50. Terjebak.

100 9 0
                                    

Darel membiarkan Renja tertidur setelah perdebatan mereka menguras air mata wanita itu. Ia berhati-hati melepaskan dekapan, kedua kakinya menyentuh lantai dingin. Sekali lagi ia melirik Renja lantas mendesah berat. Tujuan Darel ialah ponsel Renja yang tergeletak di nakas sisi lain dari Darel.

'Siapa saja yang bertukar dengan Renja?'

Riwayat terbaru seperti dugaan Darel, siapa lagi kalau bukan Kinda. Pria itulah yang mengirimkan foto-fotonya bersama Sina. Pantas saja Darel merasa diawasi sepanjang melangkah, namun bodohnya ia memilih tidak peduli. Nyatanya terpampang jelas di bekas chat tersebut, Kinda yang mempengaruhi Renja untuk menuntut penjelasan dari Darel.

'Sialan kau, Kinda, awas saja jika kita bertemu lagi.'

Yona? Ia tak percaya Renja menyimpan nomor wanita itu, siapa yang menduga mereka pernah bertukar pesan. Penasaran apa yang dibahas mereka, akan menyenangkan melihat Renja mengancam Yona atau mengejeknya dibalik topeng ramahnya jika dibandingkan bertemu secara langsung.

'Apa-apaan ini?!'

Yang mengirim pesan duluan adalah Yona. Lagi-lagi fotonya dengan Sina. Wanita itu mengaku mengambil nomor Renja hasil mencuri dari ponsel Darel. Waktu itu momen Renja merajuk, kembali ke rumah orang tuanya. Hebatnya Renja menjawab positif, berakhir meminta nomor Dika.

'Kenapa Renja meminta nomor Dika?'

Ternyata Renja menanyakan siapa wanita di foto tersebut. Dika menjawab dengan jujur, Darel kagum Renja masih menyembunyikan aibnya meski dari adik kandung Darel sendiri.

Istri seperti Renja sangat langka, Darel akan sangat rugi jika melepaskannya.

Tidak ada pesan yang mencurigakan lagi selain dari ketiga orang tersebut, Darel kembali meletakkan ponsel di atas nakas setelah dia menjamah galeri dan lain-lain. Ia pandangi wajah pulas Renja, wanita itu bernapas teratur sementara matanya masih sembab ditambah hidung memerah.

'Apa yang harus aku jelaskan padamu, Renja?' Darel mengusap wajah frustrasi, setelah ini istrinya tidak mungkin bersikap seperti biasa.

Malam ini begitu dingin, namun dingin yang berbeda, menusuk kalbunya hingga membiru. Darel menunduk dalam, memikirkan apa yang harus ia lakukan agar tidak ada siapapun yang bisa membawa Renja pergi darinya. Bagaimana jika Renja melarikan diri ke pengadilan? Itu mengerikan, Darel merinding hanya dengan membayangkan saja.

'Maafkan aku, Renja, maaf.'

Darel meraih ponsel lain, ponsel miliknya, menghubungi nomor asisten pribadi di tengah malam.

📞 : Baca pesan yang aku kirim. Antarkan malam ini juga!

***

Tubuhnya sulit digerakkan, sepasang tangan melingkar secara erat seakan mengikatnya untuk tidak ke mana-mana. Renja berusaha keras menyingkirkan tangan kekar tersebut, namun pagi ini tangannya lebih berat dari pada pagi-pagi sebelumnya.

"Mau ke mana?" gumam Darel masih terpejam.

"Lepas, ini sudah pagi."

Mata pria itu terbuka, ia mensejajarkan Renja di bantal untuk saling tatap-tatapan. Renja tidak tahan menatap wajahnya, rasa ingin menangis bergejolak kuat. Saat akan berpaling, Darel menahan kepalanya.

"Apa aku terlihat seperti monster sekarang?"

"Kau bajingan, lepaskan aku!"

Benar, kan? Sikapnya berubah. Darel tidak berhak sedih atas hal ini, dialah penyebab Renja seperti itu. Peduli setan! Intinya Renja tetaplah istrinya, walaupun ia berubah rasanya bukanlah masalah besar.

Darel melonggarkan lilitan dadi pinggang Renja, ia tersenyum sembari mengelus pipi wanita itu kemudian ditepis.

"Oh, iya, aku akan berhenti kerja di bengkel abangnya Yona."

"Terserah kau saja." Renja duduk dari tempat tidurnya, meninggalkan Darel masih menempel di kasur tertawa entah apa yang lucu.

Sebenarnya itu tindakan mengejutkannya, Renja memilih tidak percaya sebab kerja Darel di sana tergolong mudah dan santai. Pria itu bisa mengambil libur sesuka hatinya, namun masih memiliki gaji.

'Tidak mungkin dia berhenti,' pikir Renja.

Keluar dari kamar, Renja melirik pintu depan. Penasaran apakah ia harus tetap meminta izin untuk keluar setelah pria itu ketahuan bermain di belakangnya. Mendekati pintu, lantas kecewa sebab hari ini pun Renja tidak menemukan kunci sepanjang ia mencari di daerah sekitar.

Renja kembali ke kamar menghadap Darel, pria itu menyambutnya dengan satu alis terangkat tanda ia bertanya.

"Di mana kunci pintu?"

"Ada bersamaku."

"Sini!"

Darel mendengus. "Maaf, Renja, tapi kau tidak boleh keluar."

"Apa?!"

"Kau dikurung. Aku tidak mau memberi kau kesempatan berlari ke pengadilan."

Ia tidak salah dengar, kan? Ini benar-benar gila. Tangan Renja reflek mencengkeram piamanya, matanya menembak tajam ke arah Darel bersama urat-urat merah bentuk seberapa marahnya Renja.

"Salahmu telah meminta cerai. Teriaklah sepuasmu, tidak akan ada yang mendengar. Aku sudah memasang peredam sebelum kau bangun."

Oh, ternyata itu benda yang ia pesan pada asistennya tadi malam.

Sungguh Renja tidak dapat berkata-kata lagi, bernapas tersengal oleh kesesakan di dada. Mendadak kakinya lemas, jatuh ke lantai, kepala tertunduk membiarkan rambut menutup wajah tidak berdayanya.

"Kau jahat," isaknya.

Darel hanya memandang lirih, untuk saat ini hanya itu yang bisa ia lakukan agar Renja tidak bertindak sembrono. Yakin cinta yang dimiliki Renja akan membuat wanita itu kembali seperti biasanya, dia pasti juga tidak ingin bercerai. Ego dari emosi panas membakarnya, api itu pasti akan padam.

Saat itu berulah Darel akan menegaskan apa yang sebenarnya terjadi. Alasan memalulan bagi Darel, juga bisa membuat Renja jijik padanya.

Hari-hari berlalu dingin, tidak ada senyuman Renja, atau antusias hangatnya. Ia banyak diam, melamun membuang muka ke arah jendela. Dari depan rumahnya seperti tidak ada penghuni, daun kering dan rumput mulai bertumpuk di halaman.

Sepanjang hari ia diliputi jenuh, tidak ada pekerjaan rumah selain menyapu dan memasak. Cucian dibawa ke loundry oleh Darel, pria itu juga berinisiatif mencuci piring. Setiap bahan dapur menipis, Darel sendiri tidak malu berbelanja kebutuhan pokok di pasar. Ya, Renja sama sekali tidak bisa keluar, bahkan menginjak teras pun tidak.

Ada keheranan menerpa Renja, yaitu Darel yang benaran tidak bekerja di bengkel milik abang Yona lagi. Oh, tidak hanya di bengkel itu, bisa disebut ia sama sekali tidak bekerja. Setiap hari di rumah-keluar untuk loundry atau belanja-biasa mengurung diri di ruangan kamar sebelah.

Pengangguran? Terus kenapa uang simpanannya tidak habis-habis? Dia membeli ini itu, penting tidak penting.

"Lihat, Sayang, aku membeli heels cantik untumu."

Benar, kan? Ia baru saja pulang dari luar, berbagai macam tas kertas yang isinya tidak hanya heels, namun juga pakaian dan perhiasan telah ia beli sesuka hati. Yang Renja bingung kenapa belum ada tanda-tanda kehabisan uang.

Sumpah, ia tidak habis pikir.

"Berhentilah membeli benda seperti itu. Mau aku pakai ke mana juga? Aku terkurung di sini."

Darel mencium keningnya. "Nanti ada saatnya aku membawamu jalan-jalan."

Bersambung....

Kalau di sini sabar-sabar aja, ya. Mulai dari sekarang update seminggu 1x, setiap malam sabtu.

Kalau mau cepat pergi ke karya karsa rinnaya28. Cuman 20 koin, setara 2000 an. Bisa top up koin dengan berbagai macam metode pembayaran sesuai keadaan kalian.

Pilihan di tangan kalian.

Following the CurrentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang