62 KEGUNDAHAN DAN KEGILAAN

249 28 36
                                    

Mulut Shira terbuka lebar dan dengan cepat serta kuat mengigit seluruh bagian hidung Mirazh. Jeritan kaget dan sakit dari Mirazh terdengar menggema keras.

Pisau tidak henti-hentinya Mirazh hujamkan ke lengan kanan Shira agar gadis berambut putih itu melepaskannya. Tapi Shira terus menggigit dengan sangat kuat. Bagaikan buaya Nil yang tidak akan pernah melepaskan mangsanya.

Sekali lagi bunyi 'krek' terdengar, karena Shira memaksa tubuhnya untuk berputar agar bisa membanting Mirazh hanya dengan gigi dan satu kaki.

Tanpa Siwa sadari dia sempat menjerit ketika Mirazh jatuh terduduk di tanah sementara hidungnya masih berada di mulut Shira.

Darah Mirazh muncrat kemana-mana dan terus mengalir dari tempat hidungnya berada sebelumnya.

Shira kunyah hidung Mirazh dan bunyi tulang rawan yang hancur serta darah di seluruh bibir, pipi, hingga dagu dan dada Shira sontak membuat Siwa muntah. Setelah yakin salah satu bagian tubuh Mirazh itu hancur, barulah Shira meludahkannya.

Siwa tercekat ketika dia melihat kalau Shira sedang menatap dirinya dan Reiver. Tatapan mata Shira tidak tajam namun juga tidak ada emosi apapun disana. Hanya pendar cahaya merah dan ungu serta iris hitam legam, sedangkan iris hijau Shira seperti mata manusia normal lainnya, bahkan terlihat pudar warnanya.

"Apa yang kalian tunggu cepat keluarkan ratu." Perintah Shira dingin yang membuat Reiver tersenyum senang.

"Bagaimana denganmu sayang? Apa kau sudah selesai?" Tanya Reiver sebelum memulai pekerjaannya kembali.

Shira tidak langsung menjawab, dia tatap Mirazh yang sekarang meraung dan meronta kesakitan. Lalu tanpa rasa ampun segera saja Shira pijak leher Mirazh dengan sepatu bootsnya yang bersol polyurethane. Suara Mirazh pun langsung tercekat dan dia mengalami sesak nafas hebat.

"Belum...dia berisik sekali."

Shira segera mendekati Reiver ketika rantai Mirazh akhirnya kendor dan jatuh begitu saja di tanah. Lalu dia tatap tunangannya itu. Siwa bisa melihat pendar cahaya merah dan ungu mata Shira meredup, sedangkan cahaya iris hijau mata Shira mulai berpendar dan lama-kelamaan bercahaya.

"Reiver...bisakah kau tolong kembalikan sendiku ke posisi semula, satu tangan saja."

"Dengan senang hati sayang."

Reiver segera mendekati Shira, dia peluk tubuh dan cium bibir tunangannya itu, lalu dengan sekali hentakan tangan, Reiver kembalikan posisi sendi lengan kanan atas dan dengan satu tarikan lagi, Reiver kembalikan posisi sendi di siku serta pergelangan tangan kanan Shira. Setelah tangan kanan, Reiver beralih ke tangan kiri, lalu sendi-sendi lain Shia yang juga bergeser dari posisinya.

Reiver pandangi pergelangan tangan Shira yang membiru keunguan akibat dari sendinya yang bergeser.

"Hm? Ternyata kau tidak teriak." Ujar Reiver sembari mengelus kepala Shira dengan lembut.

"Aku bisa menahan sakitnya, karena itu seharusnya kau tak perlu mencium bibirku yang penuh darah."

"Aku tahu toleransi mu terhadap rasa sakit memang luar biasa, dan aku mencium mu memang karena aku ingin sayang." Ujar Reiver yang sarat akan kebanggaan pada sosok di hadapannya itu.

Portal hitam Reiver kembali terbentuk, dari dalam sana Reiver ambil sebotol air dan dia meminta Shira untuk berkumur. Sembari Shira berkumur, Reiver juga langsung membersihkan wajah gadis yang dia cintai itu dan membalut lengan Shira-yang terluka karena pisau Mirazh-dengan sobekan blazer jasnya. Sementara Siwa melanjutkan pekerjaan menghancurkan Tomt Stone.

"Aku ingin pinjam kapak." Ujar Shira yang langsung Reiver turuti dan membuat Siwa langsung menoleh.

Shira kembali menuju Mirazh yang mulai bangkit. Pandangan Siwa lekat mengikuti lari Shira sembari mengayunkan kapak.

SECOND LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang