"Bertunangan? Maksudmu kau menjadi tu...tunanganku?! Kau ingin kita bertunangan?!" Sergah Reiver cepat, bahkan jantung lelaki stoic ini sudah seperti genderang yang ditabuh ketika perang berkobar.
"Saat memasuki ibu kota White Stone aku mendengar isi hati beberapa bangsawan yang ingin menemuimu untuk urusan bisnis, setelah mendengar kabar kalau peserta ujian Ridder di undang ke pesta ini. Aku tidak menyangka, kabar kau ikut ujian Ridder ternyata begitu cepat tersebar. Aku ingin orang-orang tahu kalau aku ini tunangan mu." Ujar Shira sembari semakin menunduk dan mengepalkan kedua tangannya. Ada rasa bersalah yang mulai menghinggapi sanubari Shira.
Sedangkan disisi lain, Kata-kata Shira ini malah membuat Reiver semakin terbelalak, namun dia tetap diam membisu demi mengendalikan diri. Karena jika tidak...
"aku begitu ingin memeluk dan melumat bibirnya." pikir Reiver yang tidak akan pernah dia suarakan.
"Di hati para bangsawan yang mengenalmu, aku merasakan kalau mereka hormat, segan, bahkan takut kepadamu. Warna aura mereka juga menunjukkan hal itu. Aku yakin Vanilla sudah cerita tentang kekejian yang akan dilakukan raja serta para bangsawan. Karena itu, jika aku menjadi tunanganmu, maka mereka akan berpikir seribu kali untuk mencelakai aku atau memaksa untuk memiliki aku. Aku tahu ini sangat egois, kau boleh menolak. Tapi aku ingin berlindung di balik status hubungan, nama dan reputasimu Reiver." Sambung Shira yang kini sudah benar-benar menunduk.
Reiver segera menutup wajahnya dengan tangan kanan, sembari ikut menunduk. Dia tidak ingin Shira tiba-tiba melihat wajahnya yang memerah dan senyum lebarnya yang terkembang bebas tanpa bisa ditahan. Meski Reiver sadar kalau Shira tetap bisa mengetahui kondisi hatinya saat ini, walau tanpa mata sekalipun.
Reiver tarik nafas dalam-dalam beberapa kali. Dia butuh waktu untuk menormalkan detak jantung dan untuk berusaha tetap tenang. Meski itu sebenarnya sangat sulit.
"Aku akan memperlakukanmu selayaknya tunanganku dan aku ingin kau juga melakukan hal yang sama. Aku akan melarang mu untuk dekat dengan pria lain.
Jika kau ingin pergi ke suatu tempat, aku harus tahu kemana, berapa lama, dengan siapa dan untuk tujuan apa. Bahkan mungkin aku akan ikut atau setidaknya mengantarmu.
Aku ingin kau terbuka dan jujur padaku. Jika aku bertanya, aku ingin kau menjelaskan kepadaku dengan detail. Jika kau punya masalah aku ingin kau cerita. Aku tidak ingin ada rahasia diantara kita.
Menjadi tunanganku sama artinya kau dilarang jatuh cinta pada pria lain. Apapun alasannya.
Aku juga tidak menerima pembatalan pertunangan.
Aku juga akan mulai mengatur pakaianmu. Jika pakaian itu terlalu terbuka, terlalu ketat, terlalu menarik perhatian pria apalagi terlalu seksi. Pilihan untukmu hanya ada dua, ganti baju sendiri atau aku yang menggantinya secara langsung.
Selain itu, karena kau tunanganku, aku akan sering memelukmu dan bahkan menciummu.
Hanya karena aku tidak pernah tertarik pada wanita manapun selama ini, bukan berarti aku tidak normal. Aku bisa melakukan apa yang sering Naren lakukan pada wanita. Dan itu akan aku lakukan kepadamu setiap saat. Apa kau setuju?" Ujar Reiver panjang lebar untuk menguji keyakinan dan kesiapan Shira.Shira tidak langsung menanggapi Reiver, suara hati orang-orang disekitar mereka kembali terdengar.
Alis Shira bertaut, bibirnya mengatup rapat serta tangannya mengepal erat. Reiver bisa melihat kegelisahan bercampur kemarahan dari sorot mata gadis di hadapannya. Tapi Reiver tahu hal itu bukan disebabkan oleh dirinya.
Tangan kanan Reiver mengangkat dagu Shira pelan agar mereka bisa beradu pandangan. Untuk pertama kalinya sorot mata yang begitu kuat itu, memancarkan sebuah ketakutan yang sangat kental.
Reflek Reiver menarik pinggang Shira ke dalam pelukannya. Sampai-sampai Shira terangkat beberapa Senti dari marmer paviliun. Tangan Shira yang gemetaran pun juga langsung memeluk leher Reiver erat. Topeng tegar yang selalu Shira pasang akhirnya runtuh juga, karena dekapan lelaki pecinta warna hitam ini.
"Hrom, jangan takut. Sudah kubilang kau itu milikku, aku tidak akan membiarkan orang lain menyentuhmu, apalagi memilikimu." Ujar Reiver sembari tangan kanannya mengelus lembut kepala belakang Shira.
Shira mencengkram bahu dan dada Reiver beberapa detik, sebelum akhirnya memandang Reiver sembari tersenyum. Shira ingin kembali memasang topeng keteguhan itu, namun Reiver sadar kalau senyum itu hanyalah sebuah kepalsuan. Karena mata Shira kini semakin berurai air mata. Usaha Shira untuk kembali tegar dan berani, gagal sudah.
"Aku begitu jijik ditempat ini Reiver. Aku ingin segera pergi dari sini. Aku tidak mau ada disini. Kerajaan White Stone adalah tempat terburuk yang pernah aku datangi.
Ability Alitheia ku semakin berkembang. Sekarang aku mulai bisa mencium aroma jiwa dan hati makhluk hidup.
Aku juga mulai bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang disekitar ku.
Penderitaan, rasa sakit, keputusasaan dan semua perasaan negatif mereka, ikut aku rasakan. Seakan-akan itu adalah perasaan ku sendiri.
Aku takut...aku takut jika aku tidak bisa lagi mempertahankan kewarasanku. Aku takut mereka menyentuhku. Aku takut mereka melecehkan aku. Aku takut mereka akan memperkosaku. Aku takut berakhir membantai seisi White Stone.
Karena itu...karena itu...aku setuju...aku setuju pada semua syaratmu. Tidak masalah kalau kau yang memelukku, tidak masalah kalau kau yang menciumku, bahkan tidak masalah kalau kau yang menyentuhku. Asal itu kau dan bukan mereka." Ujar Shira dengan gemetar hebat sembari memeluk leher Reiver erat.Suara sesegukan pelan mulai terdengar. Reiver pun bisa merasakan kalau kulit lehernya kini basah dengan air mata Shira
Reiver kencangkan dekapannya. Sorot mata Reiver sendu dan menerawang jauh menatap keluar jendela. Tangan kanannya tidak berhenti mengelus kepala Shira mengikuti irama tangis sosok tunangannya ini.
Untuk pertama kalinya, bibir Reiver pun mencium Shira secara terang-terangan dan tentu saja tanpa izin terlebih dahulu. Entah sudah beberapa kali lelaki ini mengecup pelipis gadis berambut putih itu.
"Ya Hrom...mulai hari ini kau adalah tunanganku dan aku tunanganmu. Semua yang aku berlakukan padamu, maka berlaku juga padaku.
Jangan khawatir sayang...aku akan selalu ada untukmu dan membantumu. Sekarang menangislah sepuasmu, keluarkan semua ketakutanmu itu. Serahkan bebanmu padaku. Cukup sudah kau berjuang sendiri. Sekarang sudah ada aku. Jadi genggam erat tanganku, jangan pernah lepaskan dan ayo kita berjuang bersama."Shira mengangguk walau wajahnya masih sembunyi di lekukan leher Reiver. Lengan kecil Shira semakin erat mendekap Reiver.
Siwa yang mengintip—sembari menghilangkan keberadaannya sejak tadi—hanya bisa terdiam melihat momen itu. Dia menatap tajam punggung Reiver dan tangannya terkepal erat, ketika iris matanya menatap Shira. Siwa pun segera beranjak pergi menelusuri koridor menuju ruangan lain di paviliun istana ini.
****
Reiver X Shira
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND LIFE
RomanceFOLLOW & VOTE ya biar enggak ketinggalan sama karyaku yang lain. . 🏅Rangking 1 Obsessed 🏅Rangking 2 Fantasy 🏅Rangking 3 Pertarungan 🏅Rangking 4 Reinkarnasi 🏅Rangking 42 Asmara 🏅Rangking 59 keluarga 🏅Rangking 141 Drama . 50% Novel ini adalah...