Adrianna mendorong pintu kaca yang menjadi akses masuk L'Eclat de Saveurs dengan gayanya yang angkuh. Ketukan haknya terdengar beradu dengan lantai marmer saat kakinya berjalan menuju dapur. Matanya memicing ketika melihat sekeliling. Ia terlihat mengabsen dan wajahnya sebal ketika tidak mendapati orang yang ia ingin temui berada di restoran.
Orang itu, Kian.
Ia mengambil ponselnya, berniat menghubungi orang tersebut, namun, "Nyari siapa, Ad? Janu?" Sapaan itu membuat Adrianna menengok.
Mata Adrianna bersitatap dengan Reza, sous chef sekaligus sahabat Kian yang bekerja di restoran tersebut. Adrianna langsung memasang senyum. Senyum yang biasa diajarkan di pelatihan akting.
Sejak kecil, Adrianna sudah hidup dalam dunia hiburan. Dunia yang memaksanya untuk terlihat baik-baik saja. Dunia yang membuatnya memasang topeng untuk menutupi segala kekesalannya.
Menurut agensi dan publicist-nya, Adrianna tidak boleh terlihat punya emosi negatif di depan publik. Emosi negatif adalah makanan utama para infotainment gosip dan juga bahan bakar julid nomor satu. Dengan terus tersenyum lebar dan hidup tanpa beban, Adrianna bisa terus mempertahankan citranya.
Dan itu, memang benar-benar terjadi. Tidak ada yang membicarakan aneh-aneh tentangnya. Semuanya begitu positif dan terus begitu selama hampir sepuluh tahun terakhir. Karirnya meroket. Ia punya citra yang amat baik.
"Nyariin Janu, ya?" Reza berkata lagi.
Adrianna tersenyum sambil mengangguk. "Mas Eja lihat Mas Kian?" tanyanya.
Reza memutar bola mata. Adrianna tahu, Reza juga tidak suka dipanggil 'Eja'. Adrianna tak mengerti, mengapa baik Reza dan Kian sama-sama tak ingin panggilan antar mereka itu dipanggil oleh orang lain. Seolah-olah, mereka berdua hidup dalam gelembung mereka sendiri. Padahal, mereka bertiga sempat berteman akrab.
"Iya, lihat, nggak? Dia ke mana, ya?"
Reza yang tengah mempersiapkan alat-alatnya kemudian menggeleng. "Setahu gue, dia ada meeting sama Stefani."
"Stefani... Mbak Stefani yang punya stasiun TV itu?" tanya Adrianna. "Yang nayangin Royal Chef itu?"
Reza mengangguk. "Iya."
"Mau ngapain? Mas Kian mau jadi juri lagi? Kemarin bukannya udah jadi juri tamu, ya?" Adrianna memiringkan kepala. Mencoba memikirkan apa-apa saja kemungkinan topik rapatnya.
"Katanya, mau ada roadshow dan pop up dining gitu." Reza menjawab lagi. "Tadi, Janu bilang kalau ini jadi, dia nitipin restoran buat beberapa weekend sampai beberapa bulan."
Mata Adrianna membelalak. Ia menganga. "Hah?" Adrianna tidak bisa menyembunyikan wajah kagetnya. Ia tak diberitahu apapun.
"Janu nggak ngomong sama lo, ya?" tebak Reza.
Adrianna menggeleng cepat. "Nggak. Mas Kian nggak ngomong."
Reza menghela napas keras-keras. "Hubungan kalian gimana, sih?" tanyanya kebingungan. "Kalian masih pacaran? Atau gimana?"
"Ma-masih, kok!" Adrianna buru-buru menjawab.
Reza menyipitkan mata. Ia melihat Adrianna tak percaya. "Soalnya aneh aja, Janu nggak pernah begini."
"Uhum? Begini gimana?"
"Yah, apa, ya?" Reza menyisikan pisaunya. Ia berbalik untuk bersandar pada meja berbahan logam yang jadi tempatnya mempersiapkan alat. Matanya memandang sekeliling sebelum mengisyaratkan Adrianna untuk keluar dari dapur. Ia tidak ingin pembicaraan ini jadi konsumsi publik.
Adrianna mengangguk pelan. Mereka berjalan keluar, mengambil meja di pojok yang biasanya jadi tempat bekerja.
"Jadi?" Adrianna masih memaksa ketika mereka sudah duduk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Flavors Unbound
RomanceFLAVORS UNBOUND is noun phrase refer to an exploration of diverse tastes, free from conventional limits, embodying creativity and the unrestricted potential for unique experiences. ADHYAKSA SERIES NO. 3 * Biarpun terlihat menyerah karena akhirnya...