Renja kembali memungut makanan dingin di atas meja ketika dia bangun tidur. Darel mengingkari janji, membuat masakan Renja sia-sia lagi. Renja menekan rasa panas di dadanya, seperti dia selalu memendam segala emosi jeleknya sama seperti dia bersama keluarganya yang perhitungan.
Membersihkan rumah sebentar, selepas itu bersantai jenuh. Renja memiliki banyak waktu istirahat setelah dia menikah, kerap kali duduk di teras dengan secangkir teh hangat menikmati nyanyian burung di pohon-pohon tinggi.
Dia mengangkat telapak tangan untuk dilihat, merasakan ada sedikit perubahan, lebih halus dari biasanya. Apa karena dia tidak melakukan pekerjaan kasar lagi? Renja juga sering berendam air hangat sebab ada bathub yang membuat Renja antusias sendiri. Dia tidak memiliki itu di rumah orang tua.
"Sepertinya berendam air panas membuat kulit jadi halus."
Setelah makan siang Renja tidur di kasurnya yang empuk. Sore sekitar jam tiga dia bangun, duduk lagi di teras sambil mengemil santai.
"Kalau dia pulang, aku masih bisa bermalas-malasan kayak begini lagi enggak, ya?" Renja terkekeh sendiri, sampai kemudian dia menangkap sosok bermotor datang dengan mobil yang membuntutinya di belakang.
"Dia pulang!" Mata Renja membulat, dia tidak memperhitungkan jika Darel akan pulang pada waktu sore seperti sekarang.
Sosoknya yang terkejut tetap diam melihat motor Darel masuk ke halaman, mereka saling melihat lantas Darel turun dari motor mengalihkan perhatian pada mobil serta orang-orang menurunkan barang--mengeluarkan kotak dan paper bag banyak sekali.
"I-itu apa?" Renja bertanya saat Darel tepat di dekatnya, mengekori jejak laki-laki itu masuk ke dalam rumah.
Darel duduk di sofa menyandarkan diri mendongak ke langit-langit, mengagumi bertapa rumahnya bersih dan rapi oleh tangan Renja. Habis itu ia melirik Renja dari ujung mata. Istrinya itu berdiri melihat bingung orang-orang berlalu lalang masuk meletakkan barang di ruang yang agak kasong.
"Aku ke kota tadi malam."
Renja menoleh atas suara tiba-tiba itu, menyipit sebal karena dia mengingkari janji hanya untuk bersikap angkuh.
"Dan semua yang turun dari mobil ... adalah milikmu."
"Hah?" Renja berbalik badan pada tumpukan kotak dan tas berbahan kertas. "Milikku? Memang itu apa?"
"Coba lihat sana."
Renja menurut, membuka bungkusan lantas dia spontan membelalak. Kemudian Renja membuka bingkisan berbeda-beda, dia masih tidak percaya semua itu akan menjadi miliknya. Pakaian-pakaian cantik, sepatu, tas, dan aksesoris cantik juga imut.
"Kau dapat uang dari mana!" pekik Renja panik, takut tabungan Darel habis untuk hal yang tidak penting menurut Renja. "A-aku tidak butuh. Kembalikan saja!"
Mendengar itu, orang-orang yang mengangkut barang jadi tergesa-gesa untuk menyelesaikan pekerjaan mereka secepat kilat, setelah itu mereka melarikan diri menggunakan mobil mereka. Jangan sampai ada pengembalian.
"Kalau tidak mau buang saja." Rahangnya mengeras, menahan gesekan gigi. Darel tidak senang atas penolakan Renja, dia akan dengan senang hati membakar barang yang menghabiskan waktu semalam ketika dia memilih.
Sungguh Darel lelah sekali, dia tidak pernah beristirahat dengan baik semenjak tidak pulang ke rumah.
Renja menyadari ekspresi keras Darel, semakin gugup tak karuan, ia menenangkan diri agar tidak ada getaran ketika dia berbicara."Tidak, tidak! Maksudku engg ... tabungan itu penting, bagaimana sesuatu mendesak terjadi, dan kita sangat membutuhkan uang?" Bujukan halus dibarengi suara lembut, ia harap Darel mengerti maksudnya tidak buruk.
"Karena belum terjadi, tinggal cari aja lagi uangnya."
Renja menepuk jidatnya sendiri. Apa pikiran Darel memang sesimpel itu? Renja membuka satu per satu bingkisan, terkagum akan kecantikannya lalu meringis membayangkan berapa banyak uang untuk semua itu.
"Kalau kau masih memakai kain lap dari rumah orang tuamu itu, mereka akan semakin merendahkan aku. Menakutkan. Buang semua pakaian lamamu."
Bahu Renja melemas. Baiklah, Renja mengerti. Pasti Darel tersakiti oleh hinaan mereka. Untuk membantu Darel, Renja harus berpenampilan bagus, melambangkan suami memperlakukan dia dengan bagus juga.
"Malam ini aku akan tidur di kamar sebalah." Renja beralih duduk di sofa berhadapan dengan Darel. Tersenyum lembut, namun tersirat rasa bersalah dari matanya.
"Kenapa?" Darel mengernyit.
"Aku pikir kau tidak nyaman denganku. Jadi ...." Renja menunduk, menautkan tangan dalam pangkuan gelisah.
Dia bisa mendengar suara helaan napas kasar Darel, tidak berani melihat karena Renja memang pengecut. Lama sekali Darel menjawab, Renja sedikit mengangkat kepalanya mengintip sampai dia tertunduk kembali sebab Darel menatapnya ternyata.
"Aku akan kemas tampatku."
"Tunggu!" Darel menghentikan. "Apa yang sebenarnya yang ada di kepalamu?"
"Maksudnya?"
"Aku tidak pulang bukan membenci kehadiranmu, tetapi takut melahapmu sebelum kau benar-benar siap."
"A-apa?!" Renja memastikan, walaupun pikiran sudah ke mana-mana, tapi Renja tak ingin salah paham dan berakhir mempermalukan diri sendiri.
"Nafsu laki-laki. Kau pasti tahu itu. Fakta kau adalah istriku membuat naluri ku bergerak liar, sulit dikendalikan."
Wajah Renja memerah, semakin tidak berani menegakkan kepala. Hal itu sudah terpikirkan oleh Renja sejak awal nikah. Jika Darel memang ingin, Renja tidak keberatan. Itu memang tugas Renja yang tidak boleh disangkal meski pernikahan mereka dijodohkan oleh warga.
"Memangnya kau sudah siap?" Darel menyunggingkan senyum, istrinya memerah seperti kepiting rebus. "Kalau siap, akan aku lakukan malam ini juga."
Renja tersentak. Malam ini? Jika dibayangkan itu menyeramkan serta memicu debaran kencang seakan dirinya akan meledak.
"Renja?" tegur Darel sekali lagi karena Renja hanya diam saja, ia sedikit terhibur akan reaksi pemalu Renja.
"Ba-baiklah. Tapi matikan lampu, ya."
Wah, berani juga dia. Darel hampir menyemburkan tawa jika dia tidak segera menutup mulutnya dengan tangan. Pemandangan Renja gemetaran berbanding terbalik dengan mulutnya yang nekat.
"Tiga hari," ucap Darel.
Renja memandang tidak mengerti. Apa maksudnya?
"Aku beri waktu tiga hari lagi untuk mempersiapkan diri. Saat itu ... jangan memperlakukan aku seperti monster yang akan membunuhmu."
Renja menelan kasar, sekaligus lega telah diberikan kesempatan untuk lebih mempersiapkan mental.
"Tapi aku suka cahaya yang meremang dari pada gelap gulita." Darel berdiri, meninggalkan sofa menuju kamar. Setelah itu dia keluar lagi melewati Renja hanya dengan handuk melilit di pinggangnya.
Renja tidak membuang muka, upaya awalnya ialah tidak malu melihat tubuh suaminya. Dia menahan panas di pipi, melihat punggung telanjang Darel sampai pria itu menghilang.
'Bagus, aku bisa melakukannya.'
Renja harus berterima kasih sebab suaminya sangat baik--menurut Renja--pria itu tidak menuntut Renja untuk bisa di detik itu juga.
Sebuah kemurahan hati baginya.
Seseorang yang tidak pandai mementingkan diri sendiri terlebih dahulu baru setelah itu orang lain. Renja terbiasa mementingkan orang lain baru dirinya sendiri. Tekanan itu yang diberikan oleh keluarga Renja sebelumnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/368075245-288-k965873.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Following the Current
RomansaGadis yang terbiasa untuk mengerti dari pada dimengerti adalah gadis yang penurut. Hidup sederhana, dan bertutur lembut. Renja adalah gadis desa yang baik, namun cukup sombong dengan menolak banyak lamaran datang ke rumah. Lalu kemudian sebuah kapa...