49.

952 45 7
                                    

"Apa gue harus cari orang tua kandung gue biar direstuin sama emaknya Rafdi ya Lo?"

Lilo yang sedang rebahan disamping Enbi langsung menatap sahabatnya itu. "Bi, udahlah lupain dia aja. Cowok nggak cuma dia aja. Lagian juga, dulu waktu kuliah diputusin Rafdi baik-baik aja. Kok sekarang jadi gila gini sih!" cibirnya.

Enbi menghela napas panjang. Kedua matanya menatap langit-langit kamar Lilo. Sesekali terlintas kenangan kebersamaanya dengan Rafdi beberapa bulan ini. Meskipun hanya sebentar saja, namun begitu membekas untuknya. Kedua bola matanya sampai memanas. Karena tak ingin menangis, diapun menoleh ke Lilo yang sedang sibuk memainkan ponselnya itu.

"Dulu gue baik-baik aja, karena gue coba nahan Lo. Karena sebenarnya, gue juga sakit Lo," ucap Enbi.

Lilo menoleh kearah Enbi yang terlihat frustasi itu. "Bi, gue juga pernah diposisi lo. Itu emang berat banget buat lo Bi. Apalagi kalian pisah bukan karena nggak saling cinta lagi, tapi karena restu."

Detik selanjutnya yang terjadi Enbi malah menangis meraung. Mirip anak kecil yang habis jatuh dari sepeda. Lilo sampai mendudukan tubuhnya diikuti Enbi yang duduk sambil memeluk lututnya.

"Anjing Lo! Kenapa sesakit ini sih? Gue bahkan nggak bisa bayangin kalau dia nanti nikah sama Ciani, Lo. Itu pasti sakit banget. Huhuaaa!"

Lilo menepuk bahu sang sahabat. Mencoba menghibur sahabatnya yang sedang gelisah galau merana itu. "Lo yang sabar Bi."

Enbi mengangkat wajahnya lalu menatap kearah Lilo. "Lo, boleh nggak sih gue berjuang lagi?" tanyanya.

Namun sayang, Lilo hanya diam tak menjawab. Seolah mengisyaratkan kalau dia tidak setuju dengan keinginan Enbi.

●●●●

"Raf Raf!"

"Apasih?!"

"Liat kebawah deh!"

Rafdi berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan mendekat ke Kalvin yang sedang berdiri menghadap ke jendela. "Apaan sih kampret!" umpatnya.

"Liat Raf, Enbi masuk ke mobil Sekala!"

"APA?!"

Rafdi yang semula tak berminat kini malah berteriak heboh sendiri. Ia terkejut saat melihat dengan matanya sendiri saat Sekala membawa Enbi masuk ke mobil perempuan itu.

"Sialan si Sekala bikin masalah apa lagi sih!" gerutu Rafdi.

"Tuh cewek emang biang masalah Raf!" sahut Kalvin yang juga ikutan geram. Pasalnya, dulu saat menjadi editor Elmo, dia juga kewalahan menghadapi tingkah gila Sekala.

"Tapi tunggu!" ujar Rafdi yang dibelas kerutan kening didahi Kalvin.

"Kenapa?"

"Ngapain juga gue peduli sama dia! Dia mau ngapain kek gue nggak peduli!" Rafdi membalikkan badan dan menuju kursinya kembali.

Dibalik punggung Rafdi, Kalvin malah tersenyum jail. "Percaya aja dah gue, kalau lo bilang udah nggak peduli sama dia!" ledeknya yang membuat Rafdi kesal.

Rafdi melotot kearah Kalvin yang terlihat mengejek dirinya itu. "Najis banget gue peduli sama si cewek uler tukang selengki kayak dia!" cibirnya yang membuat senyum Kalvin luntur berganti dengan bibirnya yang mengerucut.

Lo bakal nyesel kalau tau yang sebenarnya Raf. monolog Kalvin.

"Ular gitu dulu lo bucin banget sama dia !"

"Itu dulu sebelum gue sadar dari kesurupan!"

"Cielah, entar nyesel baru tau rasa nangis darah kayak gue setelah ditinggal nikah!

****

BRAKK

"BANTING AJA SEMUA BIAR HABIS SEMUA DI KAMAR KITA!"

Suara teriakan demi teriakan saling menyahut di ruangan itu. Ruangan bercat putih yang luas dan elegan itu terlihat berantakan ketika beberapa barang berserakan di lantai.

"Oh tentu! Kalau perlu gue robohin ini rumah!"

"Robohin aja kalau kamu bisa dasar perempuan nggak waras!"

PRAKK

Perempuan itu menampar lelaki berkepala empat yang berdiri didepannya. Tamparan yang terlalu kerasa sampai menyebabkan sudut bibir lelaki itu berdiri. Lelaki itu tersenyum sinis menatap wanita didepannya. Sangat cantik, bagai dewi athena yang diutus turun ke bumi untuk menjadi miliknya. Lihatlah postur tubuhnya yang ramping dan berisi dibagian tertentu, kulitnya seputih susu dengan rambut hitam sepinggang. Cantik sekali, lelaki itu tak pernah habis mengagumi kecantikan wanita didepannya. Hanya saja untuk sikap, wanita itu terlalu nol.

"Oh tentu! Besok gue sewa ekskavator buat ancurin nih rumah!"

"Dasar sinting! Secinta itu kamu sama tuh laki-laki sampai mau robohin rumah yang ditempatin anak-anak kita!" teriak lelaki itu.

Perempuan berusia seperempat abad itu tertawa sinis. "ANAK? ITU ANAK LOE BUKAN ANAK GUE! LO YANG MAKSA GUE BUAT PUNYA ANAK! DASAR SIALAN!"

Lelaki itu memejamkan kedua kelopak matanya. Beginilah kesehariannya ketika di rumah. Selalu saja diisi dengan pertengkaran. Pertengkaran yang bukan adu mulut saja, namun bahkan bisa sampai KDRT.

"Aku ini suami kamu Sekala!" teriaknya frustasi, wajahnya menampakkan kelelahan dan tekanan menghadapi sikap sang istri.

Berbeda dengan perempuan bernama Sekala itu. Dia malah semakin tertawa sinis, seolah mengejek apa yang diucapkan sang suami.

"Suami? Sejak kapan gue nerima lo jadi suami gue? Geraldi Hardianta!!!" pekiknya, bahkan suara seolah tidak pernah habis untuk berteriak jika berdebat dengan Gerald.

Gerald mengepalkan kedua tangannya, mencoba menahan emosinya. Takut kalap akan menghabisi sang istri kalau sampai emosi menguasai seluruh dirinya. Bayangkan saja, setiap hari jika di rumah selalu saja diajak berdebat dengan sang istri. Itu sangat melelahkan, apalagi dia baru saja pulang kerja.

"Cowok jelek kayak loe nggak pantes buat gue! Lo lebih pantas jadi bokap gue!"

Lagi dan lagi, begitulah hinaan yang diterima Gerald setiap hari. Disaat bertengkar atau tidak bertengkar, Sekala pasti selalu mengejek fisiknya yang memang tidak setampan mantan istrinya. Jika dibandingkan dengan mantan istrinya, Gerald sangat jauh. Laki-laki itu memiliki kulit yang eksotis dan bertubuh agak gempal dan pendek. Sangat tidak sesuai dengan kriteria Sekala.

"Ingat Gia sama Geri Sekala. Ingat anak-anak kita Kal. Mereka masih kecil!"

"Persetan dengan anak! Gue nggak peduli! Itu anak loe, loe yang hamilin gue! Lo urus sendiri tuh anak loe sialan!"

Lalu terdengar suara tangisan kencang anak kecil dibalik pintu. Gerald langsung panik sedangkan Sekala malah terlihat marah dan muak.

"Nangis lagi nangis lagi! Nangis teross! Tuh kerjaan anak lo tiap hari! Bikin berisik telinga orang aja! Bangsat! Urus tuh anak loe! Gue nggak sudi urus anak loe!" pekik Sekala lalu bersiap melangkah meninggalkan Gerald.

Namun dengan cepat, lengannya dicekal oleh Gerald. "Mau kemana lagi kamu? Gia sama Geri lagi nangis, seenggaknya tenangin dia dulu," bujuknya yang langsung ditepis oleh Sekala.

"Gak sudi! Loe urus aja anak loe. Gue mau kemanapun itu bukan urusan lo sialan!"

"GERALD! SEKALA! Udahan berantemnya! Ini Gia sama Geri tantrumnya parah banget!" itu suara Marni, Mama Sekala yang hari ini menginap di rumahnya. Sungguh Gerald menyesali, pertengkarannya dilihat oleh sang mertua. Namun bagaimana lagi, beginilah keseharian dari pernikahan mereka.

Maap gess baru update, othor sibuk banget di rl 😭

Enbi Solo (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang