27.

4.1K 103 1
                                    

"Saya nggak mau tahu! Masalah ini besok harus kelar!

Semua karyawan di ruang rapat itu langsung lemas seketika. Pasalnya instruksi kepala editornya hanya memberi waktu satu hari mulai hari ini. Dan tentunya hari ini mereka tidak akan pulang alias lembur.

"Maaf saya agak keberatan Bang," ujar Tori sambil mengangkat telapak tangannya.

"Ya silahkan," Rafdi mempersilahkan Tori untuk menyampaikan keberatannya.

"Menurut saya, ini nggak etis Bang. Masalahnya, si penulis juga nggak ngasih detail bagian mana yang diplagiat, cuma cuplikan satu kalimat doang Bang. Ya mana kita bisa tahu!" protesnya.

Semua karyawan disana mengangguk setuju. Namun tidak ada untuk Hana yang terlihat lesu, pasalnya dia juga ikut pusing dengan Mariosa. Kalau saja dia punya kuasa, dia pasti akan mengundurkan dirinya.

"Saya juga mau menyanggah Bang," ujar cowok bernama Astera.

"Ya silahkan."

"Barusan saya hubungan beberapa penulis, justru mereka malah mengeluh. Karena katanya, justru Marioosa yang suka plagiat beberapa adegan di naskah Xpiderman," ujarnya.

Rafdi memijit pelipisnya. Kepalanya terasa berat, memang permasalahan plagiat didunia novel ini sangat sensitif.

"Saya juga keberatan Raf! Tadi Hana bilang, Mariosa nuduh penulis saya yang satriahitam. Katanya plagiat beberapa adegan di novel Magic Flower, tapi nyatanya novel satriahitam ini genre thriller semua, jadi darimana plagiatnya?!" protes Joan.

Merasa disudutkan oleh beberapa orang, entah kenapa mengusik harga diri Hana. Ia tahu, Mariosa memang menyebalkan. Namun dengan teman-temannya yang terlalu menyudutkan Mariosa. Hana merasa direndahkan, pasalnya selama ini Hana yang memegang naskah Mariosa. Secara tidak langsung, ia merasa bahwa kemampuannya direndahkan oleh temannya. Sejujurnya, ia merasa bahwa temannya kini merasa bahwa Hana kurang teliti dalam mengerjekan naskah Mariosa.

"Ya meskipun genre thriller, bisa aja kan dia ngambil beberapa bagian di adegan Mariosa yang dimasukkin ke beberapa adegan Satriahitam!" protes Hana.

Joan tentu tidak terima, lelaki berkepala pertengahan empat itu berdiri. "Heh lo yang masuk akal kalo ngomong! Cerita Satriahitam itu full adegan pembunuhan, terus punya si Mariosa itu isinya romantis kearah dewasa. Lo pikir si psikopat ada waktu cinta-cintaan sama nges*ks gitu?!"

Semua orang di ruangan itu langsung melotot saat mendengar ucapan Joan yang begitu vulgar. Begitupula Hana yang seketika gelagapan. "Y-ya bisa aja kan," namun tetap saja dia tidak ingin disalahkan.

"Ekhem," deham Rafdi, ia takut kalau Joan semakin marah dan kata vulgar lainnga akan keluar.

Mendengar dehama Rafdi, Joan langsung kembali duduk. Sementara Hana masih agak terkejut dengan kata vulgar yang diucapkan Joan. Antara kesal dan malu sih sebenarnya.

"Sudah cukup!" tegur Rafdi.

Semua karyawan menurut diam. Kini giliran Rafdi yang bertopang dagu. "Dari hasil aduan yang lain, sepertinya kamu harus crosscheck lebih detail ke Marioosa, Han."

"Gini aja Raf, gimana kalau kita bikin zoom meet sama penulis lain. Mungkin di forum itu bisa kebuka semua," usul Kalvin.

Rafdi menimbang ide Kalvin yang menurutnya bagus. "Saya setuju dengan usulan Kalvin. Bagaimana yang lain?" tanyanya.

"Saya setuju!" ucap mereka serentak.

"Kalau gitu nanti malam kita tetap lembur buat meet. Oh iya, Ciani. Tolong bikinin undangan zoom buat para penulis, nanti share ke grup kita biar nanti editor masing-masing yang urus," titah Rafdi.

"Baik Raf."

•••

Huft, apes-apes! Udah miskin banget tanggal tua, gajian belum turun. Niatnya nanti mau minta makan ke Lilo malah ada lembur!

Enbi mengaduk mie ayamnya dengan tidak minat. Menangisi uang dua puluh ribunya yang sudah habis buat makan malam. Padahal niatnya tadi buat ongkos pulang. Baguslah, sekarang dia tidak punya uang untuk pulang. Uang hadiah lomba kemarin saja sudah habis buat bayar tunggakan kostnya.

"Ya ampun Bi, dimakan kek jangan diaduk-aduk doang! Lo pikir bubur apa?!" tegur Nadira yang duduk didepannya.

"Kenapa sih? Sakit gigi lo?" Kalvin menyentuh pipi Enbi dengan jari telunjuknya, mencoba mengetes apakah gigi Enbi sakit.

Namun sayang malah ditepis Enbi. "Ih, jangan pegang-pegang! Bukan muhrim!" ucapan Enbi seketika membuat Nadira dan Kalvin terbahak. Keduanya ingat saat Enbi berciuman dengan Rafdi.

"Iya deh si paling muhrim si paling suci," Kalvin mencoba menggoda Enbi, namun sayang yang digoda malah tidak mengerti maksudnya.

"Aduh gemes deh," Nadira sampai memucukkan kedua telapak tangannya dan menyantukannya seolah berciuman.

"Kalian berdua kenapa sih? Nggak waras ya?" celetuk Tori yang merasa geli dengan tingkah Nadira dan Kalvin.

Nadira cemberut. "Yaelah Tor, cemburuan banget jadi orang!" sahutnya yang membuat Tori dan Kalvin terdiam dan canggung.

"Gue juga nggak ngerti sebenarnya kalian berdua itu kenapa? Malah kayak orang gila aja!" sahut Enbi yang membuat Tori dan Putri terbahak.

••••

Zoom meet telah selesai tepat pukul sembilan malam. Semua karyawan sudah keluar dari ruang meeting. Tak terkecuali Enbi yang sekarang berdiri didepan kubikelnya sambil mereganggkan kedua tubuhnya.

"Lo yakin nginep sini?" tanya Nadira yang sudah siap pulang.

Enbi mengangguk yakin. Ini keputusan yang tepat, lebih baik dia menginap di mess daripada nebeng orang lain yang belum tentu mau ditebengin.

"Huh, yaudah deh hati-hati. Jangan tidur sekamar sama yang ada cowoknya!" saran Nadira.

"Iya bawel! Sana pergi!" usir Enbi yang sudah lelah mendengar ocehan Nadira.

Enbi mendorong tubuh Nadira keluar dari ruang kantor. Setelah Nadira hilang dari pandangannya, barulah Enbi kembali ke kubikelnya. Menggendong ransel dan keluar menuju mess.

"Lo jadi nginep Bi?" tanya Kalvin.

"Iya Bang."

"Yaudah nanti sekamar sama gue aja, ada Rafdi, gue sama Giselle," kedua bola mata Enbi membulat sempurna. Mana mau dia sama Rafdi.

"Err.. aku di kamar satunya aja Bang," gugup Enbi.

"Disana udah penuh sama cowok, lo mau cewek sendirian?" jelas Kalvin.

Tubuh Enbi langsung melemas, dia ingin pulang saja. Tapi dia tidak punya uang, haruskah ia ngutang ke orang didepannya. "Bang," cicitnya.

"Apa?!" tanya Kalvin.

"G-gue m-mau m-"

"Apasih yang jelas ngomongnya! Jangan gagap gitu ah nggak cocok sama muka cakep lo!"

Enbi langsung menjulurkan lidahnya seolah ingin muntah. Lelaki didepannya ini memang juara sekali kalau disuruh menggombal.

"Gue mi-"

"Vin, katanya mau ngopi tadi gue tungguin juga!"

Kalvin tersenyum jail saat melihat kedatangan Rafdi. Mendadak ia berpikir mungkin pasangan backstreet didepannya ini sengaja ingin menginap di mess bareng biar bisa kencan.

Hihi, dasar bucin tolol

Karena sudah pura-pura jadi orang bodoh. Jadi Kalvin memilih menjadi orang bodoh sekalian saja dalam menghadapi hubungan Rafdi dan Enbi.

"Iya, gue lagi marahin Enbi nih. Katanya mau nginep di mess tapi malah mau tidur di kamar Astera."

"APA?!!"

•••

Yuhuu
Mampir pencet tombol bintangnya dong kaka 💝

Enbi Solo (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang