48.

1.4K 47 7
                                    

Semakin memburuk. Rafdi bahkan selalu menatap sinis kearah Enbi. Apalagi ketika rapat, Rafdi seolah selalu menyudutkan Enbi. Mengevaluasi pekerjaan Enbi habis-habisan. Bahkan gilanya, Enbi dikasih seorang penulis yang diambang batas gulung tikar. Rafdi  meminta Enbi untuk membuat si penulis, Delima naik pembacanya dan peringkat. Padahal si Delima itu sudah kehilangan banyak pembaca karena kasus plagiasi.

Enbi begitu frustasi, apalagi Rafdi mengancam jika Enbi tidak bisa membuat Delima naik. Enbi akan diberikan penulis yang akan gulung tikar lagi. Enbi sampai mengumpat dalam hati, tidak terima karena Rafdi yang dirasa tidak profesional. Bagaimana Enbi tidak menyimpulkan seperti itu? Pasalnya, Rafdi hanya melakukan hal itu pada Enbi dan Ciani. Kentara sekali Rafdi ingin balas dendam pada Enbi dan Ciani. Tapi yang paling mengherankan karyawan lainnya adalah ketika Rafdi juga memberi hukuman yang sama pada Ciani.

"Ngelamun aja lo dari tadi!" tegur Kalvin.

Keduanya memang sudah berada di kantin setelah rapat selesai. Tadinya mereka bertiga bersama Nadira, namun ibu beranak satu itu sedang memesan makanan.

"Asli Bang kepala gue mau meledak!" keluh Enbi yang sedari tadi hanya mengaduk es teh manisnya.

Kalvin menatap miris kearah Enbi. Jujur saja dia kasihan pada Enbi, gadis itu hanya ingin hidup tenang dan lepas dari Rafdi. Hanya saja, Rafdi tak semudah itu melepaskan Enbi begitu saja. Bahkan lebih gilanya, Rafdi ugal-ugalan menyiksa Enbi dan Ciani.

"Emang bocah banget tuh kelakuan mantan lo!"

"Emang Babi tuh orang!" umpat Enbi yang langsung diketawai Kalvin.

"Babi-babi gitu dulu lo demen banget ama dia!" ledek Kalvin yang membuat Enbi mencebikkan bibirnya.

Bukan dulu sih sebenarnya. Bahkan sekarangpun perasaanya masih besar pada orang yang ia katai Babi tadi. Padahal ia sudah dikerjai habis-habisan. Heranmya bukan menyusut perasaan Enbi malah membumbung tinggi. Apalagi kalau ingat hari-hari kemarin saat bersama Rafdi, rasanya menyesakkan karena sekarang ia tidak bisa bersama lelaki itu lagi.

"Bi, udah sejauh mana hubungan lo sama Elmo?" celetuk Kalvin yang membuyarkan lamunan Enbi tentang masa lalunya dengan Rafdi.

"Ya gitu aja, hubungan kita sebatas editor dan penulis dan teman biasa aja sih," jawabnya.

Kalvin menyipitkan matanya. "Mana ada hubungan sesederhana itu tapi lo sering diantar jemput, main bareng dan sampai main ke apart sama studio musiknya," cibirnya.

Enbi mendesah napas panjang. Ia tidak tahu jenis hubungan apa yang menggambarkan tentang dirinya dan Elmo. Enbi memang menangkap sinyal ketertarikan Elmo padanya. Hanya saja, perasaan Enbi belum terketuk oleh Elmo. Seluruh hidupnya kini masih dibayangi oleh Rafdi.

"Gue nggak tahu Bang!"

Kalvin menghela napasnya panjang. "Lah begimane sih lo? Kemana-mana bareng, masa kaga tau sih!" sahutnya.

Enbi menelan ludahnya. Dulu ia memang begitu tertarik dengan Elmo saat remaja. Namun sekarang, jujur saja perasaanya hanya tumbuh bersama Rafdi. Sial sekali, dia muak dengan kenangan yang diciptakan bersama Rafdi. Sejak dulu sampai sekarang nama Rafdi sulit sekali dihapus dalam hatinya.

"Jujur gue kasian sama kalian sih Bi. Kalian masih ada rasa, cuma ya gitu. Keadaan nggak mendukung," celetuk Kalvin yang membuat Enbi menatap lelaki itu. Seolah tertampar dengan ucapan Kalvin.

Sementara Kalvin menatap kearah Enbi yang kini juga menatapnya. "Kalau lo emang secinta itu sama dia. Kejar dia Bi, kesempatan itu nggak datang berkali-kali. Gue harap kisah kalian nggak kayak gue sama Nadira."

●●●●

"Ngapain dia disini?"

Baru saja menginjakan kaki di rumahnya. Amarah Rafdi tersulut lagi saat melihat Ciani yang berada di ruang tamu rumahnya. Kedua bola mata Rafdi memindai yang dilakukan Ciani, menangis disamping Bundanya. Drama sekali.

"Cih, ngapain lo nangis?" sindirnya santai lalu bersiap berjalan menuju kamarnya. Namun sayang, belum sempat dia sampai. Bundanya sudah memanggil dirinya.

"Rafdi! Sini kamu!" titah bundanya.

Rafdi melengos, malas menatap bundanya. "Nggak mau, males!" tolaknya lalu berjalan menuju kamarnya.

Asri tentu saja tidak terima. Wanita paruh baya itu berdiri menyusul anak bungsunya. Dengan berkacak pinggang dan amarah yang sudah meledak, beliau mengekori anaknya dengan omelan yang tiada henti.

"Dasar anak kurangajar kamu Raf! Orang tua lagi ngomong bukannya didengerin malah main pergi!" omelnya.

"Keluar dari sini Bund!" usir Rafdi saat Asri berdiri ditengah pintu kamarnya.

Asri langsung berkacak pinggang mendengar ucapan sang anak. "Kurangajar ya kamu Raf! Beraninya kamu usir bunda! Kalau kamu lupa, ini rumah bunda, kamu cuma numpang!" omelnya yang membuat Rafdi mengepalkan kedua tangannya.

"Jadi gimana? Bunda mau usir aku sekarang? Kalau iya, aku pergi sekarang juga!" balas Rafdi dengan nada tinggi.

Hal itu terdengar dikedua telinga Ciani. Gadis itu lalu bergegas menuju kamar Rafdi. Bisa ia lihat Asri dan Rafdi yang berdebat di pintu kamar lelaki itu.

"Kak Rafdi!" panggilnya yang sekarang sudah berada didepan kamar Rafdi.

"Ngapain lo kesini hah? Mau ngadu sama Bunda? Harusnya lo itu tunangan sama Bunda bukan sama gue!" bentak Rafdi.

"RAFDI! JAGA MULUT KAMU!" Asri tak kalah mengeraskan suaranya. Tentu saja beliau tidak terima dibentak oleh anaknya.

"Kenapa? Emang itu kenyataanya kan? Mama nggak terima?!"

PRAKK

"Anak kurang ajar! Ini yang kamu dapetin setelah bergaul sama gadis miskin itu!" bentak Asri setelah menampar sang anak.

Rafdi memegang pipinya yang agak nyeri karena tamparan keras Asri. Sementara Ciani terkejut dengan perlakuan Asri. Tidak menyangka akan menjadi rumit seperti ini. Padahal niatnya tadi meminta tolong Asri untuk membujuk Rafdi, agar mau mengembalikan pekerjaan Ciani seperti semula. Namun sayang, ekspektasi tidak sesuai kenyataan. Sebaliknya yang terjadi malah pertengkaran antara Ibu dan anak.

"Kenapa masih bahas dia? Puas kan mama sekarang, dia udah ninggalin aku?! Puas kan mama, aku udah tunangan sama Ciani! Gara-gara pertunangan sialan ini, dia ninggalin aku!" teriak Rafdi mengeluarkan uneg-unegnya.

Jadi gadis itu menepati janjinya? Baguslah kalau begitu. monolog Asri sambil menahan senyumnya.

"Baguslah kalau dia sadar diri!" sindir Asri yang membuat Rafdi murka.

"Bunda pikir aku bakalan diem aja? Bunda liat aja, aku bakal bikin Ciani menderita dan putusin pertunangan ini!" ancamnya.

"Jaga omongan kamu Raf! Pertunangan ini akan tetap berlanjut, bila perlu kita percepat pernikahan ini!" tegas Asri.

Rafdi tertawa sinis lalu menatap Ciani. "Nikah? Bunda aja kan yang nikah sama Ciani?" balasnya lalu mendorong tubuh Asri keluar dari pintu kamarnya.

BRAKKK

"Rafdi! Buka! Anak kurangajar! Bunda belum selesai ngomong!" tubuh Ciani langsung melemas sekita. Bagaimana tidak ketika Rafdi mengancamnya begitu? Ia pikir, dengan bertunangan dengan Rafdi. Lelaki itu akan menjadi miliknya seutuhnya. Ternyata salah, itu terlalu sulit.

Gue harus cari cara lain buat bikin Rafdi terikat selamanya sama gue!

●●●

Halo gaess
Maap ya baru bisa update
Hari-hari sibuk kerja nich guys :'((((
Doain semoga bisa rajin update kembali disela2 kesibukanku ygy
Thxxx
Lop u gess

Enbi Solo (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang