17. The Truth Slaps Hard

8.6K 1K 65
                                    

"Makan, Tik! Cobain, semoga rasanya masih sama."

Kartika terlonjak mendengar Kian yang tiba-tiba menyuruhnya makan. Sejak tadi, ia sepertinya melamun karena setiap memori menghantam kepalanya keras-keras. Kian membawanya ke dalam memori demi memori yang tertinggal. Segala kalimat yang keluar seolah menyiksa batinnya, membuat kerinduan yang ia tahan tak bisa lagi dibendungnya lama-lama. Sudah selama ini, sampai kapan ia harus membohongi dirinya sendiri?

Tika hanya mengangguk sebelum menyendok sup bawang bombay yang berada di meja. Setiap suapan membuatnya menahan napas. Rasanya masih sama enaknya. Tidak ada yang bisa menandingi makanan itu.

Kartika tak membuka mulut. Ia menyesapi setiap cita rasa yang menari-nari di lidahnya. Juga, setiap memori yang melayang-layang. Perasaan nostalgia yang melekat di dadanya terasa begitu hangat.

"Kita kayak pas masih di Sydney, ya?" Kian tertawa kecil sambil memotong daging panggangnya. "Aku masakin kamu, kamu bikinin kue buat aku."

Kartika mencoba tersenyum. "Yah," jawabnya pelan.

Kian menghela napas.  Ia berencana membuka mulut namun suara panggilan ponsel membuatnya menengok. Matanya menatap nama Reza.

"Angkat dulu aja, Mas. Mungkin, penting?" ucap Kartika saat Kian malah menolak panggilannya.

Kian menggeleng. "I text him."

"Mas..."

Kian tak peduli. Ia meletakan ponselnya. Tidak ada yang boleh mengganggu momennya dengan Kartika. Momen ini sudah ia tunggu begitu lama.

"How's life?" tanya Kian langsung.

"Life?"

"Selama delapan tahun ini, apa yang terjadi?" tanya Kian lagi.

"Ini kayaknya catching up session part dua, ya?" balas Kartika mengejek yang dapat tawa dari Kian.

"It's been eight years, Tik! Nggak bisa di-catch up dalam satu kali pertemuan." Kian berdecak. Ia memutar bola matanya. "Mungkin, kamu bisa cerita, lagi sibuk apa sekarang?"

"Sibuk apa?" Kartika memotong daging panggangnya, menusuk potongan itu dengan garpu dan menambahkan kentang goreng sebelum memasukannya ke dalam mulut. "Gitu-gitu aja. Mbak Atri dan Mas Darma gila kalau ngasih kerjaan. Habis ini aja, aku mesti cek report lagi."

Kian tertawa kecil saat melihat wajah Kartika yang merenggut sebal. "Jadi pekerjaanmu sebenarnya apa? Aku denger, jabatanmu direktur? Paling tinggi se-perusahaan gitu?"

"Brand Director. Not as that kind of director." Kartika mengoreksi. "Kalau yang posisi paling tinggi itu, yang nempatin Mas Darma sama Mbak Atri. Bukan aku."

"Okay, enlighten me about this Brand Director stuff." Kian melipat tangan di ataz meja. Menunggu penjelasan.

"Jadi, Brand Director itu orang yang bertanggung jawab atas brand yang di bawah Adhyaksa. Bisa satu, bisa banyak. Mas Darma cuma pegang satu, DigiPro. Karena, dia menjabat sebagai Direktur Utama," jelas Kartika.

"Kalau kamu?"

Kartika diam. "Seharusnya lima. Tapi, sampai sekarang, aku masih kerja bareng dan dibantu Mbak Atri. Belum seratus persen pegang, sih."

"Lima?" Mata Kian membelalak tak percaya. "Berarti, boleh disimpulkan, kamu pegang lima anak perusahaan, kan? Kamu gila? Itu keren banget."

Kartika menghela napas sambil menggeleng. "Yah, tapi, tetep aja, aku nggak suka."

"Karena?"

"Not my passion, maybe?"

Kian mengangkat alis. "Gimana?"

Flavors UnboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang