26 MASA KELAM BOCAH UTARA

590 55 8
                                    

Terdapat adegan sadis dan memicu trauma. Harap bijak dalam membaca
.

Vanilla duduk di sisi Shira yang kini juga duduk menghadapnya. Sempat Vanilla melirik Reiver yang kini berdiri sekitar sepuluh meter dari mereka, sebelum kembali tersenyum sumringah kepada Shira.

"Vanilla, kau tidak perlu memasang topeng di hadapan ku. Aku tahu bagaimana perasaanmu saat ini." Ujar Shira yang sukses mengubah senyum sumringah Vanilla menjadi senyum lembut. Sorot mata Vanilla pun kini berubah sendu.

"Aku terlambat. Si bajingan itu benar-benar ahli merampas. Sekarang dia bahkan merampas manusia dan merampas kebebasanmu. Maaf aku tidak bisa mencegahnya." Ujar Vanilla sembari menunduk. Dia tidak sanggup beradu pandang dengan gadis di hadapannya.

"Itu bukan kewajibanmu. Aku lah yang salah. Aku masih kurang pengalaman, sehingga bisa dikelabui, padahal aku Einer Alitheia."

"Itu bukan salahmu Shira, dia tahu cara mengakali ability Alitheia. Dia bisa membuat pikiran yang bertentangan dengan hatinya. Mungkin hatinya di penuhi cinta kepadamu, tapi pikirannya yang sinting memikirkan rencana gila. Harus aku katakan, dia itu bukan manusia tapi monster."

Shira tertawa geli mendengar sebutan untuk Reiver yang meluncur dari bibir Vanilla. Shira tahu itu ucapan yang buruk, tapi faktanya ucapan Vanilla ada benarnya.

Ketika Shira tertawa sumringah karena Vanilla, di saat itulah tanpa sadar tangan Reiver mengepal kuat. Reiver tidak mengerti isi hatinya saat ini, yang jelas dadanya terasa panas dan sesak.

"Benar-benar mengerikan bukan? Hatinya berkata cinta tapi pikirannya berkata mengekang. Tapi bukankah manusia memang begitu? Kebanyakan tidak pernah jujur kepada dirinya sendiri, apalagi kepada orang lain."

Kali ini kata-kata Shira lah yang sukses membuat Vanilla tersenyum. Mereka berdua kemudian tertawa karena sama-sama memikirkan dan merasakan hal yang serupa. Yaitu betapa menyedihkan dan munafik-nya manusia.

"Ya mau bagaimana lagi. Itulah kepentingan hidup. Mereka memperlakukan orang yang mereka cintai dengan buruk dan memperlakukan orang yang mereka benci dengan baik, hanya karena kepentingan tertentu.
Tapi walau aku benci mengakuinya, bajingan perampas itu tidak seperti manusia kebanyakan. Dia berani mengakui isi hatinya kepadamu.
Kupikir ia akan terus-menerus berbuat licik padamu. Dan aku salut, dia berani tidak memakai topeng di hadapanmu. Dia benar-benar ingin tampil apa adanya." Ujar Vanilla.

Shira dan Vanilla, kini sama-sama menatap Reiver. Reiver yang ditatap tentu bertanya-tanya, namun dia enggan bersuara. Sebab dia sedang sibuk membuat pikirannya memikirkan hal absurd dan tidak penting sama sekali.

"Lihatlah dia, dia berusaha keras untuk mengakali ability ku." Ujar Vanilla yang membuat Shira tertawa.

"Tapi dia tidak menutupi hatinya." Jawab Shira yang membuat Vanilla cemberut dan dongkol.

"Cih! Lagi-lagi aku kalah darinya, dia berani jujur terang-terangan kepadamu. Sedangkan aku tidak sanggup mengatakn siapa diriku sebenarnya. Shira, aku...seorang..."

"Aku tahu. Vanilla siapapun kau, aku tahu hatimu baik. Dan itu yang terpenting bagiku. Percuma menjadi orang suci tapi memandang rendah manusia lain."

Mata Vanilla berkaca-kaca dan hatinya dipenuhi rasa haru. Jantung Vanilla juga berdetak kencang, hal ini membuat Vanilla reflek ingin menangis dan memeluk Shira. Dan pelukan itu pasti akan terjadi jika pisau belati yang tadi Vanilla lemparkan ke Reiver, tidak Reiver lemparkan balik. Sebagai peringatan untuk Vanilla, agar tidak menyentuh Shira.

Vanilla mendelik tajam kepada Reiver yang menatapnya dingin. Namun Vanilla memutuskan untuk memanfaatkan kesempatan berbincang dengan Shira sebaik-baiknya. Dari pada melampiaskan kekasalannya kepada Reiver.

SECOND LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang