Jangan lupa vote dan komennya 💜
Happy Reading ✨
Di sebuah ruangan bernuansa serba putih, terdapat seorang gadis yang berbaring di atas kasur. Kedua mata gadis itu tertutup rapat, bibirnya tampak pucat dan pada keningnya juga terlihat memerah.
Beberapa saat tidak lama dari itu, kedua matanya mulai terbuka. Memperhatikan sekitar yang tampak asing di matanya, gadis itu yang tak lain adalah Xelia duduk sembari memegangi kepalanya yang terasa pusing.
“Dimana aku?” gumamnya pelan.
Ceklek.
Xelia menoleh ketika mendengar suara pintu yang dibuka, hingga masuklah seorang pria berpakaian putih dengan stetoskop yang ia simpan di leher.
"Sudah sadar rupanya. Apa yang kau rasakan?" tanya pria itu yang tidak lain seorang dokter.
Xelia terus memegangi kepalanya, "Se-sedikit pusing."
Dokter mengangguk. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan pada Xelia.
"Kamu sudah baik-baik saja, tidak ada hal buruk yang perlu di khawatirkan," jelas dokter sembari tersenyum.
"Dok, kenapa saya bisa ada disini?"
"Kamu tidak ingat?"
Xelia merenung, memikirkan apa yang terjadi sebelumnya.
"Ada yang membawamu kemari dalam keadaan basah kuyup. Orang itu bilang kamu tenggelam."
Xelia melebarkan mata mendengar apa yang dokter katakan. Ingatan ketika dirinya di permalukan dan dituduh memfitnah Visya ketika di lapangan muncul, ia juga ingat saat dirinya ada di danau kemudian melompat ke dalam air.
"Dok, saya mau bu-bunuh diri," akunya Xelia menyesal dengan pemikiran pendeknya.
Dokter sudah menduga ini, mengingat jika orang yang mengantarkan gadis ini melihat sendiri jika gadis remaja ini melompat ke dalam danau.
"Dek, begini. Saya memang tidak mengenalmu begitu juga kamu, tapi ... saya harap kamu tidak memiliki niat seperti itu lagi. Sekalipun masalah yang kamu hadapi berat, jangan sampai memiliki pemikiran mengakhiri hidupmu sendiri."
"Jika kamu tiada, bagaimana dengan kedua orang tuamu? Dengan keluarga dan orang-orang yang mencintai kamu. Pasti mereka akan sedih."
Xelia tertawa sinis, "Saya gak punya semua itu. Saya sebatang kara, gak ada namanya orang-orang yang mencintai saya, justru mereka benci saya," balas Xelia dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
"Memang kemana kedua orang tuamu?"
"Ada di surga."
Dokter pun langsung paham dan merasa tidak enak terhadap Xelia.
"Dunia ini sudah terlalu kejam pada saya dok. Sejak di tinggal orang tua, saya selalu di rundung masalah dan kesulitan. Bahkan saya-" Xelia tidak dapat meneruskan perkataannya, ia tidak sanggup jika mengingat perlakuan buruk dan kasar Visya cs kepadanya.
"Baiklah, saya bisa memahami sedikit apa yang kamu rasakan. Tetapi, ingatlah untuk tetap berpikir positif, yakin jika Tuhan tidak akan membiarkanmu menderita lebih lama lagi," papar dokter lalu pria itu pergi dari ruangan ini.
Xelia hanya diam selepas kepergian dokter. Pikiran dan perasaannya masih dipenuhi rasa kesal, benci, sedih, dan payah. Xelia berpikir jika kebahagian seolah enggan menghampiri, entah dosa apa yang pernah Xelia perbuat sampai menderita sebanyak ini.
***
Xelia keluar dari rumah sakit setelah satu hari di rawat, lagipula ia tidak sakit parah sampai harus di rawat beberapa hari. Namun, ia sedikit merasa tidak enak pada orang yang sudah menyelamatkannya ketika tenggelam.
KAMU SEDANG MEMBACA
XELIA [Tamat]
Teen FictionXelia Natania merupakan seorang gadis remaja yang hidup sendirian semenjak kedua orang tuanya tiada. Hidupnya penuh luka dan duka, apalagi saat dirinya menjadi korban bullying yang di lakukan murid kalangan atas di sekolahnya. Xelia semakin menderi...