2. Gadis penipu.

108 10 1
                                    

Renja duduk menatap halaman dalam lemunan lama, sudah seminggu semenjak dia berhutang di bengkel namun Renja tidak memiliki uang atau berani meminta pada orang tua. Inilah nasib gadis yang tidak bekerja, seharusnya Renja melanjutkan menempuh pendidikan namun sadar dia masih bergantung pada orang tua.

"Renja! Anak pemalas ini, kenapa kau belum masak!" Mamaknya Renja, Fika, dia, wanita bermulut pedas sama seperti ibu-ibu lainnya. Wanita itu mudah meledak apalagi ketika dia sedang pulang kerja. "Renja!" pekiknya.

Renja membuang napas kasar, berdiri lalu pergi ke dapur. Fika berpenampilan kotor, dia bekerja membantu penjual ikan di pasar.

"Kenapa kau tidak memasak!" Fika marah, menunjuk meja kosong tanpa lauk selain nasi dingin.

"Mamak tidak ada meninggalkan uang, atau bahan di kulkas. Pakai apa aku memasak?" Renja tidak kalah sebal, dia tadi hanya memakan nasi goreng hanya memakai bumbu garam dan penyedap.

"Hais, aku lupa. Kau juga, sudah besar umur 20 tahun tapi sama sekali enggak mau bantu orang tua. Jika tak mau bekerja lebih baik kau menikah sana."

Kata-kata itu ... Renja sering sekali mendengarnya, terkadang dia sakit hati juga. Itulah kenapa sebaiknya Renja tidak minta bantuan orang tua atas hutangnya, mereka akan mengungkit hal kejam atau perkataan menyakitkan.

"Bodoh, otakmu di mana? Kenapa tidak menyusulku ke pasar? Pemalas! Sebentar lagi bapakmu pulang untuk makan siang, dia akan mengamuk melihat meja kosong."

Telinga Renja sakit, otaknya sudah panas terkadang dia berpikir untuk pergi saja dari rumah. "Beli aja," tutur Renja memancing omelan mamanya.

'Aku ingin kerja, tapi belum ketemu lowongan! Sudah tidak tahan lagi aku di rumah ini.' Renja merutuk dalam benak. Beginilah ujian pengangguran, harus kuat mental menghadapi ocehan orang tua.

"Buat nasi goreng aja, aku pergi pinjam bahan lainnya ke tetangga dulu." Wanita bau hanyir itu pergi ke tetangga, meminjam bahan dan akan mengembalikan setelah Renja pergi ke pasar nanti.

***

Bapak Renja, Amar, adalah seorang kuli bangunan, dia biasa pulang untuk makan siang jikalau pagi tidak membawa bekal. Seperti hari ini, dia tampak kelelahan dan kotor. Kulitnya yang hitam terbakar mmatahari menyengat, baju basah oleh keringat serta penampilan yang tidak terurus.

Melihat perjuangan orang tua mencari nafkah membuat Renja menjadi gadis yang menahan semua keinginannya. Tidak seperti gadis lain yang merengek minta ini itu, sejak kecil Renja terbiasa memendam bahkan ketika dia sakit dia akan tetap diam.

"Renja, nanti cucikan sepatu boots bapak," pinta Amar sembari menguap nasi.

"Iya." Renja menjawab datar.

Walau Renja pengangguran, dialah yang mengurus semua pekerjaan rumah. Renja tidak pernah tampil cantik, dia lebih seperti pembantu dari pada anak gadis. Bagaimana jika dia memiliki pekerjaan sendiri nanti? Akankah pekerjaan rumah tetap menjadi tanggung jawab Renja?

Renja beranjak ketika ponselnya di dalam kamar mendapat panggilan masuk. "Wali kelas Sera?" Renja mengernyit sebelum menjawab. Kali ini apa masalah yang diciptakan sang adik nakal?

"Halo, Ini kakaknya Sera, kan?" Guru bersuara lebih dulu, selanjutnya meminta Renja datang ke sekolah sebab Sera berkelahi dan membuat seseorang terluka.

"Ya, ampun." Renja mengeluh sendiri setelah panggilan selesai, tentu saja yang akan menjadi wali Sera adalah Renja sebab orang tuanya akan kembali bekerja setelah istirahat sebentar.

Renja memakai jaketnya, mengikat rambut sembarang lantas pergi ke luar.

"Mau ke mana, Ren?" Fika bertanya, jika anak gadisnya memakai jaket itu berarti dia akan pergi ke luar.

"Ke sekolah Sera, dia membuat masalah lagi."

Renja berjalan kaki, butuh 40 menit baru ia bisa sampai ke sekolah jika tidak ada hambatan. Tidak punya pilihan lain, mungkin dia akan lama berurusan dengan guru, sedangkan motor akan di pakai oleh bapaknya. Renja terbiasa berjalan kaki setiap hari.

Cuaca terik, Renja menggunakan tudung jaket untuk melindungi kepala dan wajahnya. Sungguh dia sebel sekali, Sera menciptakan masalah lalu Renja yang akan kena getahnya.

Sebuah motor besar berhenti di dekat Renja, walau gugup Renja yakin yang menghadangnya tidak berniat jahat. Tidak mungkin dia berani melakukan kejahatan sedangkan ada banyak orang saat ini.

Namun ketika pria itu membuka helm, Renja seketika panik hendak kabur, sebelum tangan Renja ditangkap oleh pria itu.

"Kau mau menipuku, ya? Bayar hutangmu."

"Ba-bagaimana kau ada di sini?" Renja panik, dia tidak bisa melepaskan genggaman tangan pria itu.

"Cuman kebetulan aku melihatmu berjalan. Sebenarnya aku sudah ke rumah alamat palsumu itu."

Renja berhenti memberontak, kembali memperlihatkan raut gadis tidak berdaya. "Beri aku waktu lagi, sekarang keluargaku untuk makan saja susah. Seminggu saja lagi, aku janji akan datang ke bengkelmu."

Pria itu tertawa. "Kau gadis penipu, aku tidak akan termakan oleh ekspresi menyedihkan itu lagi."

"Aku memang menyedihkan, tolong kasihani aku. Bengkelmu besar dan ramai, aku yakin kau tidak membutuhkan uang yang pasti sedikit bagimu."

"Ita bukan bengkelku, aku pekerja di sana. Hutang tetap hutang, tidak peduli bagaimana latar belakangnya dan pada siapa kau berhutang." Dia berdecih sebal, kalau diingat saat dia memperbaiki motor gadis ini dia dalam keadaan tidak baik. Dan beraninya gadis ini mempermainnya yang sudah berbaik hati. Dia tidak akan melepaskannya, sampai mati pun tidak akan.

"Aku harus bayar pakai apa? Aku tidak punya uang." Renja terisak, sungguh dia tidak bermaksud menipu.

"Siapa namamu?"

"Renja."

"Apa itu palsu lagi? Kau bawa KTP? Perlihatkan padaku."

Kebetulan Renja memang membawa KTP, karena dia akan ke sekolah dan mengantisipasi jika ada urusan serius sampai harus membutuhkan KTP nanti. Terpaksa Renja menunjukkan KTP, jika tidak maka pria itu tidak akan melepaskannya.

"Renja Elta, aku akan ingat nama dan alamat rumahmu. Siapkan bayaranmu karena jika dalam waktu seminggu kau belum datang ke bengkelku, aku akan ke rumahmu."

"Iya," balas Renja lesu.

Lantas pria itu memasang helm kembali, pergi meninggalkan Renja dalam kesulitan. Tidak lagi gadis ini merasakan panas matahari atau tentang masalah yang Sera buat di sekolah, yang ada hanya pikiran bagaimana cara dia mendapatkan uang 750 ribu dalam seminggu.

"Kalau dapat pekerjaan pun belum tentu seminggu bisa langsung dapat 750 ribu."

Langkah Renja semakin berat, kepalanya benar-benar pusing melebihi pusing yang pernah Renja rasakan. Haruskah dia mengadu pada orang tua? Lagian motornya jadi enak di pakai lagi sebab sudah diperbaiki, hanya saja mereka tidak tahu dan menganggap motor mereka pulih sendiri dari penyakit yang sering bikin emosi.

"Sera akan ketahuan jika aku mengadu. Bapak dan mamak juga pasti marah karena mereka tidak mungkin mau mengeluarkan uang sebanyak itu untuk motor."

Ya, motor itu selalu diperbaiki apa adanya, kadang dibiarkan rusak sebab mereka tidak mau membuang pengeluaran ketika uang hanya cukup untuk makan.

"Sial!" Renja menendang batu, kemudian lompat-lompat ketika batu itu meleset mengenai ibu jari kakinya.

Bersambung....

Following the CurrentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang