20. The Fear

10.9K 1.2K 38
                                        

[Nandain 30k]

*

Kartika memejamkan matanya sesaat. Ia mengambil napas lalu membuka mata dan menatap dirinya sendiri di kaca toilet Rumah Ranadi. Sore menjelang malam ini, Stefani berkata bahwa akan ada peluncuran acara pop up dining dan syukuran sebelum memulai acara minggu depan. Untuk itu, Kartika diminta hadir sekaligus menyediakan masing-masing 25 porsi mini kue-kue yang akan disuguhkan pada tamu-tamu. Mau tidak mau, Kartika harus kembali meminjam dapur Gayatri tadi pagi.

Jantung Kartika berdegup kencang. Setelah minggu lalu Kartika belum berbicara apapun lagi dengan Kian. Pembicaraannya terakhir hanya berupa pesan. Kian menyatakan bahwa dirinya sudah putus dengan Adrianna seminggu sebelum kejadian kemarin.

Lalu, apa? Lalu, kenapa? Untuk apa Kian mengirimkan pesan itu? Apakah untuk memberikan rasa senang sesaat sebelum kembali menjatuhkannya?

Kartika muak. Sudahlah! Buat apa juga ia memikirkan semua itu?

Saat ini, fokusnya adalah karir dan bisnisnya. Ia butuh uang untuk Keiku dan untuk itulah ia menerima tawaran Vania saat itu dan tawaran Stefani saat ini. Itu saja! Bukan untuk bertemu apalagi melibatkan diri ke hubungan omong kosong bernama percintaan dan pacaran.

Fokusnya kali ini adalah mendapatkan uang lalu membuka toko kuenya sendiri. Dengan uang hasil dari acara ini, Kartika bisa keluar dari perusahaan Adhyaksa lalu menjalankan Keiku tanpa ada yang menghalangi.

Kartika kembali merapikan gaunnya. Gayatri yang memilihkan gaun itu untuknya. Gaun V neck dengan potongan rok A-Line tanpa lengan berbahan katun dan aksen kancing di bagian dada hingga perut.

Kartika sempat khawatir karena dengan mengenakan gaun ini, tatonya akan terlihat. Namun Gayatri hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum lembut, "Embrace yourself, sis! Acara ini bukan acaranya Kartika si anak tengah Adhyaksa, tapi Kartika the owner of Keiku. So, just be yourself and rock that damn whole things!"

Kartika menepuk dadanya sendiri untuk memberi kekuatan sebelum berjalan ke luar dari toilet. Kakinya melangkah ke area utama yang jadi tempat acara. Ruangan dengan kaca-kaca itu mengingatkan Kartika pada rumah Gayatri dan kenangannya dengan Kian.

Sial! Kartika menggeleng pelan. Ia bisa melewati bertahun-tahun tanpa memikirkan Kian, seharusnya, sekarang, ia juga bisa melakukannya, bukan?

Baru menjejakan kaki, tiba-tiba, mata Kartika tertumbuk ke beberapa wartawan yang tengah membawa kamera dengan lensa besar. Kilat dari kamera membuat Kartika mengerjapkan mata berkali-kali. Tiba-tiba, tubuhnya menggigil. Perutnya mual.

"Tik? Lo udah dateng, kok diem aja di situ?" Suara Stefani membuyarkan lamunan kartika.

Kartika berusaha menguasai diri. Ia menggelengkan kepala perlahan. "Oh, agak kaget aja." Ia diam sejenak. "Lo nggak bilang ada wartawan, Stef."

Stefani mengerutkan dahi. Ia mengamit lengan Kartika. "Ya, kalau acara launching gini memang biasa ngundang wartawan, kan? Bukannya di perusahaan lo juga sering ngadain acara semacam ini?"

Kartika menegang. Ia menelan ludah gugup sambil mengangguk. "Y-ya..." Ia meringis, berusaha menjaga nada bicaranya.

"Mbak Salsa nggak datang, ya? Tadi katanya ada urusan sama Mas Darma?" Stefani nyerocos lagi.

Kartika mengangguk lemah. Salsa juga tidak memberitahu seputar ini. Mungkin, asumsi semua orang Kartika harusnya tahu. Dan itu salahnya, Kartika tidak tahu.

"Si Janu lagi di belakang, masih ngawasin masak," jelas Stefani tiba-tiba sambil membawa Kartika ke belakang ruangan. "Lo di sini dulu aja, sama gue."

Lagi, Kartika mengangguk. Lidahnya kelu. Sedari tadi, pemadangan wartawan terlihat mengganggunya. Kamera-kamera besar itu membuatnya keringat dingin.

Flavors UnboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang