Mata Kartika membelalak saat ia mendapati kabar bahwa Kian berada di lobi kantornya dan lebih kaget ketika melihat tunangannya itu berdiri di ambang pintu ruangannya. Senyumnya yang telihat dipaksakan tak bisa menutup rautnya yang gusar.
"Boleh aku masuk?" tanyanya di sana.
Kartika mengangguk sambil berdiri dari kursinya. Menghampiri Kian yang sudah menutup pintu dan berjalan mendekat ke arah sofa two seaters yang diperuntukan untuk jadi tempat rapat.
Ada yang salah. Ketika Kartika melihat Kian yang datang hari ini di sore hari seperti ini, ia yakin ada yang salah.
Apa ini... menyangkut unggahan Adrianna tadi? Sepertinya, demikian.
Kian menarik Kartika ke dalam rengkuhannya, mengecup pelipis perempuan itu sejenak sebelum menyandarkan kepalanya di bahu Kartika. Hidungnya mencium aroma parfum yang menggelitik samar.
"Kamu nggak sibuk?" tanya Kian. Ia melihat ke arah tumpukan kertas di atas meja Kartika. "Kamu bisa tinggalin aku dan balik ke meja. Nggak apa-apa. Aku bisa di sini sendiri selama ngelihatin kamu. Nanti setelah kerjaanmu kelar, kita baru bisa ngobrol."
Kartika menggeleng. "Nggak kok, santai. Ini juga sudah jam pulang kantor, kan?" Ia dengan ragu mengangkat tangannya. Menatap sekilas sebelum membenamkan jari jemarinya di antara rambut Kian yang sedikit panjang. Hari ini, lelaki itu tak menguncir rambutnya.
Tak ada yang berbicara. Kian terlihat mengambil napas dan menghelanya dengan berat.
Kian mengangguk. "You okay?" tanyanya.
"Hm?"
"Posting-an Adrianna. Dia seenaknya klaim begitu."
Kartika mengulum bibir. Ia menarik napas. "Mbak Atri marah banget! Tapi dari Mbak Salsa bilang, aku nggak boleh klarifikasi. So, here I am."
Kian tersenyum getir. Ia mengulurkan tangan untuk memeluk pinggang Kartika. "Kamu tahu aku mencintai kamu kan, Tik? It's only you."
"Aku tahu," angguk Kartika. "Dan itu yang bikin aku nggak terlalu pusing soal posting-an-nya walaupun Mbak Atri tantrum."
"Wajar." Kian tertawa. "Aku malah aneh karena baru kali ini mendengar cewek ngomong kayak kamu gini."
"Yah, gimana, ya?" Kartika mengambil napas. "Aku mau marah juga bingung, Mas. Dia juga nggak menyebut namamu, hanya bikin spekulasi begitu. Jadi, aku nggak bisa datang terus ngejambak dia begitu."
Kian tertawa saat Kartika merujuk pada apa yang kakak sulungnya lakukan beberapa tahun lalu.
lagi, hening menyapa. Tak ada yang berbicara. Keduanya membiarkan masing-masing mengatur emosinya.
Kian mengambil napas panjang, akan memulai menjatuhkan bom kedua. "Aku keluar dari Eclat."
Mata Kartika membelalak ketika pengakuan itu meluncur dari bibir Kian.
"Aku keluar lebih cepat."
Lelaki itu mengadah. Tersenyum pada Kartika dengan rasa sedih di dalamnya. "I am finally letting it go, Tik."
"Why?" Kartika menaikan nada.
Kian mendengung sejenak. "Cepat atau lambat, aku akan keluar dari Eclat."
"Mas, we've talked about this, bukannya kamu bilang mau pikirin dulu?" tanya Kartika tak mengerti. "Terus, kenapa sekarang tiba-tiba kamu keluar?"
Kian mengambil tangan Kartika yang masih bebas. Ia mengenggamnya erat-erat. "Aku habis bertengkar dengan Adrianna."
"Karena unggahannya itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Flavors Unbound
RomanceFLAVORS UNBOUND is noun phrase refer to an exploration of diverse tastes, free from conventional limits, embodying creativity and the unrestricted potential for unique experiences. ADHYAKSA SERIES NO. 3 * Biarpun terlihat menyerah karena akhirnya...