25.

4.1K 96 4
                                    

"Dir, liat Enbi nggak?" Nadira menoleh kearah Rafdi yang berdiri didepan kubikelnya. Refleks Nadira senyum sendiri saat mengingat kejadian saat outing kemarin.

"Ekhem," deham Nadira salang tingkah.

Rafdi sampai menukikan kedua alisnya karena melihat tingkah aneh Nadira. "Kenapa Nad? Sakit?" tanyanya.

Nadira menggeleng. "Enggak, agak serak aja. Oh iya, Si Enbi tadi katanya kunjunge ke rumah author ikanhiumakantomat sama dua lainnya gue lupa," jelasnya.

Rahang Rafdi mengetat saat mendengar ucapan Nadira. Cemburu merasuki dirinya, mana sejak peristiwa kemarin Enbi tidak mengangkat telfonya lagi.

"Oh iya, makasih Nad," ujarnya lalu melenggang pergi meninggalkan Nadira.

Rafdi mengambil ponselnya disaku lalu mencoba menelpon nomor Enbi. Namun sial, status panggilannya hanya 'Memanggil'.

"Kemana lo Bi?" gumamnya. Perasaanya tidak tenang sejak kemarin. Dia ingin menemui Enbi namun terhalang pekerjaanya yang padat. Saat ia sudah lega, gantian Enbi yang tidak bisa ditemui.

Sementara dilain tempat. Enbi dan Elmo sedang menikmati siang harinya dengan duduk diatas karpet. Udara sejuk di siang hari, sambil menikmati birunya warna air laut dan gemericik ombak lautan.

"Aku kalau lagi suntuk biasanya suka pergi sendiri ke pantai," celetuk Elmo.

Enbi menoleh ke Elmo yang sedang menjilat es krim coklat. "Oh iya? Kamu sepertinya memang introvert ya?" tanyanya.

Elmo menggeleng. "Aku sebenarnya lebih suka ngumpul sama banyak orang sih. Cuma kadang kalau burn out aku emang milih alam buat healing."

"Oh ya? Tapi enaknya apasih pergi sendirian? Menurutku nggak asik sih."

"Aku nggak tiap hari kok pergi sendiri. Kadang aku emang butuh waktu sendiri buat mikir alur atau cari referensi dengan lihat sekitar."

Enbi tersenyum sambil sesekali mencuri pandang kearah Elmo. Tampan dan lembut sekali, idaman banyak cewek.

"Selain ke pantai, kamu biasanya hesling alam kemana?" tanya Enbi penasaran.

"Aku biasan ke pantai sendirian kalau sama temen paling naik gunung atau camping," sahut Elmo.

"Ternyata kamu pecinta alam ya?" timpal Enbi, ia baru tahu kalau Elmo suka alam. Pasalnya saat SMA ia hanya tahu kalau Elmo itu suka musik dan olahraga.

Enbi mengulum bibirnya lalu tersenyum. Entah kenapa dia mendadak bersyukur, yang dulu hanya bisa melihat Elmo dari kejauhan sekarang bahkan bisa duduk berdampingan dan saling mengobrol. Lebih meyenangkannya lagi, sekarang ia diajak liburan oleh Elmo si cinta pertamanya.

"Dulu aku lebih suka olahraga sih sama ngeband, tapi semenjak kuliah diajak ikut kegiatan alam jadi suka sama alam," jawab Elmo.

Es krim cone ditangan Elmo sudah habis. Sementara milik Enbi masih berada ditangannya. Gadis itu mendengarkan cerita Elmo sambil menikmati es krim stroberinya.

"Err, kamu suka ngeband juga?" pancing Enbi, mendadak ia ingin tahu apa cinta pertamanya itu masih suka bermain musik atau tidak. Pasalnya, melihat Elmo bermain musik membuat pesona dan ketampanannya naik berkali-kali lipat.

Raut wajah Elmo mendadak kusut. Ia tersenyum getir menatap Enbi. "Dulu suka, sekarang nggak bisa."

Kedua alis Enbi menyatu. Kalimat Elmo sangat ambigu. Suak tapi tidak bisa? Haruskan Enbi bertanya lebih lanjut? Namun ia mengurungkan niatnya, karena merasa itu hal sensitif.

"Udah nemu hobi baru sih biasanya gitu," ujar Enbi lalu tersenyum canggung.

"Pita suaraku cidera."

"Uhuk uhukk," Enbi tersedak es krimnya.

"Kamu nggak apa-apa Bi?" tanya Elmo cemas saat Enbi tersedak. Raut wajahnya terlihat khawatir.

Enbi menggeleng lalu memukul dadanya. Elmo langsung menyodorkan sebotol air mineral yang tutupnya telah ia buka.

"T-terimakasih," ucap Enbi lalu meneguk air mineral itu.

"Pelan-pelan aja Bi," sahut Elmo.

Satu menit kemudian, keadaan Enbi sudah baik. Meskipun dia masih kaget setelah mendengar penjelasan Elmo. Bagaimana bisa suara Elmo bisa cidera?

"Udah baikan?" tanya Elmo yang diangguki oleh Enbi.

"Aku kaget aja tadi waktu kamu cerita, ehm maaf.. pita suara kamu cidera," ingin sekali Enbi menampar mulutnya karena lancang. Tapi maaf, ia tidak bisa menahan diri dari rasa penasaran.

Elmo menaikan kedua lulut dan memeluknya. Ia menatap kosong kearah air laut. Musik adalah hal yang ia sukai sampai akhirnya dia membencinya karena suatu hal.

Elmo tersenyum kecut saat mengingatnya. Rasa sakit itu bahkan masih ada sampai sekarang. "Pita suaraku rusak karena ngambil nada tinggi buat banyak lagu, setelah itu ya aku mutusin pensiun. Dokter juga bilang kalau diterusin bakal bahaya buat kondisiku," ucapnya dengan nada sarat akan kesedihan.

Enbi yang mendengar dan melihat mimik wajah Elmo langsung merasa bersalah. "M-maaf Elmo, aku malah nanyain hal yang bikin kamu sedih," cicitnya.

Elmo menggeleng lalu menatap Enbi. "Nggak apa-apa, kayaknya aku malah lega bisa cerita ke kamu," jawabnya dengan senyum lebar yang menawan.

Ya allah jantung gue bisa meledak lama-lama.

•••••

Pukul tujuh malam lebih lima belas menit Enbi sampai di depan Kostnya. Ia melambaikan tangan pada mobil Elmo yang perlahan menjauh. Dengan senyum sumringah karena senang habis jalan dengan Elmo, ia berjalan masuk menuju kamarnya.

"Yah, Lilo belum pulang," gumamnya saat melihat kamar Lilo masih gelap. Padahal dia mau minta makan malam gratis.

Bergegas ia membuka kunci kamar, masuk dan menghidupkan lampu. "Huh, senang banget hari ini," ujarnya sambil rebahan diatas kasar lalu menyalakan kipas angin.

"Habis dari mana kamu?"

Enbi terlonjak kaget saat mendengar suara dari seorang laki-laki. Ia beranjak dari ranjangnya lalu membulatkan kedua bola matanya. "L-lo ngapain disini?" pekiknya yang agak ngelag saat melihat cowok keluar dari kamar mandinya.

Berbeda dengan Enbi yang terkejut. Cowok itu malah berjalan santai lalu duduk disamping Enbi. "Nyariin kamulah."

"Brengsek ngapain lo disini! Pergi nggak lo!" usir Enbi saat sudah sadar sepenuhnya.

Enbi bangkit dari ranjangnya namun ditarik kembali oleh cowok itu. "Ngapain sih? Lepasin tangan gue Rafdi!" bentaknya, namun sayang cowok bernama Rafdi itu terlalu keras kepala.

"Aku minta maaf."

"Belum waktunya lebaran, nggak usah minta maaf! Sono keluar!" usir Enbi sekali lagi. Namun Rafdi malah menarik tubuh Enbi dan membawa ke pelukannya.

"Aku salah Bi. Aku minta maaf," hanya itu yang bisa dia ucapkan.

Enbi tersenyum sinis, tak membalas pelukan Rafdi sama sekali. Justru berusaha mendorong Rafdi agar pelukannya terlepas. Kemarin ia pasti bahagia jika dipeluk Rafdi. Namun sekarang, pelukan itu rasanya menyesakkan.

"Gue nggak mau dengar apapun! Pergi lo dari sini!" usir Enbi.

Rafdi malah semakin memperat pelukannya. "Kamu boleh lakuin apa aja aku. Tapi tolong maafin aku sayang, aku khilaf," mohonnya.

Enbi memutar bola matanya malas. Kalau saja Enbi tidak marah waktu itu, mungkin Rafdi masih semena-mena padanya.

"Khilaf kalo lebih dari tiga kali itu namanya keenakan bukan khilaf!"

•••••

Maapkeun baru update guys.
Habis kena write blok di tempat Enbi 😭 Lagi coba nyari ilham dulu biar ceritanya nyambung

BTW jangan lupa vote + kommen ygy
lope sekeboon

Enbi Solo (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang