28. As Normal People Do

8.5K 970 49
                                    

Kartika menghela napas begitu menjejakan kaki di hotel sore ini. Besok, ia akan kembali bekerja bersama Kian selama akhir pekan. Perasaan berdebar itu datang lagi. Kali ini dalam wujud yang berbeda karena untuk pertama kalinya, ia akan bekerja dengan Kian sebagai pacar.

PACAR!

Setiap kali memikirkannya, dada Kartika terasa ingin meledak. Sekarang, sudah berapa lama mereka pacaran? Satu bulan lebih?

Kianjanu Wilamartha
Aku masih ada meet & greet, kira-kira sampai jam enam.
Kamu sudah sampai hotel? Kamu bisa ke kamarku?
Aku butuh kamu periksain sesuatu. Kamu bisa minta kunci cadanganku di resepsionis.
16:20

Kartika melirik jam sejenak. Sebelum membalas.

Kartika Adhyaksa
Aku sudah sampai.
Oke, sebentar.
16:21

Kartika berjalan ke arah resepsionis. Ia sedikit kaget ketika resepsionis tersebut memberikan kunci cadangan kamar hotel Kian kepadanya.

"Tadi Pak Kian memang bilang dititip kalau ada apa-apa ke Ibu Kartika." Itu jawaban resepsionisnya.

Kartika mengendus sesuatu yang salah tetapi berusaha untuk tetap berpikir positif. Perempuan itu ke atas, menuju ke kamarnya untuk meletakan kopernya sendiri sebelum ke kamar Kian yang berada di sebelah.

Memindai kartu, ia membuka pintu kamar itu perlahan. Matanya membelalak melihat sebuket bunga carnation warna merah muda berada di atas kasur. Tangannya mengambil buket bunga itu, menatap ke arah kartu yang terselip di dalamnya.

Carnation means love but I don't know how much carnations I need to put to show my love to you.

Kartika berdecak. Dangdut! Ia meletakan bunga itu. Sesaat terdiam sebelum kembali mengambil bunga itu kembali dan memeluknya erat. Sial, sekarang, Kartika tidak tahu harus bertindak bagaimana.

Matanya menumbuk ke arah kotak lain di atas kasur. Ada kartu lain bertuliskan, for the special lady of mine di atasnya. Dengan rasa penasaran, ia membuka kotak tersebut dan membelalak saat melihat isinya. Tampak sepotong  mini tube dress hitam yang begitu cantik. Modelnya sederhana tetapi elegan. Dan begitu melihat mereknya, Kartika tahu berapa harganya. Buat apa Kian menghamburkan uang untuk hal-hal seperti ini, sih?

Ia kembali menemukan sebuah kartu di dalam kotak tersebut. "Dinner with me tonight at 7? Please send me your answer via text (or call? I would pick it up for sure cause right now I believe I am in my nerve waiting for your answer)

Kartika tertawa kecil. Ia bisa membayangkan kekasihnya sedang khawatir sambil menunggu jawaban.

Perempuan itu memotret kartu, bunga dan gaun yang tadi dan mengirimkannya kepada Kian.

Kartika Adhyaksa
Sebenarnya lagi pengin nyari babat gongso, sih.
Kayaknya gaunnya nggak cocok buat makan babat gongso.
16.45

Tawa Kartika pecah. Pasti Kian sedang berwajah masam sekarang. Tak lama, ada balasan dari Kian.

Kianjanu Wilamartha
We could cancel our dinner and find babat gongso instead
16:46

Kartika benar-benar terkekeh sekarang. Ia menggelengkan kepala cepat.

Kartika Adhyaksa
Bercanda, Mas. Kita bisa dinner sesuai rencanamu hari ini.
16.46

Dan babat gongso besok.
16.47

Kartika tersenyum kecil. Ia menatap ke arah gaun yang begitu cantik itu sebelum masuk ke kamarnya. Apapun yang Kian rencanakan, Kartika sudah tak sabar untuk mengetahuinya.

Sementara di tempat lain, kaki Kian nyaris putus dari tungkainya ketika membaca pesan singkat dari Kartika. Ia tidak peduli dengan beberapa penggemar di hadapannya. Ketika tiba-tiba Kartika membalas dengan berkata ia ingin cari makan kaki lima, ia sudah mencelus. Beruntung untuknya karena Kartika hanya bercanda.

Setelah resmi pacaran dengan Kartika, orang pertama yang Kian hubungi adalah Reza. Dan tebak apa tanggapan Reza?

"Nembaknya gimana?" Itu adalah kalimat yang diucapkan Reza ketika Kian pertama kali mengabari.

Dan ketika Kian mengungkapkan bahwa ia menyatakan perasaannya di dapur, Reza langsung memberikan seluruh kata umpatan dalam kamus dan pembendaharaan kata yang diingatnya.

"Goblok, Janu, tolol, masa di dapur? Lo nggak mikirin apa perasaan cewek belasan tahun lo gantung terus lo ajakin pacarannya sekasual itu? Hah? Otak lo di mana Janu? Di dengkul? Di pantat? Di mata kaki? Di selangkangan?" Dan sederet umpatan lainnya.

Jadi, malam ini, Kian sudah memutuskan untuk mengajak makan malam yang romantis. Ia punya seorang kenalan yang bekerja di salah satu semi fine dining restaurant di Semarang dan sudah membuat reservasi di sana. Hari ini, ia akan menyatakan pernyataan cintanya dengan benar—walau mungkin sedikit terlambat.

Ia menelepon Gayatri, meminta pada kakak dari Kartika itu agar bisa memberikan izin pada adiknya untuk datang malam ini—bukan besok pagi. Ia juga meminta tolong Gayatri untuk merekomendasikan beberapa gaun yang sekiranya cocok untuk Kartika. Bukannya apa, Kian buta dan ia tidak mau salah langkah dengan memberikan gaun yang tidak sesuai.

Sekarang, ia jadi penasaran. Seperti apa penampilan Kartika nanti?

Kian menunggu dengan tidak sabar. Ia mencoba tersenyum pada para penggemar walau hatinya sudah ingin pergi ke hotel. Menjelang pukul enam, ia baru sampai ke hotel.

Dengan bergegas, ia masuk ke kamarnya. Sudah menemukan gaun dan buket bunganya tidak ada, ia yakin, Kartika sudah mengambilnya dan bersiap di kamarnya sendiri.

Lelaki itu buru-buru bergegas. Ia  mandi dan membersihkan diri. Sengaja ia membawa satu setel jas yang ia akan pakai untuk malam spesial ini. Dengan rasa khawatir dan gugup, di jam setengah tujuh kurang, Kian mengetuk pintu kamar Kartika.

Rasa tidak sabar menyergap, tetapi hanya sebentar karena semua itu terbayar ketika melihat Kartika keluar dengan gaun yang ia berikan. Oh, damn! She looks stunning. potongan V-neck pada bagian lehernya dan potongannya yang membentuk siluet tubuh Kartika dengan sempurna membuat Kian menelan ludah. Roknya yang cuma sebatas paha menampilkan kaki jenjang Kartika. Gila! Gila! Gila! Fantasi liar bermain di kepala Kian sekarang.

Oh, hail Gayatri Adhyaksa Putri for helping him! She is fashion icon of socialites for  a reason.

"Aneh, ya?" tanya Kartika dengan pias malu-malu.

Kian menggeleng. Kalau ada yang aneh, itu adalah pikiran kotor Kian yang sedang ke mana-mana. Kenapa rasanya ia jadi ingin membatalkan makan malam mereka dan menyerbu masuk ke kamar perempuan itu di saat seperti ini?

"Jalan, yuk?" Kian berucap sambil mengamit tangan Kartika yang hanya bisa menunduk malu.

Lelaki itu membawa Kartika menuju rubanah lalu merogoh kantong untuk mengambil kunci mobil. Mata Kartika jelas memicing. Menatap ke arah Kian dengan bingung.

"Ini mobil siapa?" tanya perempuan itu namun tetap masuk ke dalam mobil BMW 328i warna putih tersebut.

"Nggak tahu. Aku minta Stefani. Fasilitas 'dinas' terus dikasih."

"Hah?"

Kian hanya tertawa sambil tancap gas. "Biasanya kalau lagi acara-acara begini, kami disediakan Alphard dan sopir. Tapi, aku nggak mau kencan kita dirusak sama orang ketiga."

Bola mata Kartika berputar. Ia berdecak pelan. "Kok orang ketiga?"

"Ya, orang ketiga, lah! Kalau sama sopir, aku kan nggak bisa begini." Tangan Kian terulur, membelai dari lutut hingga pahanya yang tak tertutup kain dengan perlahan sebelum mencari dan menggenggam tangan Kartika erat di atas paha sang puan.

Wajah Kartika langsung memerah. Ia memalingkannya ke arah lain. Menatap jalan-jalan yang lebih sepi dari Jakarta seraya meredakan jantung yang berdegup tak karu-karuan. Inikah rasanya pacaran dengan orang yang benar-benar ia cintai?

Flavors UnboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang