Bab 6

76 23 9
                                    

Happy Reading ✨

  Xelia pulang pada sore hari dengan wajah lesu. Ia merasakan jika tubuhnya pegal-pegal dan sakit. Dari apa yang di kerjakannya tadi, ia di beri upah sebanyak 30 ribu saja. Cukup kecil, tapi setidaknya ada untuk makan besok.

Gadis itu berganti pakaian, kemudian menempelkan beberapa lembar koyo pada punggung dan bahunya.

Kemudian duduk melamun di depan tumpukan buku miliknya. Ia mulai mengambil satu buku novel yang dimiliki dan membacanya. Xelia merasa pemeran utama di novel ini cukup beruntung, di sayang kedua orang tuanya, hidup berkecukupan dan memiliki banyak teman di sisinya.

Berbanding terbalik dengan kehidupan Xelia yang menyedihkan. Hidup sendirian, serba kekurangan, harus kerja banting tulang, bahkan kini ia jadi korban bully. Menyedihkan bukan?

Xelia selalu berharap suatu saat nanti, Tuhan akan memberikan kehidupan yang lebih baik dari sekarang. 

“Tuhan, setidaknya biarkan aku hidup tenang untuk saat ini. Aku bahkan tidak memiliki pekerjaan untuk menghasilkan uang,” pintanya sembari memijat bahunya.

Xelia menutup buku novel, mengambil sebuah buku tulis yang tampak usang, gadis itu mengambil satu lembar foto. Foto berisi sepasang pria-wanita dan anak kecil di gendongan sang pria.

Jari-jari mungil Xelia menyentuh foto kedua orang dewasa tersebut. Seulas senyum tipis tercetak di bibirnya.

“Ibu, Ayah. Aku rindu pada kalian.” gumam gadis itu, menahan kerinduan pada kedua orang tuanya yang sudah tiada. 

“A-aku disini sendirian semenjak kalian meninggalkanku. Bagaimana aku bisa bertahan kedepannya? Apa boleh aku ikut menyusul kalian?" lirih gadis itu dengan buliran bening dari matanya, berjatuhan mengenai foto yang sedang ia usapai.

Xelia yang masih remaja memerlukan kasih sayang, perhatian, dan dukungan. Namun, sayangnya ia sudah tidak bisa mendapatkan semua itu. Dirinya benar-benar sendirian, tidak ada sanak saudara atau yang lain yang mau menanyakan bagaimana kabarnya.

***

   Bel masuk berbunyi nyaring ke seluruh penjuru sekolah. Gerbang mulai ditutup membuat para murid yang masih di luar bergegas masuk, salah satunya Xelia. 

Dengan nafas ngos-ngosan Xelia berjalan di lorong kelas yang masih ramai oleh beberapa murid. Langkahnya terhenti kala melihat Visya, bersama kedua temannya serta ada Reyko juga. Mereka berdiri di depan kelas.

“Oy culun, sini lo!” panggil Visya yang asyik memainkan rambut Reyko.
Hubungan keduanya memang belum diketahui banyak murid.

Xelia sebenarnya ingin menghindar, tapi itu mungkin hal mustahil baginya saat ini. Kakinya mulai melangkah mendekat, dengan wajah takut-takut.

“A-ada apa?” tanya Xelia. 

Visya mengambil buku lalu melemparnya begitu saja pada Xelia, tindakan gadis itu diikuti kedua temannya.

“Kerjain tugas kami, harus benar. Kalau ada satu yang salah, lo akan tau akibatnya!” ancam Visya tanpa menatap Xelia.

“Ngapain masih diem? Cepat ambil!” sentak Clea.

Xelia mengambil ketiga buku itu, ia memeganginya. “Tapi, ini kan tugas kalian. Seharusnya, kalian yang kerjain.”

“Heh, lo gak mau nurut? Atau perlu kita kasih pelajaran dulu?” Nias mendorong bahu Xelia kencang membuat gadis itu sedikit oleng.

“Gue gak mau tau, pokoknya lo kerjain dan harus bener, awas aja kalau ada salah!” Visya masuk ke dalam kelas di ikuti Nias.

Xelia memandang rumit Visya, ia menghela nafas pelan karena tidak memiliki keberanian untuk melawan.

XELIA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang