34. Tiruan atau asli?

65 6 0
                                    

Sudah lama tidak melakukan banyak pekerjaan sekaligus, baru 4 jam semenjak kedatangannya di rumah ini, kelelahan telah menumpuk di sekujur tubuhnya. Renja menyeka keringat di pelipisnya, meletakkan palu kemudian duduk melipat kaki di atas genteng.

Ia tatap pemandangan dari atas situ, terik panas matahari terang dalam pandangan. Kulit Renja memerah, dia akan menggelap jika lebih lama lagi berada di atas genteng. Namun, pekerjaan di atas genteng belum selesai, masih ada lubang yang perlu di sumbat menggunakan lem terbuat dari styrofoam dan bensin.

Bapaknya pulang mengendarai motor, Renja melihatnya meski Amar tidak melihat Renja. Pria itu masuk ke rumah, tak lama kemudian dia keluar lagi untuk mendongak ke atas.

Sera pasti baru saja memberitahu Amar.

“Pantas saja rumah rapi dan bersih, ternyata ada kau, Renja.”

Renja balas tersenyum. ‘Sampai kapan mereka akan seperti ini?’ Mulut tertutup rapat, matanya menghina pada orang-orang menyedihkan itu. Jika saja Renja memiliki keberanian untuk menegur Amar, atau melakukan tindakan durhaka lainnya, apa mereka akan segan pada anak sulung ini?

“Di kamar bapak ada juga tuh yang bocor, kau tambal sana.”

Ya, itulah hal yang membuat Renja tidak turun dari atas genteng. Astaga, andaikan dia tidak merajuk pada Darel, kelelahan seperti ini tidak akan terjadi. ‘Ini pasti karma aku telah durhaka pada suami.’

Dia berdiri, berhati-hati berjalan agar tidak salah langkah. ‘Sedikit lagi, Renja, bertahanlah.’ Ia bersyukur lubang kecil terakhir tidak memerlukan pembongkaran, jadi dia hanya perlu mengoles lem buatannya sendiri kemudian selesai.

Renja akhirnya bisa turun, rasa terbakar di kulit menyiksanya. Buru-buru ia masuk ke dalam rumah, menghidupkan kipas angin agar keringat lebih cepat kering.

“Sera, apa kau memiliki jel aloe vera?”

Gadis terduduk santai di depan TV menoleh cepat. “Aku tidak punya benda seperti itu.” Entah kenapa Sera kesal, dulu kakaknya tidak mengenal kosmetik. Lihatlah bertapa perhatiannya wanita itu sekarang dengan kulitnya. ‘Pantas saja dia semakin cantik.’ Normal jika ia iri.

Renja meraih tas coklat yang berada dalam jangkauannya, di dalam tas memuat barang bawaan tergeletak di lantai. Mengeluarkan dompet, ia mengambil uang pecahan terbesar. “Belikan, dong. Di apotik juga ada itu.”

“Malas, panas!” Sera membuang muka ke arah TV, fokus pada sinetron lagi.

“Aku kasih upah.”

“Enggak guna kalau cuman 10 ribu.”

“100 ribu.”

Kepala gadis itu kembali menoleh, memperhatikan uang dua lembar di tangan Renja. Tentu tergiur, lumayan buat uang nongkrong bareng teman. Makan di pinggir jalan udah merasa paling sultan dengan uang 100 ribu saja.

“Jel aloe vera enggak sampai 100 ribu, kau boleh ambil sisanya,” sambungnya menambahkan ketertarikan Sera.

“Ok!”

Uang disambar cepat, berbunga-bunga gadis itu menari riang. Renja memperhatikan sambil tersenyum, Sera lebih tampak sesuai umur jika seperti itu. Kadang kasihan juga melihat Sera, gadis itu dibebani oleh harapan orang tua sehingga ia menjadi gadis yang sibuk mencari pasangan.

Senyum Renja luntur saat bapaknya lewat membawa piring ke depan TV. Dia harus menabahkan diri setelah sekian lama rumah ini bukan lagi tempat pulang bagi Renja.

“Pak,” panggil Renja menahan diri agar tidak mengeluarkan intonasi sarkas.

“Hm?”

Mendadak lidah Renja kelu, apa yang akan terjadi jika ia menegur Amar sekarang? Pria itu akan marah, lantas menyeret nama Darel sebagai pelaku yang membuat putrinya durhaka.

Following the CurrentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang