Kartika menyisikan rambut ke belakang telinga. Sabtu pagi ini, ia duduk di sofa, menatap ke arah layar yang menampilkan logo Skype dan sebuah nama. Ia memain-mainkan jari jemarinya sambil menunggu suara sambungan yang membuat jantungnya bertalu-talu tak karu-karuan.
Ketika wajah seorang pria yang ia kenali berada di layar, Kartika sedikit terlonjak. Perempuan itu berdeham pelan, memperbaiki duduknya.
"Hai, Pa..." panggil Kartika gugup.
Ya, ia gugup.
Di hadapannya adalah ayahnya sendiri. Tetapi, sejujurnya, hubungan antara Kartika dan Aditya jauh dari kata 'dekat'. Mereka jarang berbicara—bukan cuma bicara baik-baik tapi juga bertengkar pun tidak pernah. Kecuali, ketika Aditya marah habis-habisan lantaran Kartika membolos kuliah demi bekerja sebagai pelayan di salah satu kafe.
Kartika memandang wajah Aditya lagi. Sekilas, wajah ayahnya itu sangat mirip Ramdan. Bedanya, sudah ada kerut di ujung mata dan dahinya. Tentu juga, lebih tua. Lelaki berusia hampir enam puluh itu duduk dengan kaos berkerah warna biru muda. Ia memangku dagu, menatap lurus ke arah layar.
"Papa gimana kabarnya? Di Singapur oke semua?" tanya Kartika berbasa-basi.
Aditya mengangguk. "Yah, begitu, Papa bosan. Cuma dapat laporan dari kakak-kakakmu aja. Nggak ada kerjaan lain."
Kartika meringis. Ia memutar otak. Bingung harus bicara apa lagi. "Mama mana?"
"Mamamu sedang di depan. Lagi masak sarapan, katanya. Dia bisa histeris kaget kalau ngelihat kamu telepon sekarang." Aditya tertawa. "Kamu jarang banget telepon, kan?"
Kartika hanya bisa tertawa karir sebagai gantinya. Ia menggaruk tengkuknya, mencoba menetralisir keadaan.
"So, should I congratulate you, little star?" Suara berat itu terdengar dari seberang.
Panggilan itu membuat Kartika menahan napas. Little star adalah panggilan dari Aditya untuk Kartika ketika masih kecil—sesuai namanya. Sementara, Gayatri akan dipanggil Little Princess dan Ramdan dipanggil Little Hero. Beranjak dewasa, nama panggilan itu sudah ditanggalkan seraya dengan hubungan yang makin lama makin merenggang.
"Janu cukup berani untuk memintamu sama Papa sebelum benar-benar melamar kamu." Aditya tertawa kecil dengan tangan terlipat di depan dada. "I'm glad if it is Janu. I really do, so, congratulations. Papa nggak menyangka harus melepas anak perempuan satu lagi."
Untuk pertama kalinya, Kartika menutup mulut. Air matanya tak bisa ia tahan. Pecah begitu saja semua emoisnya bersama isak tangis yang keluar. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Ia benci situasi ini tetapi tidak dapat menahannya.
"Pa..." Kartika terisak. Ia menyusut air mata. Menyekanya dengan telapak tangannya namun air mata itu tidak bisa berhenti. Ia menutup wajah, membiarkan semua emosinya meluap dengan bahu naik turun dan isak.
Aditya duduk dengan sabar. Ia tampak menyandarkan diri di kursi. Menunggu tangis Kartika sampai reda.
"Ada masalah? Someone's hurt you, Little Star?" tanya Aditya lagi. Nada khawatir terselip di sana.
Lagi, Kartika tertohok. Kalimat itu sama ketika pertama kalinya Kartika menangis akibat meninggalnya Katherine dan Glen.
Kartika menggeleng. "Nggak, Pa. All good."
Aditya mengangguk pelan. Ia memajukan tubuh. "Lalu, ada apa sampai kamu telepon Papa hari ini?"
Kartika diam. Ia mengulum bibir. "Tentang apa yang mau aku lakuin ke depannya." Ia menjeda ucapannya. Melihat reaksi ayahnya. "Aku... mau ngobrolin tentang apa yang mau aku lakuin ke depannya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Flavors Unbound
Roman d'amourFLAVORS UNBOUND is noun phrase refer to an exploration of diverse tastes, free from conventional limits, embodying creativity and the unrestricted potential for unique experiences. ADHYAKSA SERIES NO. 3 * Biarpun terlihat menyerah karena akhirnya...