35.

3.2K 93 4
                                    

"Auhh!!"

"Heh! Mata itu dipake, punya dua mata jalan masih nabrak! Buta lo ya?!"

Padahal bukan Enbi yang menabrak. Justru Enbi yang ditabrak, eh malah si penabrak yang marah-marah. Huh, kalau aja si penabrak bukan seniornya, sudah Enbi damprat pastinya. Eh tapi bohong, nggak berani kok.

"Padahal elo yang tadi nabrak Enbi loh Ci," tegur Nadira yang untungnya tadi berjalan bersama Enbi.

Ciani menarik sudut bibirnya, tersenyum sinis menatap Enbi dari atas sampai bawah. Soal cantik dan body tentu saja lebih menang dirinya. Heran kenapa Rafdi tergila-gila gadis tidak jelas seperti Enbi. Masih Ciani ingat kemarin saat Rafdi membawa masuk Enbi ke dalam mobil dan menciumnya. Ciani melihat semuanya, karena saat Rafdi keluar ia menguntit lelaki itu. Sampai menemukan kenyataan yang membuatnya sakit hati.

"Salah dia sendiri ngalangin jalan gue!" kilahnya tidak mau kalah.

Nadira sudah maju bersiap mendamprat Ciani. Namun Enbi langsung melerainya, tidak enak berantem didalam kantor. Takut kena peringatan.

"Udah Mbak, kita balik kerja aja. Gue nggak apa-apa kok," bujuk Enbi.

Sumpah ya kalau Enbi tidak membujuknya, Nadira sudah siap menjambak rambut Ciani. Habis dari dulu ia sudah kesal dan tidak suka dengan Ciani. Anak muda sok satu itu.

"Huh yaudah, besok gajian harus slay!" jawab Nadira lalu merangkul lengan Enbi masuk kedalam kantor.

Sampai di kubikelnya masing-masing. Tiba-tiba Kalvin datang menghampirinya. "Bi!"

"Kenapa Bang?" tanya Enbi dengan wajah mendongak menatap Kalvin.

"Sini gue bisikin," ujar Kalvin menyuruh Enbi mendekat.

Sementara kening Enbi mengerut karena penasaran dengan maksud Kalvin. Akhirnya Enbi mendekatkan telinganya ke Kalvin.

"Disuruh Rafdi ke rooftop," bisik Kalvin.

"Hah? Ngapain? Gamau ah!" tolak Enbi dengan nada agak meninggi. Hal itu menarik perhatian beberapa karyawan lain yang merasa terganggu dengan suara Enbi.

"Jangan kencang-kencang ngomongnya!" protes Kalvin.

Tetap saja Enbi tidak mau menuruti Kalvin. Ia kembali duduk dikursi. "Nggak mau bang," tolaknya dengan suara pelan.

Kalvin menghela napasnya lalu berjongkok didepan Enbi. "Heh, ayolah. Si Rafdi udah tantrum dari semalem di mess tau nggak!" bujuk Kalvin.

"Oh."

"Loh, kok Oh doang sih!"

"Ya gue harus gimana Bang? Gue sawan kalau ketemu Rafdi dikasih draft lagi nanti!"

Kalvin tidak tahu apa masalah dua sejoli itu. Namun kenapa dia dilibatkan? Bahkan semalam dia begadang sampai subuh hanya untuk menemani Rafdi yang sedang galau. Merokok, bernyanyi, dan mengobrol sampai ke palung mariana. Ah, kalau saja Rafdi bukan sahabatnya dan atasannya. Mana mau Kalvin disuruh menemani Rafdi begadang karena galau. Padahal semalam niatnya ke mess agar tidak telat berangkat karena hari senin biasanya macet. Eh sialnya malah didatangi Rafdi.

"Gue udah tau hubungan lo sama Rafdi!" kedua bola mata Enbi membulat sempurna. Ia terkejut karena Kalvin mengetahui hubungannya dengan Rafdi.

Namun ia penasaran, darimana Kalvin tahu? Apa Rafdi yang memberitahunya?

"Gue sama Nadira ngintip lo ciuman sama Rafdi diacara outing."

"HAH APAAN SIH BANG?!" pekik Enbi tanpa sadar. Sungguh malu sekali dirinya lagi ciuman malah diintip orang.

"PELAN AJA SUARANYA WOYY!" tegur Astera.

Enbi langsung kicep, lalu meraup wajahnya. Sumpah ia malu, mana waktu itu Enbi ciuman sama Rafdi brutal banget lagi.

Kalvin yang melihat ekspresi kacau Enbi malah terkikik geli. "Nggak usah malu, gue sama Nadira dulu juga gitu kok!" godanya.

"Bang! Udah!" mohon Enbi dengn muka melasnya yang langsung ditertawai Kalvin.

"Dateng atau gue bilang ke yang lain nih? Haha!"

Enbi mendengus kesal. "Ish! Iya gue dateng nih. Dasar! Temen sama temen sukanya ngancem mulu! Sumpah Bang gue doain mata lo bintitan!"

••••

"Apa sih?!" baru saja sampai di rooftop Enbi sudah meneriaki Rafdi yang sedang duduk sambil membuka laptop yang diletakkan diatas meja payung.

Rafdi menoleh kearah Enbi. "Sini Bi!" titahnya dengan senyum lebar mirip senyum Cipung kalau disuruh senyum ikhlas.

Enbi jadi merinding, makin hari sikap Rafdi makin aneh. Kadang marah, ngeselin, suka nyindir, manis, bucin, kadang juga nggak tau malu kayak gini contohnya. Padahal Enbi sudah menolaknya kemarin tapi cowok ini tetap saja bebal.

Rafdi menarik kursi agar Enbi duduk disampingnya. "Sini duduk Bi," ujarnya selembut mungkin bahkan pantat bayipun kalah lembut.

Namun Enbi tidak tersentuh sama sekali. "Raf, setengah jam lagi mulai jam kerja! Buruan kalau ngomong!" titahnya.

Rafdi masih saja tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya. Hal itu justru membuat Enbi merinding. "Sumpah Raf, lo nggak kesurupan kan?" tanya Enbi dengan cemas.

Rafdi menggeleng lalu bangkit dari kursinya, berjalan mendekat kearah Enbi. "Enggak kok, serius gue mau ngomong Bi. Ayo duduk, ada yang mau gue bilang."

Enbi ingin menolak namun dengan perlakuan normal Rafdi, rasanya ia tidak enak. Akhirnya ia menurut saat Rafdi menuntunnya untuk duduk.

Mereka akhirnya duduk saling berhadapan. Rafdi menutup laptopnya lalu menatap Enbi. "Gue nyuruh lo kesini karena penting banget. Semalem gue telponin lo nggak ada jawaban, dan ternyata gue cek, lo blokir gue," ujar Rafdi dengan nada sarat akan kecewa.

Ya, memang semalam setelah Enbi meresmikan hubungan pura-puranya dengan Elmo, ia langsung memblokir Rafdi. Berharap bisa melupakan Rafdi dengan hubungan palsunya dengan Elmo.

"Dengerin gue Bi, gue tau lo nggak akan percaya apa yang gue omongin. Gue nggak maksa, tapi gue cuma mau ngasih kenyataan kal-"

"Langsung intinya," potong Enbi, selain karena penasaran ia juga tidak kuat ditatap Rafdi dan berhadapan dengan wajah tampan si mantan. Jantungnya rasanya ingin meledak.

"Elmo, dia nggak baik buat lo," ujar Rafdi yang membuat Enbi tertawa sinis.

"Oh ya? Terus yang baik itu kayak siapa Raf? kayak lo gitu?" sungut Enbi tidak terima Elmo dikatai begitu. Padahal Enbi lebih dulu mengenal Elmo saat SMA, ya meskipun hanya tahu luarnya saja sih.

Rafdi menghela napas panjang, sebelum memberi tahu Enbi soal Elmo. Ia memang sudah siap jika tidak dipercayai oleh Enbi.

"Gue nggak akan maksa lo percaya sama gue Bi. Tapi kalau masih kurang yakin, lo bisa tanya aja ke Kalvin, dia dulu mantan editor Elmo."

"Halah, bisa aja kan kalian sengkokol. Lo tuh sumpah ya Raf ngeselin banget. Cowok sebaik Elmo bisa-bisanya lo jelekin dia!" hardik Enbi tidak terima saat Elmo dihina.

Rafdi menelan ludahnya, susah menjelaskan pada orang yang terlanjur menganggapnya buruk. "Gue emang jahat, terserah lo mikir gue kayak gimana. Tapi tolong Bi, pikir ulang buat jadian sama Elmo. Sekala nggak bakalan diam aja!"

••|••

Kalau kalen jdi Enbi, lebih percaya ucapan orang lain kalau orang itu jahat atau tahu sendiri kebenarannya?

hmmm

jan lupa pote dan komen ygy

Enbi Solo (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang