“Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi....”
Kinda hampir menghempas ponselnya sebab lagi-lagi suara itu yang keluar saat ia menelepon Renja. Memijat pangkal hidung, ia benar-benar frustrasi memikirkan apa yang sedang terjadi di sana.
Sudah berapa hari semenjak ia memergoki Darel menghabiskan waktu dengan wanita lain? Lebih dari seminggu. Sejak itulah kontaknya dengan Renja terputus, tidak peduli jika Kinda mencoba menipu dengan cara mengganti nomor, Renja tetap tidak dapat dihubungi. Artinya, HP Renja dalam keadaan mati, ya, kemungkinan besar.
“Biarkan aku masuk!” Kinda membentak penjaga yang menghalangi dia di depan gerbang kayu. Mau berapa kali ia bolak-balik hanya untuk mencari kesempatan masuk. Kakinya sudah kram berdiri terlalu lama, capek juga menghadapi satpam yang tetap pada pendirian. Mereka tidak mempan disogok, Kinda telan mencoba banyak cara.
“Maaf, kami diperintahkan untuk melarang Anda.”
Menggusar rambut kasar, bolehkah ia mengajak duel para satpam tersebut? Tidak bisa, bukan bertemu dengan Renja, dapat dipastikan waktunya akan termakan sia-sia di kantor polisi. Ah! Kinda memukul gerbang kayu, kemudian berbalik badan, naik ke atas motor, meninggalkan pemukiman tertutup tersebut.
Tidak, Kinda tidak menyerahkan, ia akan mencobanya lagi nanti. Saat ini perutnya lapar, Kinda harus mengisi tenaga untuk kembali berdebat dengan satpam.
Selagi duduk di warung makan, Kinda memikirkan bagaimana caranya masuk selain cara konyol yang pernah gagal dengan menyamar sebagai wanita beberapa hari yang lalu.
“Maaf, Buk, orang luar dilarang masuk. Silahkan hubungi orang dalam jika benar Ibuk telah mendapatkan izin.
Ia hampir tersebut memikirkan hal memalukan itu, lekas meminum air.
“Cih, aku ingin bertemu Renja juga Darel sekalian. Berbicara secara baik-baik dengan pria itu, memastikan Renja baik-baik saja,” dia menggerutu pelan, orang sekitar penasaran apa yang digumamkan, laki-laki bermulut penuh terlebih pemilik warung yang khawatir Kinda tengah tidak senang dengan masakkannya.
“Ada yang salah dengan masakan kami, Dek?” tanya ibu warung agak ragu.
Kinda mendongak, menatap bingung sebelum dia terbelalak sebab telah melakukan sesuatu yang mengundang salah paham.
“Tidak, Buk, saya cuman lagi kesal karena saya dilarang masuk ke suatu daerah.”
Si Ibuk tampak lega. “Daerah mana, tuh?” tanyanya sebab sudah terlanjur membuka jalan untuk bercakap.
“Itu, dekat simpang ujung sana, yang memiliki gerbang kayu sebagai satu-satunya jalan masuk.”
Mendadak Kinda mendapat seluruh perhatian bersama tatapan keget mereka. Si ibuk pun membeku untuk beberapa detik sebelum ia menormalkan kembali ekspresi. Ia berdehem, “Itu tempat orang elit tinggal, mereka mencari ketenangan di sana. Jadi, orang luar tidak dapat masuk tampa izin,” jelas si ibuk.
“Aku tahu,” jawab Kinda, ia melepaskan sendok tanda telah usai makan. “Tapi aku punya kepentingan di sana. Apa ada yang bisa membantuku masuk?” Kinda menoleh ke sana ke mari, serentak yang tadi memperhatikannya membuang wajah seolah tidak mendengar apa-apa.
“Sepertinya tidak ada,” lanjut Kinda separuh mendesah berat. “Berapa tagihan punya saya, Buk?”
“Nasi goreng 15 ribu, es teh 5 ribu, jadi 20 ribu.”
Ia keluarkan uang 50 ribu dari dompet. “Kembaliannya ambil saja.” Usai itu berjalan keluar dari warung mengabaikan ucapan terima kasih ibuk warung.
Kinda kembali menempuh perjalanan menggunakan sepeda motor, menikmati angin segar pedesaan juga aktifitas sederhana masyarakat setempat. Pikiran keruh sedikit terobati, melihat anak-anak tertawa berlari bermain layang-layangan di sawah hijau.
![](https://img.wattpad.com/cover/368075245-288-k965873.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Following the Current
RomanceGadis yang terbiasa untuk mengerti dari pada dimengerti adalah gadis yang penurut. Hidup sederhana, dan bertutur lembut. Renja adalah gadis desa yang baik, namun cukup sombong dengan menolak banyak lamaran datang ke rumah. Lalu kemudian sebuah kapa...