genggaman suaminya.

"Iya, Zalya ke sini hari kamis jam sepuluh, dia kesini yang alasannya bosan di rumah karena sendirian ... Aku sempat menyuruhnya masuk sebelum akhirnya aku berangkat mengurus perkebunan, hingga selesai tepat menjelang maghrib ... Setelah aku kembali ke rumah, Zalya sudah tidak ada, aku pikir dia telah pulang kembali ke kota, setelah membuat ruang tengah berantakan!"  jelas Erlan.

Kedua alis Fania bertaut, setelah mendengar penjelasan dari adiknya tersebut. "Kamu bilang Zalya ke desa hari kamis! Itu hari yang sama disaat aku dan Rudi berangkat ke luar kota, terus kemana anak itu pergi! Kenapa sampai saat ini dia belum pulang! ... Tadi kamu bilang, dia membuat ruang tengah berantakan?" Fania kembali bertanya.

ELLEZALYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang